Melindungi Bayi Prematur dari Bahaya RSV yang Belum Ada Vaksinnya

Melindungi Bayi Prematur dari Bahaya RSV yang Belum Ada Vaksinnya

Setiap tahun, lebih dari 675.000 bayi lahir prematur di Indonesia, menempatkan Indonesia pada peringkat ke-5 di dunia dengan jumlah kelahiran prematur tertinggi. Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu. Lantaran lahir di usia yang dini, sistem kekebalan tubuh mereka belum sempurna.

“Bayi prematur memiliki risiko lebih tinggi karena paru-parunya belum berkembang sempurna,” ungkap Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A, Subsp. Neo., Dokter Spesialis Anak Subspesialis Neonatologi. Selain itu, bayi prematur juga belum sempat menerima transfer antibodi pelindung dari ibunya secara optimal selama masa kehamilan, sehingga sistem kekebalan tubuh mereka masih sangat lemah dan rentan terhadap berbagai infeksi.

“Dibandingkan bayi cukup bulan, mereka memiliki kemungkinan dua hingga tiga kali lebih besar untuk dirawat di rumah sakit akibat infeksi RSV pada tahun pertama kehidupannya,” papar Prof. Rina. Infeksi RSV pada bayi yang lahir prematur, sering kali berkembang dengan cepat dan dapat memerlukan perawatan yang lebih lama serta intensif.

Hal senada diungkapkan oleh Prof. dr Cissy Rachiana Sudjana Prawira, Sp.A(K), MSc, Ph.D., Dokter Spesialis Anak Konsultan Respirologi Anak. “Pada anak risiko tinggi sakit akibat RSV lbih berat. Yang termasuk berisiko tinggi yaitu bayi prematur, serta bayi/anak dengan kelainan paru kronis, penyakit bawaan, gangguan imunologi, atau kanker,” tuturnya, dalam edukasi media di Jakarta (20/11/2025).

Gejala RSV bisa mengenai sepanjang saluran napas, dari hidung sampai paru-paru. “Bisa pilek seperti selesma, hidung meler, batuk. Tapi pada bayi yang lecih kecil, bisa terjadi pneumonia dan bronchiolitis. Gejalanya, napas berbunyi atau mengi, seperti asma,” papar Prof. Cissy.

Prof. dr Cissy Rachiana Sudjana Prawira, Sp.A(K), MSc, Ph.D, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A, Subsp. Neo, dan dr. Feddy / Foto: Weber Shandwick

Melindungi Bayi Prematur dari Bahaya RSV

Hingga kini, belum ada vaksin RSV untuk bayi dan anak. Vaksin yang tersedia yaitu untuk orang dewasa, yang bisa diberikan saat hamil trimester 3 mendekati persalinan, yaitu di usia kehamilan 32 – 36 minggu. Perlu diingat, vaksin membutuhkan dua mingu untuk membentuk antibodi. Jadi bila bayi lahir prematur sebelum dua minggu setlah ibu vaksinasi RSV, ia belum mendapatkan antibodi untuk penyakit tersebut.

Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk melindungi bayi prematur dari bahaya RSV? “Di sinilah peran imunisasi pasif. Imunisasi pasif berisi antibody yang sudah siap pakai, jadi begitu ada virus, bisa langsung melawan,” terang Prof. Cissy.

Ini berbeda dengan imunisasi aktif (vaksin), yang merangsang pembentukan antibodi dari tubuh sendiri, dan butuh waktu sekitar dua minggu untuk akbibodi terbentuk. Pada imunisasi pasif, yang disuntikkan adalah antibodi yang sudah jadi.

“Berdasarkan Konsensus RSV Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2024, identifikasi dini RSV dan pemberian antibodi monoklonal seperti Palivizumab sebagai profilaksis infeksi RSV berat, direkomendasikan bagi bayi dengan risiko tinggi. Kelompok ini termasuk, bayi prematur, bayi dengan kondisi bronchopulmonary dysplasia (BPD) serta bayi yang memiliki penyakit jantung bawaan,” imbuh Prof. Cissy.

Di negara-negara maju, bayi yang lair prematur langsung diberikan imunisasi pasif RSV sebelum mereka pulang, untuk melindungi mereka dari RSV di lingkungan sekitar. Karena tidak merangsang pembentukan antibodi, imunisasi pasif hanya bertahan selama sebulan.

Untuk RSV, imunisasi pasif diberikan setiap bulan, sebanyak 3 – 5 kali. “Biasanya saya sarankan empat kali. Namun tentu saja harus dipertimbangkan kondisi masing-masing keluarga, karena harganya sangat mahal, dan belum ditanggung pemerintah,” ugkap Prof. Rina.

Setelah diberikan sebanyak 3 – 5 kali, apakah imunisasi pasif RSV masih bisa diberikan lagi, agar bayi terlindung selama setahun penuh? “Kita perhitungkan juga bulan ketika bayi lahir. Kalau dia lahir di bulan September sampai Januari, kita bisa berikan empat kali, misalnya, karena pada bulan-bulan itu biasanya RSV lebih banyak. Di tahun berikutnya, bayi sudah lebih besar sehingga lebih kuat,” papar Prof. Rina.

Di negara empat musim, kasus RSV meningkat sepanjang musim gugur hingga musim dingin, dan hilang di musim semi dan panas. “Kita di Indonesia, virus ini ada sepanjang tahun. Namun di musim hujan, angkanya meningkat,” imbuhnya.

Imunisasi pasif untuk RSV sudah sekitar 20 tahun lalu digunakan di banyak negara, tapi baru masuk Indonesia sekarang karena baru diteliti bahwa ternyata virus ini juga cukup banyak menjangkiti bayi-bayi kita. “Upaya mengurangi risiko infeksi RSV tidak hanya bergantung pada tindakan berbasis klinis, tetapi juga pada kesadaran dan langkah preventif orang tua. Sebagai garda terdepan dalam menjaga kesehatan anak, orang tua berperan penting dalam memahami cara penularan virus dan membiasakan perilaku hidup bersih sejak dini. AstraZeneca Indonesia berkomitmen mendukung edukasi berkelanjutan untuk meningkatkan pemahaman dan perlindungan bagi bayi berisiko tinggi,” pungkas dr. Feddy, Medical Director AstraZeneca Indonesia. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Image by rawpixel.com on Freepik