Sebanyak 99 anak meninggal karena gagal ginjal akut progresif atipikal. “Jumlah yang dilaporkan sampai 18 Oktober 2022, ada 206 kasus dari 20 provinsi. Sebanyak 99 anak meninggal, atau 48 persen dari total kasus," kata Juru Bicara Kemenkes dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, dalam konferensi pers lewat Youtube, Rabu ini 19 Oktober 2022.
Untuk sementara waktu, Kementerian Kesehatan RI meminta agar tenaga medis tidak meresepkan sediaan obat sirup atau obat cair. Untuk sementara pihak apotek juga dimohon untuk tidak menjual obat bebas atau obat bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup, sampai penelitian yang dilakukan Kemenkes, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) tuntas dilakukan.
“Semua sediaan obat cair,” papar dr. Syahril. “Bukan hanya obat sirup yang mengandung paracetamol.”
Yang dicurigai menimbulkan gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak dan menyebabkan kematian anak-anak, memang bukan obatnya, melainkan bahan campuran yang ditambahkan pada sediaan obat cair. Jadi, sediaan obat berupa tablet atau kapsul yang mengandung paracetamol tetap aman.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) dalam obat sirup di Indonesia, karena dicurigai menjadi penyebab kematian 70 anak di Gambia, Afrika. "Untuk melindungi kesehatan masyarakat, semua obat sirup untuk anak dan dewasa tidak boleh menggunakan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG)," ujar Kepala BPOM Penny K. Lukito, Sabtu 15 Oktober 2022.
Langkah BPOM mengikuti Badan Kesehatan Dunia (WHO), yang sudah menarik 4 obat sirup produksi Maiden Pharmaceutical Ltd, India, yang memicu kematian anak di Gambia. Kempat produk itu tidak terdaftar di Indonesia. Juga, tidak ada produk Maiden Pharmaceutical Ltd yang terdaftar di BPOM. BPOM sedang menelusuri penggunaan DEG dan EG sebagai zat pelarut tambahan, pada produk kosmetik dan makanan minuman.
Meningkat sejak Agustus 2022
Kasus gagal ginjal akut pada anak sudah terdeteksi sejak awal tahun 2022. Kemenkes mencatat mulai ada peningkatan jumlah kasus sejak Agustus 2022. Sebagian besar kasus terjadi pada anak balita. Selain jumlah kasusnya meningkat, anak-anak yang meninggal juga persentasenya besar, 48 %. Kemenkes memutuskan membentuk tim khusus gagal ginjal akut anak, bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang menjadi rumah sakit rujukan.
Tim khusus gagal ginjal akut anak sampai saat ini masih bekerja. Hasilnya diharapkan dapat diumumkan selambat-lambatnya satu minggu ke depan. "Dugaan apakah senyawa campuran obat yang menyebabkan kematian anak, seperti yang terjadi di Gambia, atau karena penyebab yang lain, bisa terjawab," kata dr. Syahril.
Jangan sampai gagal ginjal
Bila dalam keluarga ada anak yang mengalami gejala sesak napas, frekuensi dan volume buang air kecil (BAK) berkurang, apalagi sampai tidak bisa buang air kecil, dihimbau segera menghubungi pusat pelayanan kesehatan (Yankes) terdekat.
Saat ke dokter atau Yankes bawa serta obat yang dikonsumsi anak. Pihak RSCM sebagai RS rujukan pusat nasional, dan tempat penelitian sedang dilakukan, akan memberikan antidotum atau obat penawar, bagi pasien yang masih dirawat.
Dengan semua langkah yang telah dipersiapkan, dr. Syahril berharap merebaknya kasus gagal ginjal akut misterius pada anak dapat diatasi. “Ginjal organ penting,” katanya. “Ginjal anak bisa tertanggu, tapi jangan sampai gagal ginjal.” (sur)
Baca juga: BPOM Larang DEG dan EG Penyebab Gangguan Ginjal Akut Anak