R. Hartanto_  “Vast But No Room for /Error” (1)Setelah kenyang melanglang 5 benua dan melintasi 7 samudera, ia berhenti sebagai pilot Boeing 747. Terbiasa disiplin dan menjalani gaya hidup sehat, kondisinya tetap prima. | OTC Digest

R. Hartanto Vast But No Room for /Error

 Di bandara, di pesawat, bisa dijumpai sosok gagah berjas dan celana biru gelap, kemeja putih lengkap dengan dasinya. Tubuh tinggi tegap, langkah penuh percaya diri. Pilot. Inilah profesi yang menuntut disiplin tinggi, kondisi prima, tahan stres, saraf baja, mampu memutuskan masalah dalam hitungan detik, bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik.

 “Sky is vast, but there is no room for error,” ujar Retno Hartanto, mantan pilot di Garuda Indonesia dan Malaysia Airlines dengan sekitar 20.000 jam terbang, diselingi beberapa tahun sebagai instruktur. Langit luas tetapi di dunia penerbangan, tidak boleh ada kesalahan sedikit pun. Dan, jarang bahkan tidak ada kecelakaan pesawat hanya karena satu kesalahan. Umumnya karena chain of errors, mata rantai kesalahan. Sebagai pencegahan, “Ada SOP, termasuk perawatan kesehatan awak pesawat, sebagai bagian dari upaya memutus mata rantai kesalahan

Pilot harus menguasai pengetahuan akan cuaca dan se-abrek pengetahuan lain,  sehingga perlu pendidikan bertahun-tahun dan latihan berkelanjutan.  Di darat, bila mengalami kendala mobil bisa menepi dan berhenti. Pesawat yang melaju dengan kecepatan ratusan kilometer perjam, tak bisa berhenti di awan. Maka, sebelum mengudara pesawat harus dipastikan dalam kondisi layak terbang. Begitu juga awak pesawat. Dan yang terutana adalah kondisi pilot, sebagai pemimpin penerbangan yang bertanggung jawab atas keselamatan pesawat dan semua penumpang yang ada di dalamnya.

Pilot dengan sendirinya harus selalu dalam kondisi prima, fisik & mental. Tak bisa ditawar-tawar. “Pilot yang baik harus menjunjung tinggi disiplin dan taat aturan,” ujar Hartanto (65 tahun) yang memutuskan meninggalkan dunia penerbangan tahun 2011. Terakhir ia bertugas di sebuah maskapai di Singapura. 

Gangguan kesehatan ringan seperti flu pilek, bisa membuat pilot dilarang terbang karena  mengundang bahaya. Bukan hanya bagi diri pribadi pilot, melainkan bagi pesawat dan seluruh penumpang. Bahkan penumpang yang sedang flu berat atau sakit gigi, disarankan tidak naik pesawat. Ketika pesawat sudah di ketinggian tertentu, tekanan udara berada dibawah1 psi (1 atmosfir). Hidung yang tersumbat terasa plong dan nyaman. Masalahnya, ketika pesawat berada pada ketinggian di bawah 15000 kaki (4600 m), yang sedang flu akan menderita karena telinga  sakit dan saat mendarat akan tuli untuk sementara.

Kondisi kembali normal bila tekanan udara sudah sama dengan tekanan udara di luar (1 atmosfir), karena pesawat sudah tiba di bandara. Sejak pintu pesawat ditutup dan bergerak ke landasan pacu, sampai pesawat mencapai ketinggian jelajah yang diijinkan petugas pengatur lalu lintas udara; dan ketika pesawat mulai turun, mendarat lalu parkir, kemudian mesin dimatikan dan pintu pesawat dibuka, awak pesawat dan pilot khususnya, perlu meningkatkan kewaspadaan. Apalagi setelah pesawat terbang 10-11 jam non-stop. Pada situasi ini secara statistik kecelakaan lebih sering terjadi.

ooo