Ibu tega membunuh bayinya sendiri, mungkin alami depresi pascamelahirkan | OTC Digest

Ibu tega membunuh bayinya sendiri, mungkin alami depresi pascamelahirkan

Seorang ibu, inisial FM (29), dikabarkan membunuh anak perempuannya yang berusia tiga bulan. Satu pisau dapur telah disita sebagai barang bukti.

Peristiwa pembunuhan itu berlangsung di kediaman tersangka FM, Jalan Delta, Kelurahan Cigadung, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung, Minggu (1/9/2019), sekitar pukul 17.00 WIB.

Dilansir dari laman Kompas.com, Wakasat Reskrim Polrestabes Bandung, Kompol Suparman mengatakan, tersangka ini mengaku mendapatkan bisikan gaib, bahwa dirinya belum siap mengurus seorang anak.

"Ngakunya dapat bisikan gaib, katanya 'bunuh saja kirim agar dikirim ke surga," katanya di Mapolrestabes Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (2/9/2019).

Terlepas dari benar tidaknya pengakuan FN, gangguan mental adalah salah satu yang bisa menjelaskan perilaku sadis tersebut. Salah satu gangguan mental yang mungkin terjadi setelah persalinan adalah depresi; disebut depresi postpartum.

Menurut Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk gangguan pascamelahirkan yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional. Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita.

Sekitar 80 % ibu yang baru melahirkan, diketahui mengalami perasaan tidak menentu usai persalinan (baby blues). Selama 5 - 12 hari, ibu yang baru sering menangis, cemas, terlalu peka atau kesulitan tidur. Bila kondisi ini berlangsung lebih dari dua minggu, ada kemungkinan ibu mengalami depresi pascamelahirkan.

Dr. Suryo Darmono, SpKJ dari RS St. Carolous, Jakarta, menyatakan, “Semua gejala gangguan mental/emosional setelah melahirkan terjadi dalam rentang waktu masa nifas, yaitu 4 minggu. Jika setelah melahirkan wanita itu baik-baik saja, dan 2 bulan kemudian mengalami depresi, kita sudah harus mempertimbangkan, mungkin itu bukan depresi pascapartum.”

Depresi pascamelahirkan bisa memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang pada ibu, bayi/anak dan keluarga secara keseluruhan. Penelitian menunjukkan, perkembangan kognitif dan emosional serta perilaku sosial bayi/anak, dapat terpengaruh. Pernikahan juga dapat terganggu, dan pasangan bisa menjadi depresi.

Gejala

Depresi pascamelahirkan terjadi pada 10-15% wanita pada populasi umum. Di samping murung dan sedih, penderita juga mengalami gejala depresi pada umumnya: perasaan letih-lemah-lesu, kelelahan, perasaan bersalah, gangguan selera makan, gangguan tidur, bahkan pikiran ingin bunuh diri.

“Pada depresi pascapartum, bisa dilihat bahwa gejala-gejalanya kemudian sangat berhubungan dengan perawatan anak,” jelas dr. Suryo. Ibu menjadi tidak berminat merawat bayinya, timbul perasaan putus asa dan bersalah yang kemudian dikaitkan dengan perasaan bersalah terhadap si kecil.

Terkadang, timbul perasaan benci terhadap bayinya. Bisa juga muncul perasaan bahwa ia tidak mampu menyayangi bayinya. Penderita kemudian merasa bahwa dia tidak akan sanggup membesarkan si kecil.

Semua pandangan negatif yang berhubungan dengan depresi, kemudian dikaitkan dengan bayinya. “Pada akhirnya, dampaknya adalah bahwa si ibu tidak bisa merawat bayinya dan dirinya sendiri dengan baik,” tambah dr. Suryo.

Kadang, pada depresi yang lebih berat, sang ibu betul-betul sampai tidak mau makan. Ia menarik diri, mengurung diri di kamar dan sama sekali tidak mau merawat bayinya.

Faktor Risiko

Setiap wanita bisa mengalami depresi pascamelahirkan. Seorang wanita kemungkinan akan mengalami depresi postpartum, jika ia memiliki:

  1. Sejarah mengidap depresi atau penyakit mental lainnya.
  2. Pernah mengalami depresi pascamelahirkan.
  3. Sejarah keluarga yang mengidap depresi.
  4. Mengalami stres di rumah atau di tempat kerja selama hamil.
  5. Kurang mendapat dukungan emosional.
  6. Memiliki masalah perkawinan atau masalah hubungan.

Sangat disarankan untuk mencari bantuan medis ke psikiater / psikolog, Anda memiliki beberapa gejala yang ada di dalam daftar tersebut. Apalagi jika keadaan semakin parah dan tidak ada perubahan selama beberapa minggu. Pengobatan dapat membantu penderita menjadi lebih baik, ibu dapat menikmati waktu bersama si buah hati dan suami. (jie)