Inten Soeweno, Olah Raga Harus Menjadi Habbit | OTC Digest

Inten Soeweno, Olah Raga Harus Menjadi Habbit

Selain sebagai mantan Menteri Sosial di tahun 1993-1998 Dra. Hj. Inten Soeweno dikenal juga pemerhati masalah lansia. Yayasan Teratai yang dipimpinnya juga concern pada lansia, kegiatannya seperti pengobatan gratis dan pemberian santunan.

“Lansia itu penyakitnya macam-macam. Alergi, sesak napas, infeksi,  rematik,” ujar Inten Soeweno. Isteri mantan Pangdam Udayana dan Pangkostrad Letnan Jendral TNI Soeweno (almahhum) ini merasakan melakukan kegiatan sosial bukan hanya membahagiakan bagi mereka yang mendapat bantuan, tapi juga bagi dirinya secara pribadi.

Ibu 3 anak dan nenek 9 cucu ini bersyukur, setelah tidak lagi aktif sebagai anggota DPR dari Fraksi Karya Pembangunan dan pembantu presiden (menteri), “Saya masih bisa berbuat sesuatu bagi sesama.” Ia terus berbagi lewat kegiatan sosial, mungkin karena mantan Mensos. Dan, sebagai mantan Ketua II Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia), belakangan ia condong untuk membantu para lanjut usia.

Kini aktif dalam perhimpunan IKP TMPNU (Ikatan Keluarga Pejuang  Taman Makam Pahlawan Negara Utama) Kalibata. Ini paguyuban ibu-ibu yang suaminya dimakamkan di sina (termasuk almarhum Letjen TNI Soeweno), yang beranggotakan sekitar 9.000 – 10 ribu orang.

Ibu Inten kelihatan sehat dan selalu gembira. Rahasianya?

Untuk menjadi sehat, tidak bisa instan. Tidak bisa kehidupan waktu muda kurang memperhatikan kesehatan, kemudian dengan bertambahnya usia kita sehat, aktif dan mandiri. Saya ingin hidup lebih lama dan tetap sehat karena ingin kebersamaan dengan anak, mantu, cucu-cucu lebih lama. Saya ingin tetap dapat menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk bangsa dan negara dalam arti luas.

Bisa diceriterakan kiat-kiatnya?

Pertama lewat way of thinking. Seperti saya katakan,  agar di usia lanjut tetap sehat, aktif dan mandiri, tidak bisa instan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan yang disebut active ageing. Active berarti berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan spiritual kemasyarakatan.

Jadi, bukan hanya aktif secara fisik atau berpartisipasi sebagai angkatan kerja.  Dan mereka yang sudah pensiun, tetap aktif berkontribusi pada keluarga, masyarakat dan negara. Active ageing memungkinkan kita untuk mencapai potensi rasa sehat (well being) secara fisik sosial dan mental.

Kita harus mengajari anak-anak  bahwa agar kesehatan terjaga, kita harus mempunyai cara hidup, cara berpikir, cara bergaul dan cara makan yang sehat. Aturannya tidak harus terlalu strict ya.  

Inten Soeweno beruntung, karena sejak kecil sudah dididik untuk hidup sehat. Ayahnya,  Brigjen TNI AD dr. H. Kusen Hirohoesodo, adalah dokter Jendral Sudirman. Saat tinggal di Magelang, ia memimpin sebuah rumah sakit. Beliau meninggal di usia 94 tahun.

Ketika sekolah di Magelang, terlebih saat di bangku SMA 1 B Magelang, Inten gemar berolahraga. Di tim voli, ia diandalkan sebagai spiker bila sekolahnya bertanding dengan sekolah atau tim voli lain. Dia juga menggemari renang dan atletik, sehingga  pernah menjadi pengurus PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia) Pusat.

Kegemarannya berolahraga berlanjut sampai sekarang, sehingga wajar bila ia sehat dan bugar. “Olahraga saya sekarang jalan cepat 3x seminggu, ditambah senam osteoporosis di klub dr. Sadoso, Sp.KO, di Senayan,” ujarnya. Baginya, olahraga sudah menjadi habbit. “Kalau orang Indonesia, makan harus nasi. Nah, kalau tidak olahraga, saya seperti belum ketemu nasi. Karena terbiasa, akhirnya menjadi disiplin diri.

Ibu diet?

Diet tidak. Hanya, kalau makan tidak seperti waktu muda. Daging merah, saya sudah tidak makan, mungkin sudah sejak 18 tahun lalu. Kalau kaldunya tidak masalah. Seafood yang  kolesterolnya tinggi, kebetulan saya tidak suka. Kalau ikan suka, ikan laut. Masaknya ditim, tidak digoreng.

Saya sukanya sayur bening, oseng-oseng, tempe, tahu. Kadang dibacem. Itu makanan favorit saya. Makan ‘besar’ hanya  kalau diajak anak ke restoran. Dan saya senang makan bawang putih, karena  menurut saya bagus. Bawang putih dicincang, dioseng, dikasih buncis, atau kacang panjang.  Saya tidak suka cabe atau merica, karena perut saya sensitif.

Saya minum susu. Sarapan cukup papaya dengan susu. Kadang nasi beberapa suap, singkong  atau talas kukus. Ngemil nggak suka. Daging kambing, durian tidak doyan. Siang makan beberapa sendok nasi dan sayur bening. Malam tidak makan nasi dan “tutup makan” sebelum jam 18.30. Semua dilakukan bukan untuk menyiksa diri, tetapi karena itu memang bagus.

Menurut saya,  setelah usia 50, kita harus legowo. Coba, rasa cabe atau rasa daging dari dulu sampai sekarang kan sama. Logis saja deh. Semua yang kita makan waktu masih kecil, dewasa, sampai usia 50, rasanya sama. Ketika usia bertambah, kemampuan tubuh mengabsorbsi makanan dan  vitamin berkurang, perlu dibantu suplemen. Selain bawang putih, saya mengonsumsi omega 3, antioksidan, vitamin B lengkap. Kebutuhan untuk masing-masing tentunya berbeda.

Seberapa besar peran seorang ibu dalam membentuk keluarga sehat?

Ibu mempunyai andil besar. Itu pasti. Ibu yang bekerja maupun ibu rumah tangga, sama berat pekerjaannya. Ibu harus menyiapkan generasi penerus agar sehat, termasuk suami. Kalau nggak punya ilmu tentang itu,tentunya akan  sulit. Ibu perlu punya pengetahuan yang luas tentang cara hidup sehat.

Di rumah, saya memberitahu anak-anak. Contoh paling gampang, saya tanya: kok kamu nggak olahraga? Tidur jangan malam-malam. Kamu sekarang kuat, kerja tidak kenal waktu. Yang harus diingat, kita ingin hidup sampai lama. Semua harus balance.

Kita bicara garis besarnya saja. Saya membayangkan anak itu seperti gelas yang diisi air. Kalau air yang diisi oleh orangtuanya itu penuh, keluar dari rumah sudah nggak masalah.