orang indonesia berisiko osteoporosis
orang indonesia berisiko osteoporosis

2 Dari 5 Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Ayo Mulai Aktif Jalan Kaki

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan dua dari lima penduduk Indonesia berisiko alami osteoporosis. Mereka yang jarang jalan kaki berisiko 1,4 kali lebih tinggi. 

Data lain dari kampanye yang dilakukan oleh PEROSI (Perhimpunan Osteoporosis Indonesia) bersama Anlene™ ini menunjukkan lebih dari 50% partisipan berisiko osteoporosis. Mereka melakukan pengukuran kepadatan tulang (bone scan) terhadap lebih dari 500 ribu orang di 16 kota.

Dari data tersebut ditemukan bahwa Gen X punya risiko osteoporosis dua kali lebih tinggi dibandingkan generasi Milenial, dan hampir 2,7 kali lebih besar dibanding Gen Z. Ini mengkhawatirkan. 

Baca: Awas, Remaja Juga Berisiko Osteoporosis

Khusus di Jakarta, lebih dari 60% peserta terdeteksi berisiko osteoporosis, dan mereka yang jarang berjalan kaki punya risiko 1,4 kali lebih tingggi dibanding yang aktif jalan kaki. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, menyampaikan “Dua dari lima penduduk Indonesia berisiko mengalami osteoporosis, sehingga hal ini menjadi perhatian pemerintah untuk mendorong pencegahan sejak dini.” 

Osteoporosis termasuk sebagai silent disease – tidak menimbulkan gejala hingga terjadi patah tulang – dan dapat memengaruhi produktivitas masyarakat. “Pemerintah terus mendorong pencegahan (osteoporosis) melalui aktivitas fisik teratur, serta pemenuhan nutrisi seperti kalsium, vitamin D dan protein,” dr. Nadia menambahkan. 

Risiko osteoporosis bergantung pada bagaimana kita menjaga kesehatan tulang di masa muda. Di usia muda, tubuh akan membuat tulang baru lebih cepat dan kepadatan tulang meningkat. Setelah awal usia 20-an, proses ini melambat, dan kebanyakan orang mencapai puncak massa tulang pada usia 30 tahun. Setelah usia ke-35, kepadatan tulang terus berkurang 0,3% - 0,5% per tahun.

Ketua Umum Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI), Dr. dr. Tirza Z. Tamin, Sp.KFR, M.S(K), FIPM(USG), menjelaskan “Sering disebut sebagai silent disease, osteoporosis hampir tidak menimbulkan gejala pada tahap awal, namun dapat meningkatkan risiko patah tulang yang bisa mengganggu kualitas hidup seiring bertambahnya usia. Karena itu, penting untuk melakukan pencegahan sejak dini.” 

Patah tulang pada kasus osteoporosis biasanya terjadi akibat benturan ringan, atau tubuh menjadi lebih pendek/bungkuk dalam waktu 3 bulan. Atau penderita mengalami nyeri tulang yang merata.

“Aktivitas sederhana seperti berjalan atau melakukan latihan weight bearing dapat membantu menjaga kepadatan tulang, memperkuat sendi, dan meningkatkan daya tahan otot. Mari jadikan gaya hidup aktif, pemenuhan nutrisi, dan pemeriksaan tulang secara rutin sebagai kebiasaan karena kesehatan adalah investasi terbaik yang bisa kita lakukan,” imbuh dr. Tirza. 

Mulailah dengan santai

Jalan kaki termasuk latihan beban (menggunakan berat badan sendiri). Rutin berjalan kaki akan menguatkan tulang dan sendi, mengurangi risiko osteoporosis dan patah tulang.

Jalan kaki memberi tekanan ke tulang, yang akan membantu mereka mempertahankan kekuatan (kepadatannya). Gerakan di pinggul, lutut dan pergelangan kaki juga membantu memompa cairan synovial (cairan sendi) yang kaya nutrisi ke tulang rawan di persendian.

Jalan kaki juga menguatkan tulang, tendon dan ligamen di sekitar sendi, sehingga lebih mampu menopang berat tubuh Anda, alih-alih menimpakan seluruh beban di persendian. Ini mengurangi risiko sakit dan cedera sendi.

Membangun kebiasaan berjalan kaki setiap hari membawa banyak manfaat bagi tubuh. Namun, bagi pemula, sebaiknya tidak langsung menargetkan 10.000 langkah per hari. 

Mulailah dengan jumlah langkah yang lebih rendah dan tingkatkan secara bertahap agar tubuh bisa beradaptasi dengan baik. Jangan lupa, perhatikan heart rate dalam kondisi aman.

Dr. Nadia menekankan, penting untuk membangun kesadaran melakukan olahraga 150 menit per minggu, atau 30 menit per hari, selama 5 hari. (jie)

Baca juga: Benarkah Kita Butuh Jalan Kaki 10.000 Langkah Per Hari Agar Tetap Sehat?