pemeriksaan kehamilan yang aman selama pandemi

Bagaimana Pemeriksaan Kehamilan dan Persiapan Persalinan yang Aman Saat Pandemi

Masyarakat umumnya berpikir ibu hamil lebih rentan terpapar virus COVID-19, dibandingkan populasi umum. Faktanya pandangan tersebut salah. Yang lebih penting adalah selama pandemi, ibu hamil tetap perlu melakukan pemeriksaan kehamilan dan melakukan persiapan persalinan yang aman.

Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K), MPH, hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan bila wanita hamil lebih rentan tertular virus corona. Demikian pula ibu hamil yang positif COVID-19 lebih rentan keguguran.

Menurut riset belum terbukti bila infeksi SARS-CoV-2 pada kehamilan bersifat teratogenik (menyebabkan perkembangan tidak normal sel selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan embrio).

Tetapi studi mencatat bila infeksi virus corona dalam kehamilan bisa meningkatkan risiko kelahiran prematur, walau bisa juga disebabkan oleh keputusan terminasi kehamilan atas indikasi ibu, bukan semata-mata akibat infeksi COVID-19.

“Bukti terbaru menunjukkan kemungkinan virus dapat ditularkan secara vertikal,” kata dokter yang biasa dipanggil Iko ini, dalam seminar virtual dalam rangka Dies Natalis FKUI 2021, Senin (14/12/2020).

Untuk mengurangi risiko tersebut diperlukan pemeriksaan antenatal dan postnatal – yang merupakan pemeriksaan kehamilan dan persiapan persalinan – secara cermat. “Ibu harus tetap dimotivasi untuk tetap memantau kehamilannya selama pandemi dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan,” lanjutnya.

Untuk pemeriksaan kehamilan trimester pertama – selama pandemi – tidak dianjurkan, kecuali dibutuhkan pemeriksaan USG bila ada keluhan, serta kecurigaan terhadap kehamilan etopik (di luar rahim).

Pada trimester kedua (14-27 minggu), pemeriksaan kehamilan dilakukan melalui telekonsultasi. Kecuali, dijumpai keluhan atau kondisi gawat darurat. “Periksaan kehamilan tetap harus dilakukan untuk ibu hamil berisiko tinggi seperti ada riwayat hipertensi, diabetes atau pertumbuhan janin terhambat,” cetusnya.

Memasuki trimester ketiga (> 37 minggu), pemeriksaan kehamilan harus dilakukan dengan tujuan utama untuk persiapan persalinan.

Ketentuan itu juga berlaku bagi ibu hamil yang mengalami mual muntah hebat, perdarahan banyak, gerakan janin berkurang, ketuban pecah, nyeri kepala hebat, tekanan darah tinggi, hingga kontraksi berulang dan kejang.

Bila ibu hamil positif COVID-19

Lantas bagaimana bila seorang ibu terpapar virus corona selama kehamilan? Prof. Iko menjelaskan ibu harus dirawat di rumah sakit. Tes darah dan investigasi urin akan dilakukan ibu hamil.

Pemeriksaan kehamilan dan USG akan diberhentikan sementara sampai terlewati waktu 14 hari setelah terkonfirmasi COVID-19. Setelah 14 hari baru bisa melakukan USG untuk memantau kesehatan bayi dan ibu hamil.

Baca: Ini Yang Harus Dilakukan Ibu Hamil Bila Ia Positif COVID-19

Jika keadaan ibu hamil memburuk maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut oleh tim dokter. Ibu hamil ditempatkan di ruangan isolasi dan mendapatkan perawatan insentif.

Bila saat melahirkan masih positif COVID-19, maka proses persalinan akan dilakukan di ruang operasi bertekanan negatif dan tim medis memakai alat pelindung diri level 3.

“Setelah melahirkan ibu tetap dapat menyusui bayinya, walau masih positif COVID-19. Tetapi dengan catatan ibu wajib menggunakan face shield dan masker N95, sedangkan bayinya memakai pelindung face shield neonatus.”

“Ibu dan bayi ditempatkan di ruang isolasi terpisah. Ibu juga tidak diperkenankan untuk melakukan inisiasi menyusui dini (IMD),” terang Prof. Iko.

Setelah pulang ke rumah, sang ibu tetap harus melakukan isolasi sementara waktu, sampai dinyatakan negatif. (jie)