Deteksi dini merupakan hal yang penting untuk menemukan kanker payudara ketika masih di stadium awal dan menentukan pengobatan yang tepat pada pasien. Sayangnya baru 5% wanita Indonesia yang tahu tentang deteksi dini kanker payudara.
Data Globocan tahun 2022 mengungkapkan bahwa jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 66.271 atau 16,2% dari total kasus kanker baru. Sementara itu, untuk jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22.598 kasus.
Namun, berdasarkan studi di jurnal BMC Cancer, hanya 5% perempuan Indonesia yang mengetahui mengenai pemeriksaan dini kanker payudara, seperti dengan metode ultrasonografi (USG) dan mamografi.
Ketua Scientific IICC (Indonesia International Cancer Conference), Prof. Dr. dr. Soehartati A. Gondhowiardjo, SpOnk.Rad (K) menjelaskan, “Kebanyakan pasien kanker yang diterapi sudah dalam stadium lanjut. Deteksi dini akan meningkatkan keberhasilan penanganan kanker payudara secara signifikan sebanyak 43%, jika pasien rutin melakukan deteksi dan menghindari faktor risiko penyebab kanker.”
Namun, lanjutnya, tenaga kesehatan juga perlu meningkatkan pengetahuan dan keahlian dalam melakukan deteksi dini maupun penanganan pasien kanker payudara, termasuk pengoperasian teknologi yang digunakan.
“Dengan bekal transfer of knowledge dan adaptasi terhadap teknologi terbaru sangatlah penting, saya optimis Indonesia bisa menurunkan angka kejadian kanker payudara,” kata Prof. Soehartati.
SADARI tiap selesai menstruasi
Kementerian Kesehatan RI telah mengenalkan deteksi dini kanker payudara melalui Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) dan Pemeriksaan Payudara secara Klinis (SADANIS) yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Selain itu, deteksi dini kanker payudara juga dapat dilakukan dengan metode mamografi, di mana melalui citra ultrasonografi dan mamografi, dokter bisa melihat jaringan yang tampak berbeda dari struktur sel normal.
Dokter Spesialis Radiologi Konsultan Payudara dan Reproduksi Perempuan, RS Kanker Dharmais, dr. Kardinah, SpRad PRP(K) menjelaskan, “SADARI sebaiknya dilakukan setiap kali selesai menstruasi (hari ke-10) dan dapat dilakukan setiap bulan sejak usia 20 tahun. Sedangkan pemeriksaan dengan USG dan mamografi dapat dilakukan setiap satu - dua tahun sekali pada perempuan mulai usia 40 tahun.”
Untuk melakukan SADARI, raba payudara dengan gerakan memutar (dari arah luar ke dalam atau sebaliknya). Pada payudara kanan, letakkan tangan kanan di bawah kepala, dan periksa payudara dengan tangan kiri; lakukan yang sebaliknya untuk payudara kiri.
Sementara pada prosedur mamografi, dilakukan dengan mengompresi (menekan) payudara. Ini bertujuan agar payudara berada sejauh mungkin dengan tulang dada, karena bisa mengganggu ‘pembacaan’. Tidak ada persiapan khusus; hanya hindari memakai deodoran atau bedak sebelum pemeriksaan karena bisa mengaburkan hasil. Jika sudah memakai, bisa dicuci sebelum pemeriksaan.
Pada wanita <30 tahun, pemeriksaan dengan USG. Pada usia ini jaringan payudara masih padat; sulit dideteksi dengan mamografi. USG payudara juga dilakukan pada wanita hamil dan menyusui.
Pada wanita yang sudah terdeteksi ada tumor di payudara melalui mamografi, USG digunakan sebagai diagnostik, untuk membedakan apakah massa tersebut berupa cairan atau padat.
Kemudian, pemeriksaan biopsi dilakukan untuk menilai sifat tumor; ganas atau jinak, dengan mengambil contoh jaringan tumor menggunakan jarum khusus. Pemeriksaan laboratorium untuk penanda tumor (tumor marker) 15-3, sebaiknya juga dilakukan.
Biopsi juga biasa digunakan untuk menilai keberhasilan terapi dan monitoring, bagi pasien kanker yang sudah menjalani terapi dan dinyatakan sembuh. ( (jie)
Baca juga: Tidak Selalu Benjolan itu Kanker