Sifilis Kongenital, Janin Tertular Sifilis dari Ibu via Plasenta
sifilis_kongenital

Sifilis Kongenital, Janin Tertular Sifilis dari Ibu via Plasenta

Bayi yang lahir dari ibu yang menderita sifilis bisa mengalami sifilis kongenital. Seperti diketahui, sifilis secara umum ditularkan lewat dua cara: kontak seksual, dan dari ibu hamil ke janin melalui plasenta.

Menurut Dr. dr. Wresti Indriatmi, Sp.KK(K), M.Epid, sifilis kongenital sudah jarang ditemukan di Indonesia. “Namun di banyak negara misalnya Amerika, sifilis kongenital makin meningkat, sehingga sudah menjadi perhatian,” ujarnya.

Untuk itu Organisasi Kesehatan Dunia WHO membuat program triple elimination. Yakni pemeriksaan sifilis, HIV, dan hepatitis B pada ibu hamil. Program ini juga mulai dijalankan oleh Kementrian Kesehatan. Dengan demikian, ketiga penyakit tersebut bisa dideteksi sejak awal, sehingga bisa segera dilakukan intervensi untuk menyelamatkan bayi saat lahir nanti.

 

Dampak sifilis kongenital

Sifilis kongenital bisa menimbulkan berbagai komplikasi pada janin maupun bayi. Bisa terjadi abortus (keguguran) saat janin masih dalam kandungan. Bayi bisa lahir premature, atau mati saat dilahirkan. Bila bayi berhasil lahir dengan selamat, ia bisa lahir dengan cacat bawaan. Misalnya osteitis (peradangan pada tulang), dan tuli, dan lain-lain. “Organ tubuh bayi yang terkena bisa bermacam-macam: jantung, paru, saluran cerna, ginjal, pankreas, susunan tulang,” tutur Dr. dr. Wresti.

Anak tunggal Al Capone yang dikenal dengan nama panggilan Sonny, mengalami sifilis kongenital. Membuatnya sakit-sakitan, dan mengalami infeksi mastoid (tulang di belakang telinga) pada usia 7 tahun. Ia selamat dari operasi berisiko untuk mengatasi infeksi tersebut, tapi pendengaran di telinga kirinya tidak bisa diselamatkan. Tidak dijelaskan bagaimana pengaruh lain dari sifilis kongenital terhadap kesehatan Sonny. Sonny tutup usia pada 2004, di usia 86 tahun.

Sifilis kongenital juga bisa memengaruhi fisik bayi. “Ciri khas pada gigi, gigi depan berlegok-legok. Atau mulberry molar, yaitu tonjolan pada gigi geraham banyak sekali,” ungkap dr. Anthony Handoko, Sp.KK, FINDSV, CEO Klinik Pramudia, dalam diskusi “Sifilis, Silent Disease, si Perusak Organ” beberapa waktu lalu. Ciri lain, hidung anak sangat pesek. Tidak memiliki batang hidung, hanya ada cuping hidung saja.

Mungkin saja pertumbuhan dan perkembangan otak janin terganggu. “Kalau bakteri yang masuk ke janin banyak sekali, bisa saja ia kena gangguan organ, termasuk otak. Bisa terjadi retardasi mental, atau otaknya tidak tumbuh dengan sempurna,” tutur dr. Anthony.

 

Mendeteksi dan mencegah sifilis kongenital

“Sebelum nikah, lakukanlah tes sifilis,” tegas dr. Anthony. Ini berlaku untuk calon penganting perempuan maupun laki-laki. Bila dideteksi ada sifilis, bisa segera dilakukan pengobatan sehingga saat menikah nanti, tidak menularkan ke pasangan maupun anak kelak.

Dokter juga akan menyarankan pemeriksaan sifilis saat hamil, bersamaan dengan hepatitis B dan HIV. Lakukanlah pemeriksaan setelah usia kehamilan >12 minggu, setelah plasenta terbentuk, karena penyakit ditularkan melalui plasenta.

Ibu hamil yang didiagnosis sifilis bisa segera diobati. Jangan takut, injeksi penisilin sama sekali tidak membahayakan janin. “Malah, janin ikut sembuh karena mendapat antibiotik melalui plasenta,” imbuh dr. Anthony.

Setelah lahir, bayi akan dimonitor. Status sifilisnya segera diperiksa, dan perkembangannya akan terus dipantau dengan berbagai pemeriksaan. Bila bayi dideteksi mengalami sifilis kongenital, pengobatannya sama: injeksi penisilin. Tentu dengan dosis khusus untuk bayi.

Apakah ibu yang menderita sifilis bisa menyusui bayinya? “Ya. Sifilis maupun pengobatannya tidak memengaruhi ASI,” tandas Dr. dr. Wresti. Namun bila ada luka akibat sifilis di payudara, maka ibu tidak boleh menyusui. “Memberi ASI perah pun tidak boleh karena saat payudara dipompa, kuman bisa ikut masuk ke ASI melalui luka tersebut,” pungkasnya. (nid)

___________________________________________

Ilustrasi: Baby photo created by onlyyouqj - www.freepik.com