Pandemi yang sudah berlangsung sejak awal tahun 2020 lalu berdampak di berbagai lini kehidupan, tak terkecuali anak-anak. Mereka kehilangan waktu bermain bersama teman/saudara, hingga harus belajar dengan sistem daring. Terbaru, penelitian menunjukkan kasus rabun jauh pada anak-anak juga meningkat akibat pandemi.
Selama tahun lalu, para peneliti di Hong Kong mendeteksi peningkatan pesat kasus rabun jauh (miopia), di antara 709 anak-anak usia antara enam hingga delapan tahun.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kasus rabun jauh naik hingga 10%, mempengaruhi hampir seperlima partisipan riset tersebut. Riset ini diterbitkan di British Journal of Ophthalmology.
Meskipun tidak bisa bisa disimpulkan bila pandemi secara langsung picu kenaikan kasus rabun jauh, lebih sering menghabiskan waktu di luar ruangan diketahui mengurangi risiko miopia. Sebaliknya mengerjakan ‘pekerjaan dekat’ seperti membaca, menulis atau menatap layar gawai cenderung meningkatkan risiko.
Bahkan, riset lain oleh Katie M Williams, dkk, menyimpulkan kurangnya waktu beraktivitas di luar ruang bisa menjadi indikator rabun jauh yang lebih besar daripada faktor genetik.
Oleh karena itu, ada kemungkinan penutupan sekolah- diganti metode belajar daring – dan pembatasan aktivitas luar ruang akibat pandemi menyebabkan kenaikan rabun jauh di kalangan anak-anak baru-baru ini.
“Walau penutupan sekolah dan karantina rumah selama pandemi tidak akan selamanya, peningkatan penggunaan dan ketergantungan pada piranti digital, serta perubahan perilaku akibat karantina rumah yang diperpanjang, mungkin memiliki efek jangka panjang pada perkembangan rabun jauh di populasi anak-anak,” tulis peneliti dalam makalah mereka.
Dalam riset tersebut terlihat bila anak-anak di Hong Kong menghabiskan 68% lebih sedikti waktu di luar rumah selama pandemi, dari rata-rata satu seperempat jam di luar ruangan menjadi hanya 24 menit sehari.
Waktu menatap layar gawai, sebaliknya, naik hampir tiga kali lipat, dari rata-rata 2,5 jam per hari menjadi tujuh jam per hari.
Anak-anak yang tinggal di Hong Kong sudah menghabiskan lebih banyak waktu di dalam rumah, dibandingkan tempat lain di dunia. Di kota yang padat penduduk ini, tidak banyak ruang terbuka untuk bermain, dan pandemi memperburuk masalah ini.
Epidemi rabun jauh
Saat ini rabun jauh bahkan dianggap penyakit epidemi di China. Lebih dari 90% orang muda mengalami miopia, menyebabkan generasi berikutnya rentan terhadap gangguan mata ini selama hidup mereka.
Dikutip dari Science Alert, setiap tahun, ratusan ribu siswa di China menjalani tes mata untuk mendeteksi kondisi yang meluas ini. Mirip dengan hasil riset terbaru dari Hong Kong, program mata nasional juga mengungkapkan peningkatan signifikan kejadian rabun jauh.
Prevalensi rabun jauh pada anak usia enam tahun di China naik hingga 3 kali lipat selama lockdown tahun 2020.
“Pergeseran kasus rabun jauh yang substansial ini tidak terlihat dalam perbandingan tahun-tahun lainnya, membuat penyebabnya mungkin karena karantina rumah pada tahun 2020,” bunyi laporan yang terbit awal tahun ini. (jie)