Infeksi TORCH (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus/CMV dan Herpes Simplex) masih banyak terjadi pada wanita hamil di Indonesia. “TORCH selama kehamilan berkontribusi terhadap kematian janin dan cacat pada bayi,” ujar dr. Liliane Grangeot-Keros dari Universitas Paris XI, Perancis. Untuk kesehatan ibu, TORCH tidak berbahaya; transmisi dari ibu ke janinlah yang sangat dikhawatirkan. Jika terinfeksi, janin bisa terkena cacat bawaan (kongenital) misalnya tuli.
Infeksi TORCH sering tidak menimbulkan gejala, sehingga ibu tidak menyadarinya. Kalau pun ada gejala, umumnya hanya demam ringan, nyeri di sendi, dan ruam. Pemeriksaan penapisan (skrining) TORCH pada wanita hamil, belum direkomendasikan oleh ahli ginekologi di Indonesia dan Amerika Serikat. “Tapi sangat berguna pada kelompok risiko tinggi,” ujar dr. Yuditiya Purwosunu Sp.OG dari FKUI/RSCM, Jakarta.
Kelompok berisiko tinggi antara lain perempuan sering memakan sayuran mentah atau daging yang dimasak tidak sampai matang (sate, steak, dll), dan memelihara kucing/anjing sebagai vektor (perantara) toksoplasma. Perempuan yang belum menerima vaksinasi rubella atau daya tahan tubuhnya terhadap rubella menurun, termasuk kelompok yang berisiko. Sementara wanita yang pernah menerima transfusi darah, berisiko terhadap CMV karena bisa ditularkan melalui darah, selain oleh air liur dan hubungan seksual. Hubungan seksual juga bisa menularkan herpes.
(Baca juga: Jangan Takut Terinfeksi Tokso dari Kucing)
“Skrining awal TORCH bisa dilakukan pada usia kehamilan 12 minggu untuk deteksi dini,” ujar dr. Yudi. Jika hasilnya menunjukkan infeksi aktif, harus diobati untuk mencegah transmisi dari ibu ke janin. Ini tidak berlaku untuk infeksi CMV, karena memang tidak ada obatnya. Jika hasilnya negatif, “Ibu perlu menjaga perilaku hidup bersih, agar terhindar dari infeksi,” imbuh dr. Liliane.
Penapisan penting sebagai “lampu kuning”. Jika ditemukan infeksi akut, yang bisa diobati atau tidak, perkembangan janin bisa diikuti secara seksama. Setelah bayi lahir, hasil penapisan positif merupakan indikasi, untuk dilakukan pemeriksaan sampai bayi berusia 28 hari. Perkembangan bayi pun bisa diperhatikan dengan lebih teliti, sehingga jika ada cacat bawaan bisa segera diketahui.
(Baca juga: Menilai Kesuburan Perempuan)
Skrining dilakukan dengan pengambilan darah di lipatan siku ibu, kemudian diperiksa di laboratorium. Tidak ada persiapan khusus untuk pengambilan darah. Ibu cukup datang ke RS/ laboratorium untuk pengambilan darah, dan bisa segera pulang. Hasilnya bisa didapat dalam beberapa hari.
Pemeriksaan ini bisa membedakan infeksi baru (akut) dengan infeksi yang telah lampau, diketahui melalui antibodi IgM dan IgG. Antibodi IgM terbentuk dan bertahan selama 3 bulan setelah infeksi TORCH, yang menandakan bahwa telah terjadi infeksi dalam waktu dekat. Sedangkan antibodi IgG terdeteksi seumur hidup.
Penapisan hanya untuk mengetahui infeksi pada ibu. Untuk memastikan apakah janin terinfeksi, perlu pemeriksaan diagnostik. Dilakukan dengan mengambil air ketuban ibu dan diperiksa di lab. Sayangnya, ini belum bisa dilakukan di Indonesia. (nid)