Hipertensi paru adalah salah satu penyakit ‘langka’. Penderita kerap tidak menyadari ia mengidap hipertensi paru. Apa bedanya dengan hipertensi pada umumnya.
Hipertensi paru (pulmonary hypertension) berbeda dengan dengan hipertensi pada umumnya yang diukur menggunakan tensimeter di lengan. Terjadi karena pembuluh darah dari jantung ke paru-paru menyempit/menebal. Akibatnya, jantung kanan harus bekerja ekstra keras untuk memompa darah ke paru.
Kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan darah di paru; > 25/18 mmHg. “Pada paru, tekanannya tidak boleh lebih dari 25/18 mmHg. Naik sedikit saja bisa menyebabkan organ paru rusak,” papar Prof. Dr. dr. Bambang Budi Siswanto, Sp.JP(K), FAsCC, FAPSC, FACC.
Penyakit ini sering diderita pada usia muda, lebih banyak menyerang perempuan dibanding laki-laki (2:1). Angka kejadiannya 15-50 kasus per 1 juta penduduk. Kerap dikaitkan dengan penyakit jantung bawaan, bentuk sel darah merah yang abnormal (sickle cell), HIV dan kelainan jaringan ikat (systemic sclerosis) yang mempengaruhi paru-paru. Riwayat hipertensi paru dalam keluarga, penyakit paru, penggunaan napza dan pemakaian obat pelangsing.
“Pada tahap lanjut hipertensi paru menyebabkan gagal (pembengkakan) jantung kanan,” tegas Prof. Bambang.
Terdapat 3 periode penyakit ini menunjukkan gejala. Pertama saat bayi, ditunjukkan dengan kesulitan menyusu. Napsu makan bayi tinggi, namun gampang lelah saat menyusu. Kedua, dimasa pubertas. Berat dan tinggi badan kurang dari anak-anak seusianya. Ketiga, dimasa kehamilan. Lewat pemeriksaan kehamilan diketahui seseorang menderita hipertensi paru.
Tanda-tanda paling kentara adalah gampang lelah tanpa sebab, sesak napas saat/setelah aktivitas, pusing hingga pingsan, bengkak di perut sampai kaki, perut begah, detak jantung tak beraturan, bibir dan kuku biru (karena aliran darah tidak lancar).
Jika penyakit ini diketahui sejak awal, dapat diobati sehingga menghambat progresifitas penyakit. Pengobatan dilakukan seumur hidup, bertujuan untuk mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
Perubahan gaya hidup mutlak perlu dilakukan oleh penderita hipertensi paru, yakni dengan 5H3B. Hemat air; 1,5 liter/hari atau sesuai petunjuk dokter. Hemat garam, karena ia mengikat air dan memperberat kerja jantung. Hemat lemak jenuh, terutama pada pasien jantung agar aliran darah semakin lancar. Hemat tenaga dengan ‘mendengarkan’ sinyal tubuh; berhenti aktivitas saat kelelahan. Dan, hemat pikiran alias kendalikan stres. Jangan lupa, banyak buah-sayur, banyak ibadah dan bersyukur, serta banyak senyum.
“Latihan pernapasan dengan 5 detik ambil napas, 2 detik tahan, dan buang napas selama 5 detik dapat membantu kekuatan otot paru,” papar Dhian Deliani, Sekretaris Yayasan Hipertensi Paru Indonesia. (jie)