Kanker serviks atau kanker mulut/leher rahim, menjadi momok bagi kaum perempuan. Penyandang kanker mulut rahim di Indonesia 90-100/100 ribu orang, dengan 15 ribu kasus baru/tahun. Kanker serviks umumnya terdeteksi setelah stadium lanjut, sehingga angka kematiannya tinggi.
Menurut dr. Nurdadi Saleh, Sp.OG, Ketua Umum POGI (Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia), kanker ini perlu waktu lama untuk berkembang. "Banyak kesempatan untuk menemukannya saat masih stadium dini," ujarnya. Namun sayangnya, skrining kanker serviks di Indonesia masih sangat rendah sehingga kanker jarang ditemukan dalam stadium dini.
Hampir 100% kanker mulut rahim disebabkan infeksi virus HPV (human papilloma virus). HPV hidup di permukaan kulit; ditransmisikan melalui kontak kulit, tidak lewat kontak fisik seperti bersentuhan. Infeksi terjadi bila virus di kulit kemaluan (laki-laki atau perempuan), terdorong masuk ke kelamin perempuan hingga mulut rahim. Umumnya HPV terdorong melalui hubungan seksual (85%), sisanya karena hal lain. Misal memasukkan jari tangan.
Meski utamanya ditularkan melalui hubungan seksual, kanker serviks sebaiknya tidak dianggap sebagai penyakit menular seksual (PMS). Menganggap kanker serviks sebagai PMS akan membuat stigma negatif terhadap penyakit ini, dan bisa menyebabkan penolakan vaksinasi HPV pada remaja. Padahal, vaksinasi HPV sangat disarankan pada remaja karena antibodi yang terbentuk lebih baik, dan pada usia 9 - 13 tahun cukup dilakukan dalam dua dosis. Vaksinasi pada dewasa dilakukan dalam tiga dosis, dan efikasinya tidak sebaik bila dilakukan di usia remaja.
Proyek percontohan vaksinasi HPV pada siswi SD telah dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Manado, dan Makassar. Kita harapkan segera disahkan menjadi program nasional. (nid)