Tidak Menyusui Meningkatkan Risiko Kanker Payudara, Benarkah Demikian?
tidak_menyusui_meningkatkan_risiko_kanker_payudara

Tidak Menyusui Meningkatkan Risiko Kanker Payudara, Benarkah Demikian?

Banyak mitos seputar faktor risiko kanker payudara bagi perempuan; tidak semuanya benar. Makan ceker dan sayap ayam hanyalah mitos, tidak ada hubungannya dengan kanker payudara, jadi jangan khawatir. Namun sayangnya, benar bahwa tidak menyusui meningkatkan risiko kanker payudara.

Hal ini berkaitan dengan paparan hormon estrogen. Sebagaimana diketahui, estrogen merupakan salah satu pemicu tumbuhnya kanker payudara. Aneh memang. Di satu sisi, hormon estrogen merupakan pelindung dan hormon yang krusial bagi perempuan. Namun di sisi lain, paparan hormon estrogen yang berlebihan atau terlalu lama, justru bisa memicu kanker payudara.

Mengapa Tidak Menyusui Meningkatkan Risiko Kanker Payudara

Perempuan yang tidak pernah menyusui atau tidak pernah hamil, akan terus menstruasi setiap bulan. “Artinya terus bertemu dengan hormon estrogen. Kehamilan merupakan faktor proteksi karena pada saat hamil, hormon estrogennya rendah,” ungkap Prof. Dr. dr. Noorwati Sutandyo, Sp.PD-KHOM dari RS Kanker Dharmais, Jakarta. Dengan terjadinya kehamilan, maka paparan hormon estrogen berhenti sejenak selama 9 bulan.

Usai melahirkan, bila ibu lanjut memberi ASI eksklusif lalu menyusui selama 2 tahun, proteksinya bertambah panjang. “Saat menyusui, kadar hormon prolaktin tinggi dan hormon estrogen rendah. Jadi total, hampir tiga tahun perempuan ‘terbebas’ dari hormon estrogen,” jelas Prof. Noor.

Sebaliknya bila tidak menyusui, hormon estrogen akan kembali aktif setelah melahirkan. “Yang harusnya ada tambahan dua tahun lebih bebas dari estrogen karena menyusui, ini cepat bertemu lagi dengan estrogen,” lanjut Prof. Noor. Inilah alasan, mengapa tidak menyusui meningkatkan risiko kanker payudara.

Bagaimana dengan Pil Kontrasepsi?

Pil kontrasepsi juga bisa menjadi faktor risiko munculnya kanker payudara. Terutama pil yang hanya berisikan hormon estrogen saja. Bersyukur, pil kontrasepsi yang beredar di Indonesia mengandung kombinasi estrogen dan progesteron, jadi relatif lebih aman.

Metode kontrasepsi berbasis hormon lainnya yaitu injeksi (suntik) dan implan (susuk) hanya mengandung progesteron saja, tidak mengandung estrogen. Secara umum, semua metode kontrasepsi berbasis hormonal dotengarai bisa meningkatkan risiko kanker payudara, meski angkanya relatif rendah.

Namun demikian, Prof. Noor menyarankan agar metode kontrasepsi diganti setelah sekian lama. “Kalau bisa jangan pil terus; sejak menikah sampai menopause, pakai pil terus untuk pilihan kontrasepsi. Sebaiknya gantian. Habis pil coba misalnya pakai spiral, atau yang lainnya,” ucap Prof. Noor. Bila sudah memutuskan cukup punya anak, bisa pula memilih vasektomi; ini kesempatan untuk para suami untuk lebih berperan aktif dalam kontrasepsi.

Berkonsultasilah dengan bidan atau dokter kandungan saat memilih kontrasepsi. Utarakan bila ada riwayat kanker payudara dan indung telur di keluarga, atau pernah memiliki kanker payudara maupun tumor payudar jinak. Ini merupakan pertimbangan faktor yang penting bagi bidan dan dokter dalam merekomendasikan metode kontrasepsi bagi ibu.

Apapun pilihan metode kontrasepsinya, semua perempuan perlu lebih waspada dengan kanker payudara. Lakukan deteksi dini dengan SADARI secara rutin setiap bulan. bila kurang yakin, bisa datang ke layanan kesehatan untuk meminta perawat melakukan SADANIS (periksa payudara klinis). Secara berkala, periksakan payudara dengan USG payudara atau mamografi. USG payudara dan mamografi juga diperlukan bila ditemukan benjolan pada payudara.

Kembali ke masalah menyusui, benar bahwa tidak menyusui meningkatkan risiko kanker payudara. Namun tentu saja, tidak semua perempuan bisa menyusui. Mereka yang tidak bisa menyusui karena berbagai alasan, tetap bisa memproteksi diri dari kanker payudara dengan menghindari faktor risiko kanker payudara yang bisa dihindari. Juga melakukan deteksi dini, dan segera ke dokter bila ada benjolan yang mencurigakan. Anjuran ini tentunya berlaku untuk semua perempuan. “Jangan pernah remehkan benjolan sekecil apapun,” tegas Prof. Noor. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Image by rawpixel.com on Freepik