hipertensi paru anak karena penyakit jantung bawaan
hipertensi paru anak sebagian besar karena penyakit jantung bawaan

Hipertensi Paru Anak Sebagian Besar Karena Penyakit Jantung Bawaan, Ketahui Gejalanya

Hipertensi paru bisa menyerang anak-anak, terutama pada anak-anak dengan penyakit jantung bawaan. Ini akan menjadi double trouble (masalah ganda) bagi si penderita dan keluarganya.

Hipertensi paru (pulmonary hypertension) merupakan penyakit langka, yang berbeda dengan hipertensi pada umumnya. Data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) menyatakan penderita penyakit ini di seluruh dunia hanya sekitar 20-70 juta orang dari total populasi dunia sekitar 7,7 miliar orang.

Terjadi karena pembuluh darah dari jantung ke paru-paru menyempit/menebal. Akibatnya, jantung kanan harus bekerja ekstra keras memompa darah ke paru. Kondisi tersebut menyebabkan tekanan darah di paru naik >25 mmHg.

Pakar kardiologi anak RS Adam Malik Medan, dr. Rizky Adriansyah, M.Ked (Ped), Sp.A(K), mengatakan penyebab utama (primer) hipertensi paru tidak diketahui. Tetapi ada penyakit lain yang bisa memicu hipertensi paru (penyebab sekunder), terbanyak adalah penyakit jantung bawaan (PJB).

Sebagai informasi, PJB bisa dialami oleh bayi baru lahir, sehingga komplikasinya dalam bentuk hipertensi paru pun mungkin terjadi; bisa terjadi saat bayi atau usia lebih besar.

Akibat kebocoran di jantung (pada PJB), aliran darah ke paru-paru menjadi berlebihan. Ini menyebabkan tekanan darah di pembuluh paru meningkat. Jika berlama-lama, dinding pembuluh paru menebal, darah sulit dialirkan ke paru-paru (sindrom Eissenmenger).

Bila tanpa deteksi dini dan pengobatan yang benar, penelitian Schwartz SS, dkk, menyatakan hampir 80% kasus PJB disertai hipertensi paru meninggal setelah 30 tahun terdiagnosis. “Jangan sampai terjadi tetralogy terlambat: terlambat diketahui, terlambat ditangani, terlambat dirujuk dan terlambat diobati,” dr. Rizky menegaskan.

Gejala tidak spesifik

Sayangnya gejala hipertensi paru tidak spesifik. Pada bayi gejalanya ditunjukkan dengan kesulitan menyusu. Napsu makan bayi tinggi, namun gampang lelah saat menyusu.

Bayi menjadi gagal tumbuh, terjadi penurunan kesadaran, denyut jantung lebih cepat, mual muntah dan rewel. Bayi/anak mungkin mengalami sianosis (kulit kebiruan/pucat).

Bila terjadi di usia anak atau di masa pubertas biasanya berat dan tinggi badan kurang dari anak-anak seusianya. Anak bisa pingsan saat berdiam diri atau beraktivitas, akibat berkurangnya aliran darah ke otak.

“Data menyatakan 27% anak melaporkan gampang lelah, 15% melaporkan pusing hingga pingsan. Tetapi sebagian besar (86%) akan mengalami sesak napas,” ujar dr. Rizky dalam Media Health Forum bertajuk Kenali Gejala Hipertensi Paru pada Anak dan Cara Penanganannya, Kamis (10/3/2022).   

Pada kondisi yang sudah lanjut bisa menimbulkan gejala seperti kaki bengkak (ada penumpukan cairan di kaki), serak/suara hilang hingga batuk berdarah.

“Gejala ini tidak ada yang khas. Sehingga setiap ada keluhan sampaikan sejujurnya ke dokter. Dokter akan melakukan pemeriksaan mulai dari fisik, suara jantung, saturasi oksigen. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan lain dengan foto rontgen apakah jantungnya bengkak. Dilihat gambaran paru, kalau pembuluhnya melebar itu tanda ada hipertensi paru,” dr. Rizky menguraikan.

Pencegahan dan pengobatan

Dr. Radityo Prakoso, SpJP(K), ahli kardiologi anak dan penyakit jantung bawaan RS Jantung Harapan Kita Jakarta, menjelaskan upaya pencegahan dimulai dengan deteksi dini ada tidaknya PJB.

“Jantung terbentuk sempurna hari ke 24 (di dalam kandungan), pada saat itu orangtua belum tahu kalau hamil. Caranya mencegah (PJB) adalah dengan premarital counseling,” ujar dr. Radityo.

Selanjutnya jika sudah tejadi PJB, dokter akan mendeteksi apakah kebocoran jantung bisa diperbaiki. PJB bisa disembuhkan jika masih di tahap awal. Pada tahap lanjut pengobatan bersifat suportif, agar penderita bisa tetap beraktivitas.

Obat-obatan yang diberikan adalah untuk melebarkan pembuluh darah seperti sildenafil atau golongan prostasiklin. Selain itu, juga dengan pemberian oksigen untuk membantu pernafasan serta terapi diuretik untuk membantu mengeluarkan kelebihan cairan di tubuh.

Pengobatan tersebut diharapkan dapat memperlambat progresi penyakit atau bahkan mengembalikan fungsi jantung dan paru ke normalnya, meskipun hipertensi paru cenderung tidak dapat disembuhkan.

“Pasien yang terdiagnosa hipertensi paru memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lama bahkan seumur hidup, dengan rutin melakukan evaluasi tekanan pembuluh darah paru berkala untuk menilai progresivitas penyakit dan menilai kecukupan dosis obat yang diberikan,” pungkas dr. Radityo. (jie)  

Baca juga: Hipertensi Paru Dapat Menyerang Anak, Perhatikan Bila Kuku Membiru dan Sesak Napas