Diagnosis kanker yang tertunda dapat menyebabkan hasil perawatan yang lebih buruk bagi penderitanya. Jika ditemukan pada tahap awal, sebelum kanker bermetastasis, hasil akhir perawatan pasien biasanya lebih baik.
Sayangnya, pandemi COVID-19 membuat perawatan kanker secara global sangat terganggu. Hal ini secara signifikan berdampak pada kemungkinan untuk melakukan diagnosis dini guna mendapatkan hasil yang lebih baik bagi pasien.
Mengenali faktor risiko dan gejala kanker ovarium adalah langkah awal yang sangat penting dalam mewaspadai dan pencegahan kanker.
Kanker ovarium termasuk kanker yang banyak dialami perempuan, walau angkanya tidak setinggi kanker payudara dan serviks. GLOBOCAN tahun 2020 mencatat, kanker ovarium berada di peringkat 3 dari sisi insiden dan tingkat kematian untuk penyakit kanker pada wanita Indonesia.
Sayangnya kanker ovarium pada stadium awal menunjukkan gejala yang kurang khas, seperti sering buang air kecil, kembung, gampang kenyang saat makan dan nyeri panggul.
“Kanker ovarium jarang ditemukan pada stadium awal karena berkembang secara tersembunyi dan hampir tidak bergejala. Bila timbul gejala klinis, umumnya merupakan akibat dari pertumbuhan, perkembangan, serta komplikasi yang sering timbul pada tingkat stadium lanjut,” tutur dr. Pungky Mulawardhana, SpOG(K), dalam peluncuran Kampanye 10 Jari Mengenal Faktor Risiko dan Deteksi Dini Kanker Ovarium, Sabtu (29/5/2021).
Gejala yang muncul pada stadium lanjut antara lain adanya perubahan kebiasaan buang air besar, nyeri ketika melakukan hubungan seks, dan nyeri pinggang.
Dalam kampanye tersebut Ketua Himpunan Onkologi dan Ginekologi Indonesia (HOGI), Prof. Dr. dr. Andrijono, SpOG(K), menjelaskan gejala kanker ovarium sering disalahartikan dengan penyakit lain, sehingga sering luput dari perhatian, dan baru ditemukan ketika telah mencapai stadium lanjut.
Prof. Andrijono menekankan, “PAP Smear tes tidak dapat mendeteksi kanker ovarium dan tidak ada gejala spesifik sebagai penanda awal. Oleh karena itu Kampanye 10 Jari akan membantu perempuan lebih waspada terhadap kanker ovarium. Segera ke dokter, jika memiliki salah satu dari 6 faktor risiko, dan salah satu dari 4 gejala kanker ovarium.”
Sejauh ini kanker ovarium seringkali terdiagnosa secara kebetulan lewat USG rutin. Jika dokter menemukan hal yang mencurigakan ia akan menyarankan USG transvaginal /CT scan, pemeriksaan darah (tumor marker CA-125 dan HE4), dan diagnosis pasti dengan patologi anatomi. Pemeriksaan genetik (mutasi BRCA) bila ada riwayat keluarga positif.
Deteksi dini lewat 10 hal
Penyintas kanker ovarium, Shahnaz Haque mengatakan, “Saya terdiagnosa kanker ovarium tahun 1998 ketika usia 26 tahun. Kanker ovarium saya dapat ditangani dengan baik salah satunya karena terdeteksi sejak dini.”
“Memperhatikan dan melakukan pengecekan terhadap 10 hal dalam Kampanye 10 Jari merupakan upaya penting agar perempuan Indonesia bebas dari ancaman kematian akibat kanker ovarium.”
Kampanye 10 Jari adalah kampanye untuk mengenal 6 faktor risiko dan 4 tanda kanker ovarium. Enam faktor risiko kanker ovarium antara lain:
- Memiliki riwayat kista endometriosis
- Ada riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium dan kanker payudara (berisiko 2 kali lipat)
- Mengalami mutasi genetik (contoh BRCA; kemungkinan 11-40% dan pada usia lebih dini)
- Angka paritas (jumlah persalinan yang pernah dialami) rendah
- Gaya hidup buruk
- Pertambahan usia (80% kanker >50 tahun)
Empat tanda kanker kanker ovarium adalah:
- Kembung
- Nafsu makan berkurang
- Sering buang air kecil
- Nyeri panggul atau perut (jie)