Operasi Pengangkatan Rahim Melanie Subono, Keputusan yang Tepat
mlanie_soebono_operasi_pengangkatan_rahim

Operasi Pengangkatan Rahim Melani Subono, Keputusan yang Tepat

Melanie Subono (45 tahun), cucu keponakan mantan Presiden RI ketiga Prof. Dr. B. J. Habibie, menunjukkan ketabahannya saat harus menjalani operasi pengangkatan rahim (histerektomi) karena tumor di tubuhnya pecah.

"Melanie masuk ruang operasi jam 07.30, baru keluar jam 13.30," begitu pemberitahuan lewat akun @melaniesubono, Sabtu 23 Oktober 2021. Dalam operasi yang berlangsung selama sekitar 6 jam itu, uterus dan ovarium Melanie Subono ikut diangkat. "Ini operasi kelima. Semua yang harus dikeluarkan diangkat (dibuang). Termasuk uterus dan ovarium. Beratnya sekitar 13 kg, panjang 12 cm," begitu lanjutan pemberitahuan.

Pecahnya tumor, yang membuat Melanie – lahir di Jerman 20 Oktober 1976 -- harus segera dioperasi, tampaknya karena musisi dan aktivis ini cukup sibuk yang membuat operasinya tertunda-tunda. Seperti diketahui, puteri Adrie Subono (keponakan Prof. B. J. Habibie) ini selain manggung, gemar melakukan aksi social yang dilakukan melalui Rumah Harapan yang ia dirikan. Melani diketahui mengidap penyakitnya ini sudah sejak beberapa waktu lalu.

Bersyukur, operasi berjalan lancar. “Tadi pagi oksigen sempat dipasang lagi, karena saturasi turun ke 91. Alhamdulillah, kondisinya sudah kembali stabil," tulis akun tersebut. Melanie disebut selalu menunda beberapa jadwal operasi, lantaran sibuk dengan kegiatan manggung dan aksi sosialnya lewat Rumah Harapan.

Dalam berkegiatan, Melanie seolah tak hirau dengan penyakit yang dideritanya. Semakin hari, terutama selama 4 bulan terakhir ia merasakan perutnya semakin membesar dan terasa perih. Meski dirasa berat meninggalkan Rumah Harapan, Ia berkesimpulan sudah waktunya menjalani operasi.

 

Histerektomi, Upaya Terakhir

Dr. Shannon Laughlin-Tommaso dari Mayo Clinic di Rochester, Amerika Serikat, seperti dilansir dari Webmd.com, menyatakan, "Histerektomi merupakan operasi ginekologis kedua yang paling umum. Sebagian besar dilakukan karena tumor jinak (benign).”

Dr. Adi Davidov berharap agar perempuan tidak membatalkan histerektomi yang sudah terjadwal. Namun, sebaiknya pasien lebih dulu mengeksplorasi metode pengobatan non bedah. "Pembedahan harus menjadi solusi terakhir," ujarnya di jurnal Menopause. Tak lain karena operasi hiterektomi bisa memunculkan efek panjang dalam masalah kesehatan.

Melanie Subono tampaknya telah mengambil keputusan yang tepat, untuk tidak buru-buru memnutuskan menjalani operasi histerektomi. Operasi ini menjadi pilihan terakhir, ketika jalan atau terapi non bedah tak bisa lagi mengatasi masalah kesehatan yang dialaminya.

Laughlin-Tommaso menyampaikan hasil penelitian yang dilakukan derngan melacak kesehatan sekitar 2.100 perempuan yang menjalani histerektomi, tahun 1980 dan 2002. Termasuk kasus ovarium yang tidak diangkat. Karena sifatnya retrospektif, penelitian ini hanya bisa menunjuk pada asosiasi; tidak membuktikan sebab akibat.

Tim Mayo melaporkan berbagai efek proses histerektomi terhadap kesehatan. Yaitu, peningkatan darah abnormal 14 persen, risiko tekanan darah tinggi meningkat 13 persen, potensi mengalami obesitas 18 persen dan meningkatkan risiko penyakit jantung 33 persen.

Menurut tim peneliti, masalah kesehatan jangka panjang histerektomi sangat terasa bagi perempuan muda. Ditemukan, “Perempuan usia >35 tahun yang menjalani operasi histerektomi berisiko gagal jantung kongestif 4,6 kali dan 2,5 kali lipat lebih besar mengidap penyakit arteri koroner,” menurut laporan Hysterectomy May Have Long-Term Health Risks.

Laughlin-Tommaso berharap, hasil penelitian ini bisa menjadi pertimbangan bagi perempuan saat memilih metode pengobatan yang berkaitan dengan masalah rahim. "Melihat hasi penelitian ini, kami mendorong pasien untuk mempertimbangkan terapi alternatif non-operasi, bagi fibroid, endometriosis, dan prolaps yang menjadi penyebab histerektomi," ujarnya. (sur)

__________________________________________

Foto: Instagram Melanie Subono (@melaniesubono)