Kita kerap mendengar bila anak kecil yang “sulit” mungkin disebabkan sang ibu di masa kehamilannya tidak happy. Ternyata ada penjelasan ilmiah terkait hal tersebut: stres selama kehamilan berpengaruh pada pertumbuhan emosi janin/bayi.
Adalah normal untuk merasakan stres selama kehamilan. Tubuh mengalami banyak perubahan di masa kehamilan, termasuk perubahan hormon yang mempengaruhi mood.
Stres yang terlalu tinggi bisa menyebabkan bumil susah tidur, sakit kepala, hilang nafsu makan atau sebaliknya dorongan untuk makan berlebih, yang semuanya bisa membahayakan perkembangan janin.
Stres berlebih juga bisa menyebabkan tekanan darah naik, yang meningkatkan risiko kelahiran prematur atau berat bayi lahir rendah (BBLR).
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. Ulul Albab, SpOG, menjelaskan stres selama kehamilan bisa mempengaruhi baik intrauterin (di dalam rahim) maupun ekstrauterin (di luar rahim).
“Intrauterin biasanya karena stres mempengaruhi oksigenasi pada plasenta, maka yang pasti berat badan bayinya (janin) akan turun di bawah rata-rata ukuran bayi normal usia kehamilannya, bisa juga menyebabkan prematuritas.”
“Yang lebih parah lagi (menyebabkan) preeklamsia, tekanan darah meningkat pada saat hamil saja. Nah kalau preeklamsia hubungannya juga sama kalau ia prematur, salah satunya pasti berpengaruh ke tumbuh kembang. Kemudian otak tidak matang, oksigen tidak sampai dengan maksimal ke otak.”
“Lambung tidak matang, kemudian pencernaanya juga tidak kuat. Paru-parunya gak kuat, maka pasti tumbuh kembangnya (terpengaruh), karena hipoksia (kurang oksigen) lama terkait dengan perkembangan intelektualnya juga akan terganggu. Emosinya termasuk,” urai dr. Ulul.
PTSD selama kehamilan
Stres pasca trauma (PTSD) yang terjadi selama kehamilan bisa lebih berbahaya, juga akan mempengaruhi janin. PTSD terjadi saat Anda mengalami masalah setelah melihat/mengalami peristiwa menyakitkan, seperti perkosaan, pelecehan, bencana alam atau kematian orang terkasih.
PTSD selama kehamilan meningkatkan risiko kelahiran premature dan BBLR, juga meningkatkan perilaku berisiko lainnya seperti merokok dan minum alkohol, yang berkontribusi pada masalah lainnya.
“Ibu yang berantem sama suaminya terus di awal kehamilan pasti mual-mual terus. Apalagi hamilnya tidak diinginkan atau hamil di luar nikah, pasti ujung-ujungnya tidak ingin meneruskan kehamilan, sehingga aborsi, dsb,” imbuh dr. Ulul.
Penelitan tahun 2019 di jurnal online Frontiers menunjukkan bahwa peningkatan kadar hormon kortisol (hormon stres) selama kehamilan dapat meningkatkan kadar kortisol pada janin, sehingga meningkatkan risiko masalah perkembangan.
Stres berlebih selama kehamilan bisa menyebabkan si kecil mengalami kesulitan pemusatan perhatian, masalah perilaku hingga peningkatan emosi negatif.
Konsultasi dengan ahli
Mengurangi stres penting untuk mencegah masalah selama kehamilan, dan mengurangi risiko gangguan kesehatan yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Beberapa cara bisa Anda lakukan untuk mengurangi stres selama kehamilan:
- Pastikan Anda cukup berolahraga (konsultasikan terlebih dulu jenis olahraga yang diperbolehkan), makan sehat dan tidur yang cukup.
- Kurangi tugas jika memungkinkan. Mintalah bantuan ke pasangan atau anggota keluarga lain untuk membantu pekerjaan rumah dan mendelegasikan tugas jika memungkinkan.
- Ambil cuti hamil dan menulis daftar tugas yang bisa didelegasikan pada orang lain.
- Jadwalkan aktivitas relaksasi. Luangkan waktu untuk melakukan aktivitas relaksasi, seperti yoga kehamilan atau meditasi.
- Berkonsultasi ke psikolog atau psikiater jika dirasa perlu untuk mengatasi gangguan emosi, bahkan PTSD Anda. (jie)