Hampir semua perempuan mengeluhkan keputihan saat hamil. Ini memang hal yang normal, terkait dengan aktivitas hormon. “Pembuluh darah di vagina melebar karena pengaruh hormon, sehingga lebih banyak cairan masuk ke vagina,” ungkap Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG(K) dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Cairan keputihan bisa berupa produk dari kelenjar yang ada di leher rahim atau serviks, atau cairan yang keluar dari pembuluh darah di dinding vagina. Ini merupakan cara tubuh untuk mempersiapkan diri menghadapi persalinan, agar vagina lebih lembut dan lebih basah sehingga bayi lebih mudah melewati jalan lahir ibu. Makin tua usia kehamilan, makin banyak cairan keputihan yang keluar.
(Baca juga: Agar Herpes Tidak Membahayakan Kehamilan dan Bayi)
Namun, keputihan yang fisiologis ini bisa berubah menjadi patologis, di mana keputihan sudah mengganggu atau terjadi infeksi. Kondisi alami vagina bersifat asam, dengan pH 3,5 – 4; ini membuat jamur dan organisme patogen lain tidak bisa tumbuh. Dengan bertambahnya volume cairan dalam waktu lama, pH naik sehingga lingkungan vagina menjadi lebih basa, “Jamur dan bakteri lain bisa tumbuh.” Apalagi secara alamiah, daya tahan tubuh ibu sedikit turun saat hamil. Ditengarai, 7 dari 10 ibu hamil (bumil) mengalami keputihan patologis.
Bumil yang sering makan makanan manis, terlalu gemuk saat hamil, dan kurang menjaga kebersihan area V, lebih berisiko mengalami keputihan patologis. Apalagi, Indonesia beriklim tropios dengan kelembapan udara tinggi. Daerah V mudah sekali menjadi lembap.
Keputihan saat hamil paling sering disebabkan oleh infeksi jamur Candida albicans, disebut kandidiasis. Gejala khasnya, keputihan putih kental seperti susu, agak berbau, dan gatal. Untungnya, kandidiasis seringnya tidak berbahaya secara langsung terhadap kesehatan ibu maupun janin. Namun tentu bisa menimbulkan rasa tidak nyaman.
(Baca juga: Varises saat Hamil)
Yang perlu diwaspadai yakni infeksi bakteri atau bacterial vaginosis (BV). Kondisi ini bisa membahayakan kehamilan. “Bisa membuat ketuban pecah dan persalinan dini (sebelum waktunya),” ungkap Dr. dr. Ocvy. Bila ini sampai terjadi, bayi harus segera dilahirkan. Bisa secara normal atau Caesar, tergantung kondisi ibu dan janin saat itu. Misalnya air ketuban sudah habis, maka tidak mungkin ibu melahirkan secara normal.
BV agak sulit dikenali karena gejalanya tidak terlalu spesifik, dan dari warna pun tidak terlalu jelas. Gejalanya sekadar keputihan banyak dan bau. Sulit dibedakan apakah keputihan akibat BV, trikomoniasis atau gonorea; semuanya mirip-mirip.
Begitu ibu merasa keputihan sudah mengganggu, segeralah ke dokter. “Jangan coba-coba mengobati sendiri,” tegas Dr. dr. Ocvy. Pengobatan harus sesuai berdasarkan penyebabnya. Untuk itu, dokter harus menggali dari wawancara dan memeriksa tampilan klinis yang dikeluhkan ibu. Contoh cairan keputihan juga perlu dilihat.
(Baca juga: Terganggunya Pertumbuhan Janin karena Pembuluh Darah Ibu Menyempit)
Sebisa mungkin, dokter memberikan obat yang dimasukkan lewat vagina (supositoria), bukan obat minum (oral). Tidak sembarang obat aman bagi bumil. Penggunaan obat supositoria pun harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Bila keluhannya ringan, cukup dengan perbaikan pola hidup, “Gantilah pakaian dalam tiap dua tiga jam.” Panty liner boleh digunakan agar lebih praktis, tapi tetap harus diganti secara berkala. Pilih dengan cermat, jangan sampai menimbulkan iritasi. Bersihkan vagina dengan air bersih mengalir, boleh ditambah dengan sabun khusus yang pH-nya sesuai dengan pH vagina. “Dan, kontrol kenaikan berat badan, jangan terlalu gemuk,” pungkas Dr. dr. Ocvy. (nid)