Membedakan Gejala Alergi dengan Gangguan Saluran Cerna Fungsional
gejala_alergi_gangguan_saluran_cerna_fungsional

3 Cara Membedakan Gejala Alergi dengan Gangguan Saluran Cerna Fungsional

Ibu mungkin masih bingung, bagaimana cara membedakan gejala alergi dengan gangguan saluran cerna fungsional. Tidak perlu berkecil hati Bu, Ibu tidak sendirian. Kedua kondisi tersebut memang memiliki gejala yang mirip, dan cukup tricky untuk membedakannya.

Momfluencer Binar Tika pun sempat kebingungan, ketika putra sulungnya mengalami konstipasi di masa awal pertumbuhan. “Awalnya saya mengira itu wajar, karena kondisi saluran cerna anak kan belum optimal,” ujarnya. Namun ia perhatikan, si Kecil jadi lebih rewel. Kejadiannya pun berulang terus sampai tiga kali, dan jangka waktu kejadiannya cukup lama.

“Akhirnya daripada bingung dan takutnya ada yang gawat, saya putuskan untuk konsultasi ke dokter anak,” ujarnya. Apalagi, saat itu adalah pengalaman pertama sebagai orang tua. Ketika diskusi dengan dokter, ditemukan bahwa gejala konstipasi muncul tiap kali si Sulung mendapat makanan berbahan protein susu sapi. Ternyata, putranya mengalami alergi susu sapi.

Sebelumnya, kita perlu memahami dulu mengapa bayi rentan mengalami gangguan pada saluran cerna. “Saluran cerna bayi belum berkembang optimal. Mukosa atau selaput lendir usus bayi masih jarang-jarang dan ada jaraknya. Sehingga alergen, bakteri, atau virus bisa masuk ke peredaran darah melalui celah tersebut, dan membuat bayi sakit,” papar dr. Frieda Handayani, Sp.A(K). Selain itu, sistem imun bayi pun belum berkembang sempurna. Dengan ketiga kondisi tadi, si Kecil pun lebih rentan mengalami gangguan saluran cerna dan kesehatan secara umum.

Untungnya, kondisi ini hanya sementara. “Setelah usia dua tahun, saluran cerna akan matang sempurna. Mukosa usus sudah rapat, tidak ada jaraknya lagi sehingga antigen dan lain-lain dari makanan, tidak bisa menyerang sel usus dan tidak menyebabkan sakit,” jelas dr. Frieda, dalam diskusi virtual Bicara Gizi bertajuk “Gejala Alergi Saluran Cerna Vs Gangguan Saluran Cerna Fungsional: Cara Membedakannya”, Rabu (13/10/2021).

 

Alergi Susu Sapi Vs FGID

Menurut dr. Frieda, alergi makanan dan gangguan saluran cerna fungsional (Functional Gastrointestinal Disorder/FGID) adalah dua jenis gangguan saluran cerna yang paling umum terjadi pada bayi dan anak. Apa sih beda kedua jenis gangguan tersebut? “Alergi adalah reaksi hipersensitivitas yang tidak diinginkan terhadap suatu zat tertentu, dan melibatkan sistem imun,” terang dr. Frieda. Pada bayi usia <6 bulan, alergi makanan yang paling banyak terjadi yaitu alergi susu sapi.

Nah, bagaimana dengan FGID? “Ini adalah gejala gangguan saluran cerna kronis. Pada kondisi ini, tidak ada kelainan struktur anatomi saluran cerna, maupun biokimia pada anak, tapi si Kecil mengalami keluhan,” jelasnya.

FGID bisa disebabkan oleh berbagai hal yang saling berinteraksi, yaitu faktor biologis, psikososial, dan lingkungan/budaya. Faktor biologis yaitu kondisi di mana saluran belum matang. “Faktor psikososial misalnya pola pengasuhan, dan faktor lingkungan atau budaya misalnya kebiasaan pemberian MPASI. Ini juga bisa menimbulkan masalah pada saluran cerna bayi,” ucap dr. Frieda.

 

Membedakan Gejala Alergi dengan Gangguan Saluran Cerna Fungsional

Penting untuk membedakan gejala alergi dengan gangguan saluran cerna fungsional, karena penanganannya berbeda. Masalahnya, alergi dan FGID bisa berbagi gejala yang sama atau serupa, sehingga tidak selalu mudah membedakannya.

Gejala FGID meliputi kolik, gumoh, dan konstipasi/sembelit alias susah buang air besar (BAB). “Kolik adalah sakit perut yang intensitasnya berat, dan datangnya tiba-tiba,” ujar dr. Frieda. Tidak jarang si Kecil sampai menangis berjam-jam. “Umumnya mulai di usia 6 minggu. Puncaknya di usia 2 bulan, dan akan berkurang pada usia 3-4 bulan,” imbuhnya.

Pada alergi susu sapi, bisa pula muncul gejala kolik, gumoh, dan sembelit, di samping diare, mual dan muntah. Seperti pengalaman Binar Tika, di mana putranya yang memiliki alergi susu sapi, mengalami sembelit setelah mendapat makanan yang mengandung susu sapi. Lalu, bagaimana dong cara membedakannya dengan FGID? Berikut ini 3 hal yang bisa dijadikan patokan.

1. Ada lebih dari 1 gejala

Salah satu ciri khas alergi, biasanya gejala yang muncul lebih dari satu. Sebagai informasi, reaksi alergi susu sapi tidak hanya terjadi di saluran cerna, tapi juga bisa muncul di kulit, saluran napas, bahkan sistemik, karena melibatkan reaksi imunitas. “Jadi si Kecil tidak hanya mual, tapi juga ada gejala lain misalnya muncul ruam merah di kulit,” ujar dr. Frieda.

Bisa pula muncul gejala di saluran napas seperti hidung meler, batuk, pilek, dan napas berbunyi (mengi). Manifestasi lain pada saluran cerna misalnya diare, bahkan bisa sampai diare berdarah. Pada FGID, biasanya tidak ada manifestasi klinis di organ-organ lain.

2. Gejala muncul setelah konsumsi susu sapi

Ibu juga perlu memperhatikan kemunculan gejala. Apakah gejala pada saluran cerna muncul setelah si Kecil mendapat susu sapi, atau mendapat ASI setelah ibu mengonsumsi makanan/minuman yang mengandung susu sapi. Reaksi alergi bisa muncul cepat (<2 jam), bisa pula lambat (2-72 jam).

Bila demikian, bisa dicurigai bahwa si Kecil alergi susu sapi. “FGID hanya sementara. Misalnya gumoh atau kolik, biasanya hanya di usia 6 minggu sampai 3 bulan, setelah itu membaik. Pada saat itu, ibu disarankan tidak mengonsumsi makanan yang mengandung susu sapi, lalu dilihat apakah ada perbaikan,” tutur dr. Frieda. Bila si Kecil memiliki alergi susu sapi, gejala biasanya akan membaik dalam 2-4 minggu. Namun bila tidak membaik, mungkin ada masalah lain.

3. Riwayat alergi di keluarga

Yang terpenting, “Coba dilihat apakah ada riwayat alergi atau atopi dalam keluarga.” Apakah Ibu, Ayah, atau saudara kandung si Kecil ada yang memiliki alergi atau penyakit atopi. “Kalau Ayah dan Ibu punya alergi dan gejalanya sama, bayi memiliki kemungkinan alergi 60%,” tambah dr. Frieda. Si Kecil juga memiliki risiko alergi sekitar 60% bila saudara kandungnya memiliki alergi.

 

Pentingnya Penanganan yang Tepat

Dua tahun pertama atau 1000 hari pertama kehidupan (HPK) adalah 'window of opportunity' bagi anak. “Bila alergi atau gangguan saluran cerna fungsional tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang dan kualitas hidup anak bisa terganggu,” tegas dr. Frieda.

Tentu bisa dibayangkan seandainya si Kecil sering pilek, batuk, konstipasi atau diare; tentu waktu bermain, konsentrasi belajar, dan waktu tidurnya akan terganggu. Untuk itu, ketahanan tubuh sangatlah penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Menjaga kesehatan saluran cerna adalah salah satu cara untuk mengoptimalkan imunitas anak, mengingat sekitar 80% sel imun berada di saluran cerna.

Untuk itu, deteksi dini untuk untuk mengenali dan membedakan gejala alergi dengan gangguan saluran cerna fungsional, sangatlah penting. Tidak lain agar si Kecil bisa mendapat penanganan yang tepat. Dengan saluran cerna yang sehat, sistem imun dan pencernaannya berfungsi optimal, sehingga ia bisa mendapat nutrisi seimbang untuk mendukung tumbuh kembangnya secara optimal. Akhirnya, si Kecil pun tumbuh menjadi anak hebat.

Danone Specialized Nutrition Indonesia meluncurkan inovasi Allergy Tummy Checker. Ini adalah dini alat deteksi digital untuk membantu orangtua melakukan deteksi dini, untuk membedakan gejala alergi dengan gangguan saluran cerna fungsional pada si Kecil. “Dengan Allergy Tummy Checker, orangtua bisa mengetahui tata laksana yang diperlukan si Kecil untuk menghindari kondisi pemicu alergi, termasuk pada pemilihan nutrisi untuk si Kecil yang tidak cocok mengonsumsi susu sapi,” ujar Gut and Allergy Care Manager Danone Indonesia Shiera Maulidya. Ibu dan Ayah bisa mengakses Allergy Tummy Checker di www.bebeclub.co.id. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: People photo created by senivpetro - www.freepik.com