Periode emas perkembangan anak dimulai sejak dalam kandungan hingga 2 tahun pertama kehidupan (1000 hari pertama). Tetapi orangtua perlu memahami bila perkembangan otak anak tidak berhenti di usia 2 tahun.
Charles A. Nelson, dalam buku Handbook of Early Childhood Intervention menjelaskan perkembangan kognitif anak terus berkembang pesat, di mana 90% perkembangan otak anak tercapai di usia 5 tahun. Studi lain juga menyebutkan bila anak usia prasekolah (3-5 tahun), 80% kognitif anak berkembang pesat, terutama dalam lonjakan kosakata.
Saat lahir, biasanya otak bayi berukuran sekitar seperempat dari ukuran otak orang dewasa. Pada tahun pertama ukurannya menjadi dua kali lipat. Pada usia 3 tahun ia terus tumbuh menjadi sekitar 80% dari ukuran dewasa dan 90% tumbuh dewasa pada usia 5 tahun.
Perkembangan otak anak sangat tergantung pada asupan nutrisi dan stimulasi yang diberikan. Dr. Putu Ayuwidia Ekaputri, MSc in Cognitive Neuroscience mengatakan, “Dalam menunjang kesiapan anak masuk sekolah, penting bagi orangtua untuk memahami bahwa nutrisi yang optimal harus berlanjut bahkan setelah usia 2 tahun, atau saat memasuki tahap prasekolah.”
Hal ini dikarenakan pada periode tersebut anak semakin aktif bermain, dan belajar hal-hal baru. Anak usia prasekolah mulai mengembangkan kemampuan bahasa, kognitif, motorik, sosial dan emosionalnya. Sehingga kebutuhan nutrisinya menjadi lebih meningkat dari sebelumnya.
“Pada periode ini, otak anak masih terus membutuhkan dukungan nutrisi untuk bisa berkembang dengan optimal. Nutrisi penting untuk perkembangan maksimal kognitif seperti omega-3 dan zat besi masih sangat dibutuhkan,” ujar dr. Widia.
Namun perhatian orangtua di Indonesia terhadap kebutuhan nutrisi masih sering terabaikan ketika anak menginjak usia prasekolah. Penelitian tahun 2016 menunjukkan bahwa 8 dari 10 anak berusia 4-12 tahun di Indonesia, masih kekurangan asupan omega-3. Studi yang diterbitkan di British Journal of Nutrition ini melibatkan 45.821 anak.
Di otak, omega-3 penting untuk fluiditas membran sel, fungsi dan pelepasan neurotransmitter. Penelitian di jurnal Nutrient menyebutkan asupan omega-3 yang rendah meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan mental, termasuk attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), autisme, gangguan bipolar hingga depresi.
Tidak hanya itu, anak juga perlu dukungan nutrisi lainnya mulai dari protein, lemak sehat, kalsium, vitamin C dan D yang juga memiliki peran penting dalam pertumbuhan tulang, dan gigi serta mengatur fungsi syaraf dan jaringan otot.
Untuk itu, penting bagi orangtua untuk memperhatikan menu makan dengan gizi seimbang dan jika perlu bisa dilengkapi dengan mengonsumsi susu pertumbuhan yang terfortifikasi.
Sumber DHA
Asam lemak omega-3 terdiri dari ALA (alpha-linolenic acid), EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA (docosahexaenoic acid). Sebenarnya omega-3 dapat dibentuk di dalam tubuh. Namun, proses pembentukannya tidak efisien sehingga ilmuwan menyarankan untuk memperoleh omega-3 dari asupan makanan.
Omega-3 sangat penting untuk menjaga/meningkatkan fungsi otak, bahkan di segala usia. EPA dan DHA tampaknya memiliki peran penting dalam perkembangan otak bayi. Faktanya, beberapa penelitian telah menghubungkan asupan ikan/suplemen minyak ikan selama periode kehamilan dengan skor yang lebih tinggi untuk anak-anak mereka pada tes kecerdasan dan fungsi otak pada anak usia dini.
Asam lemak ini juga penting untuk pemeliharaan fungsi normal otak sepanjang hidup. Mereka berlimpah di membran sel sel otak, menjaga kesehatan membran sel dan memfasilitasi komunikasi antarsel otak.
Sumber alami omega-3 utama adalah berbagai jenis ikan, terutama ikan yang berlemak seperti salmon, tuna dan makarel. Selain ikan ada pada daging sapi, kedelai Jepang (edamame), telur ayam, alpukat, kacang walnut atau biji chia. (jie)