Media sosial belakangan ini diramaikan dengan unggahan terkait ASI bubuk untuk memperpanjang masa simpan ASI. Air susu ibu ini dirubah menjadi bubuk menggunakan teknik freeze drying.
Teknik ini dilakukan dengan membekukan ASI pada suhu minus 40 – 50 derajat celcius, kemudian air dihilangkan lewat proses sublimasi. Metode yang disebut juga lyophilization, memungkinkan ASI memiliki waktu simpan yang lebih lama, dari 6 bulan menjadi 3 tahun.
Dengan merubahnya menjadi ASI bubuk, harapannya adalah ibu bisa lebih leluasa/nyaman memastikan kebutuhan ASI untuk bayinya di luar masa cuti melahirkan. Sekaligus menghemat ruang penyimpanan ASI.
Karena sudah menjadi susu bubuk, penyimpanan tidak membutuhkan lemari pendingin; disimpan seperti layaknya susu bubuk biasa. Saat akan diberikan ke si kecil, hanya butuh dilarutkan kembali dengan air.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Naomi Esthernita Fauzia Dewanto, SpA(K), mengatakan hingga saat ini belum ada penelitian yang menjelaskan soal manfaat dan dampak dari proses tersebut.
"Tanda bukti penelitian yang memadai, hingga saat ini belum jelas apakah freeze-dryed ASI memiliki rasio protein, lemak, karbohidrat yang tepat sebagai sumber nutrisi penting yang dibutuhkan bayi, berikut zat aktif untuk kekebalan tubuh dan tumbuh kembang bayi," kata dr Naomi dalam keterangan pers.
Kualitas ASI bubuk tetap sama?
Satgas ASI IDAI, lewat keterangan persnya (9/5/2024 lalu) menjelaskan metode pembekuan tersebut telah diteliti dapat menimbulkan serangkaian perubahan fisik pada komponen utama ASI. Seperti pecahnya membran gumpalan lemak dan perubahan misel (partikel-partikel koloid) kasein (protein susu), penurunan komposisi faktor bioaktif protein seiring lamanya penyimpanan beku.
Walau teknik freeze-dryed ini dinyatakan dapat mempertahankan struktur molekul susu, namun mengingat penggunaan suhu tinggi saat proses pengeringan (untuk menghilangkan air), teknik ini bisa memiliki dampak pada rasa dan kualitas ASI.
Metode freeze driying juga tidak melalui prosedur pasteurisasi yang biasa dilakukan untuk membunuh bakteri berbahaya. “Dalam hal ini pasteurisasi sengaja dihindari untuk menjaga produk vital yang ada dalam ASI. Dengan demikian maka risiko kontaminasi tetap menjadi ancaman, khususnya pada saat rekonsiliasi penambahan air pada bubuk ASI sebelum dikonsumsi bayi,” IDAI menjelaskan.
Bukan sekedar menyusui
Ahli gizi masyarakat Dr. dr. Tan Shot Yen, M.hum, berkomentar makna ASI lebih dari sekedar susu (makan bayi), tetapi cairan hidup.
“(ASI) setiap saat berubah. Setiap waktu merupakan komposisi dinamis antara kebutuhan bayi dan sinyal ibu yang merespons. Cairan hidup mengandung komponen hidup – yang mati tak guna jika direbus, apalagi dibikin jadi produk.”
“Menyusui tidak sama dengan sekedar memberi makan. Tetapi ada bonding di situ. Ada komitmen di situ. Ada pembelajaran bagi ibu dan anak dalam setiap proses bayi menyusu” ujar dr. Tan lewat akun Instagramnya.
Menyusui dan memerah ASI untuk si kecil mungkin terasa melelahkan, dan bisa dimengerti bila ibu ingin mencari cara termudah untuk memastikan bayi tetap memperoleh ASI. Teknik freeze drying – mengubah menjadi ASI bubuk – berpotensi menjawab kebutuhan ibu terkait penyediaan ASI.
Namun, temuan ini adalah metode yang relatif baru, belum lengkap pembuktiannya melalui riset ilmiah, sehingga belum ada rekomendasi dari organisasi kesehatan di dunia, seperti CDC, AAP, FDA, atau IDAI di Indonesia. (jie)