Demam berdarah dengue (DBD) biasa dianggap sebagai penyakit musiman, yang biasanya mencapai puncaknya di musim hujan. Namun ternyata, tren terbaru menunjukkan bahwa wabah DBD kini bisa terjadi sepanjang tahun.
Sebuah penelitian di Brasil (2023) menunjukkan, secara umum memang dengue mengalami fluktuasi musiman. Namun peningkatan suhu global telah memperpanjang masa penularan virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk A. aegypti ini, sehingga wabah DBD jadi lebih sering dan meluas.
Insiden dengue secara global meningkat cukup signifikan selama dua dekade terakhir, hingga menimbulkan tantangan kesehatan masyarakat yang cukup besar. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lonjakan sepuluh kali lipat dalam kasus yang dilaporkan di seluruh dunia dari tahun 2000 - 2019. Yaitu dari 500.000 kasus menjadi 5,2 juta. Per April 2024, telah dilaporkan >7,6 juta kasus; termasuk 3,4 juta kasus yang dikonfirmasi, lebih dari 16.000 kasus yang parah, dan lebih dari 3.000 kematian.
Bagaimana di Indonesia? Tim Kerja Arbovirosis Dirjen P2P Kemenkes Agus Handito mengungkapkan, dengue masih menjadi masalah kesehatan yang cukup tinggi, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa dan kematian di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sampai minggu ke-42 di 2024, tercatat 203.921 kasus dengue di 482 kabupaten/kota di 36 provinsi, dengan 1.210 kematian di 258 kabupaten/kota di 32 provinsi. Angka tersebut lebih tinggi dari akumulasi kasus sepanjang tahun 2023 yaitu 114.720 kasus terkonfirmasi dengue dengan 894 kematian.
“Saat ini, prevalensi dengue di Indonesia menunjukkan tantangan yang serius. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini, terutama terkait Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), kita masih melihat angka kasus yang fluktuatif setiap tahunnya,” ujarnya, dalam diskusi bertajuk Lindungi Keluarga dari Ancaman DBD di Peringatan Hari Kesehatan Nasional di Jakarta, Sabtu (9/11).
Melindungi Anak dari Wabah DBD
Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), Msi dalam kesempatan yang sama menyatakan, DBD masih jadi ancaman bagi kesehatan ana-anak. “Terutama yang berada di sekolah karena nyamuk itu menggigitnya di pagi hari, saat anak di sekolah. Sekitar 50% kasus kematian akibat dengue terdapat pada kelompok anak sekolah usia 5 - 14 tahun,” paparnya.
Prof. Miko, begitu ia biasa disapa, membagikan tips langkah sederhana untuk melindungi anak dari wabah DBD berikut ini.
1. Lindungi anak dari gigitan nyamuk
“Saat anak di sekolah, pakaikan losion anti nyamuk. Kalau di rumah, pakailah kelambu saat tidur,” ujarnya. Ia juga menyarankan untuk sedia raket nyamuk di rumah, dan sebisa mungkin memakaikan anak pakaian lengan panjang dan celana panjang.
2. Ciptakan lingkungan bebas nyamuk
Prof. Miko mengingatkan untuk memberantas sarang nyamuk secara rutin. Yaitu dengan membersihkan dan menguras tempat penampungan air seperti bak mandi dan tatakan dispenser, serta menghindari tumpukan barang bekas yang bisa menimbulkan genangan air.
Peliharalah ikan pemakan jentik di kolam ikan dan pot-pot tanaman air di rumah. memelihara tanaman pengusir nyamuk seperti sereh, lavender, zodia, dan rosemary juga sangat bermanfaat. Bonusnya, udara di sekitar rumah pun menjadi wangi.
Perlukah melakukan fogging? “Fogging hanya membunuh nyamuk dewasa, tapi tidak bisa memberantas jentik. Fogging hanya dilakukan ketika ada kasus dengue di lingkungan tersebut,” imbuh Prof. Miko.
3. Memelihara nyamuk ber-Wolbachia
Pemerintah telah mulai menjalankan program pelepasan nyamuk ber-Wolbachia di beberapa darah. Ini adalah nyamuk A. aegypti yang telah diinfeksi oleh bakteri Wolbachia. Tak perlu takut, bakteri Wolbachia pada nyamuk tidak akan menimbulkan penyakit pada manusia. Bakter tersebut berfungsi menghambat pertumbuhan virus dengue di nyamuk, sehingga kadar virus pada liur nyamuk sangat rendah, dan tidak cukp untuk menyebabkan infeksi dengue pada manusia.
Nyamuk ber-Wolbachia betina yang kawin dengan nyamuk jantan liar akan menghasilkan keturunan dengan Wolbachia di tubuhnya. Adapun nyamuk ber-Wolbachia jantan bila kawin dengan nyamuk betina yang ada di lingkungan, akan menghasilkan telur yang tidak menetas sehingga mengurangi populasi nyamuk.
4. Vaksinasi dengue
“Vaksinasi juga menjadi cara yang efektif untuk melindungi anak-anak dari DBD,” ujar Prof. Miko. Vaksin dengue yang saat ini tersedia, telah mendapat izin dari BPOM, dan dapat diberikan kepada anak sejak usia 6 tahun. “Vaksin ini melindungi dari keempat serotipe virus dengue, dan direkomendasikan oleh IDAI sejak 2023. Anak bisa langsung divaksin, tidak perlu memeriksa status dengue-nya dulu,” imbuh Prof. Miko.
Vaksin diberikan dalam dua dosis, dengan jarak 3 bulan antara dosis pertama dengan dosis kedua. Vaksinasi terbukti dapat mengurangi risiko terkena DBD hingga 84%. “Memang tidak 100%; tidak ada vaksin yang memberikan perlindungan 100%. Tapi anak yang divaksin, penyakitnya jauh lebih ringan bila terkena DBD dibandingkan yang tidak vaksin,” tutur Prof. Miko.
Vaksin memberikan perlindungan secara instan; dalam 2 minggu setelah vaksinasi, antibodi terhadap virus dengue sudah mulai terbentuk. Sejauh ini, vaksin bisa melindungi sampai 5 tahun, dan tidak perlu booster atau penguat.
Perlu Upaya Lebih untuk Target Nol Kematian
Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht mengapresiasi upaya Indonesia melawan DBD. “Namun perlu usaha lebih untuk mencapai target Nol Kematian akibat Dengue pada 2030,” ujarnya.
Ia melanjutkan, edukasi mengenai dengue kepada masyarakat pun sudah sangat baik. “Kesadaran keluarga dan masyarakat soal vaksin pun makin baik. Beberapa perusahaan bahkan mulai mengadakan program vaksinasi. Lebih lagi, tiga pemerintah daerah sudah memulai program vaksinasi yaitu di Balikpapan, Samarinda, dan Probolinggo,” tutur Andreas. Ia berharap, hal tersebut bisa menjadi momentum yang baik untuk mencapai target Nol Kematian akibat Dengue.
Vaksin dengue bisa menjadi tambahan untuk melindungi anak dari wabah DBD. Vaksin ini juga bisa untuk usia dewasa, hingga usia 45 tahun. Saat ini, vaksin belum ditanggung oleh pemerintah sehingga harus dibayar secara mandiri. Semoga di masa mendatang, vaksin ini bisa menjadi program nasional untuk anak sekolah. (nid)
____________________________________________
Ilustrasi: Image by jcomp on Freepik