bayi obesitas di bekasi
bayi obesitas di bekasi

Bayi Di Bekasi Alami Obesitas Belum Bisa Jalan, Seperti Apa Intervensi Gizi Anak Obes?

Kasus obesitas anak kembali mencuat. Kali ini dialami oleh Muhammad Kenzi Alfaro, bayi berusia 16 bulan di Bekasi ini memiliki bobot hingga 27 kg. Kondisi ini membuatnya belum bisa merangkak - apalagi berjalan - dan bicara. 

Bayi obesitas di Bekasi, Jawa Barat ini sempat viral di media sosial, bahkan membuat Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berkomentar, “Kalau kelebihan (berat badan) itu dia harus dirawat. Itu pasti ada sesuatu. Itu dirawat ke BPJS.” 

“Nanti saya langsung saja masuk ke Dinkes Bekasi. Nanti saya akan telepon, saya minta tolong diperhatikan BPJS-nya. Harusnya kita sudah 99 persen, harusnya sudah dikover BPJS-nya. Kalau enggak dikover, nanti kita bantu,” ujar Menkes Budi Gunadi, di sela-sela kunjungannya meninjau Posyandu Balita Cempaka 3, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (22/2/2023). 

Menurut kurva pertumbuhan WHO (digunakan juga oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia) berat badan ideal untuk anak seusia Kenzi adalah 9,7 kg. Berat badan 13,4 kg sudah dikategorikan sebagai obesitas. 

Dicurigai akibat pemberian susu formula 

Kondisi abnormal Kenzi sudah disadari oleh kedua orangtuanya sejak ia berumur enam bulan. Bobot tubuhnya naik tidak wajar setiap kali ditimbang. Namun, di satu sisi tumbuh kembang Kenzi terhambat, ia belum bisa berjalan atau merangkak seperti anak seusiannya. 

Petriyah (40 tahun), ibu Kenzi, bercerita anak ketiganya ini lahir dengan berat badan normal, 4 kg. Kenzi diberikan susu formula sejak lahir. Sempat mendapat susu kental manis karena tidak sanggup membeli susu formula. 

“Formula dari awal karena enggak ASI. Terus sempat kental manis pas umur satu tahun. Karena enggak mampu beli susu formula,” terang Petriyah kepada media. 

Sebagai informasi, Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi sudah menangani Kenzi secara intensif sejak Desember 2022. 

Intervensi gizi anak obesitas

Luthfianti Diana Mauludiah, SGz, RD, Dietisien Rawat Jalan Anak RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, menjelaskan terapi gizi obesitas anak harus disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak. Kebutuhan nutrisi sesuai dengan Angka Kebutuhan Gizi (AKG).

“Penurunan berat badan cukup mencapai 20% di atas berat badan ideal,” terangnya pada OTC DIGEST.

Tetapi untuk anak usia 0-3 tahun tidak perlu pengurangan kalori, “Cukup mempertahankan berat badan dengan mengembalikan pola makan yang benar sesuai usianya. Anak akan bertambah tinggi, jadi meski berat badan tidak berkurang, sebenarnya ia jadi lebih langsing,” imbuhnya.

Yang tidak kalah penting, lanjut Diana, protein harus memenuhi 15-20%, lemak 25-30% dan karbohidrat 50-60% dari total kebutuhan. 

Vitamin, mineral, dan cairan sesuai AKG. Serat untuk usia di atas 2 tahun diberikan sebesar usia ditambah (+) 5 gr/hari. Susu tetap diberikan dengan susu rendah lemak. 

Gampangnya, bisa digunakan pedoman ‘Isi Piringku’ dengan bentuk T. Isi setengah piring bagian atas dengan buah dan sayur. Lalu, isi ¼ piring dengan protein (hewani dan nabati), dan ¼ piring dengan karbohidrat. 

Lebih jauh intervensi gizi untuk anak obesitas simak di kanal YouTube otcdigest

Pencegahan primer obesitas

Mencegah supaya tidak terjadi obesitas adalah langkah paling penting. Dimulai dengan memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan. 

“Meneruskan pemberian ASI sampai usia 12 bulan dan sesudahnya setelah pengenalan makan padat dimulai,” imbuh Diana. “Mendorong orangtua untuk memberikan makanan yang bervariasi serta menghindari minuman manis dan makanan selingan tinggi kalori.”

Untuk usia 12 - 24 bulan, Diana menganjurkan: 

  1. Menghindari minuman manis, membatasi konsumsi jus dan susu berlebih.
  2. Matikan TV saat selama proses makan bersama.
  3. Cukup buah dan sayur.
  4. Camilan diberikan sebanyak 2 kali, dan orangtua hanya menawarkan air putih bila anak haus di antara selingan dan makan padat.
  5. Anak harus mempunyai kesempatan bermain aktif, membatasi menonton TV / gawai, serta tidak meletakkan TV di kamar tidur anak.
  6. Membuat jadwal penggunaan media, membatasi waktu menonton <1 – 2 jam per hari dan mengurangi pajanan gawai. (jie)