WHO pada Jumat (26/11/2021) menyatakan jenis virus COVID-19 B.1.1.529 yang baru ditemukan di Afrika Selatan, sebagai varian yang mengkhawatirkan atau Variant of Concern (VOC), dan menamakannya Omicron.
Varian Omicron memiliki lebih dari 50 mutasi dengan 30 di antaranya pada protein S, atau bagian virus yang digunakan untuk menempel pada sel manusia. Varian ini menyebabkan kenaikan kasus di Afrika Selatan dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan varian Delta.
Berdasarkan penelitian awal, WHO menyatakan bahwa varian Omicron meningkatkan risiko reinfeksi pada orang-orang yang sudah pernah terkena COVID-19 sebelumnya. Tetapi WHO juga menekankan, bila belum terbukti bila varian ini lebih berisiko membuat rawat inap atau lebih mematikan dibandingkan varian lainnya.
Hong Kong, Belgia, Israel, Belanda dan Jerman sudah melaporkan kasus varian Omicron di negara mereka. Sementara Inggris, Uni Eropa, AS, Singapura, Italia dan Prancis sudah melarang penerbangan yang berasal dari sejumla negara di Afrika.
Bagaimana dengan Indonesia? Hingga saat ini dilaporkan belum ada kasus infeksi varian Omicron di Indonesia. Mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama meminta pemerintah untuk segera mengantisipasi masuknya varian Omicron ke Indonesia.
“Secara rinci mengecek riwayat perjalanan, karena bisa saja sekarang datang dari negara aman misalnya, tetapi beberapa hari sebelumnya berkunjung ke negara terjangkit,” ujarnya dalam keterang tertulis, Sabtu (27/11/2021).
Ia juga meminta karantina diperketat dan meningkatkan jumlah testing whole genome sequencing untuk melihat risiko kemunculan varian Omicron ini.
Tetap waspada
Meskipun pandemi masih terkendali saat ini, kita masih tetap perlu waspada dengan kemungkinan masukkan varian Omicron ke Indonesia.
Prof. dr. Iris Rengganis, spesialis penyakit dalam sekaligus ahli alergi imunologi mengingatkan walau kondisi pandemi di Indonesia semakin membaik dan banyak masyarakat telah menerima vaksin, namun janganlah lengah dan tetaplah berupaya yang terbaik untuk menjaga kesehatan dengan terus mengoptimalkan daya tahan tubuh kita.
“Apalagi imunitas berfungsi penting sebagai garda pertama kesehatan fisik kita. Selain aktif berolahraga dan pola makan sehat, asupan suplemen yang tepat bisa melengkapi upaya kita mengoptimalkan kesehatan tubuh kita,” katanya.
Untuk menjaga imunitas dan mencegah penularan corona pola hidup dan kebiasaan yang sudah kita lakukan selama ini perlu dijaga. Beberapa di antaranya adalah:
1. Cuci tangan
Sebenarnya kebiasaan cuci tangan memakai sabun di air mengalir sudah didengungkan pemerintah jauh hari sebelum munculnya pandemi COVID-19, yakni melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Cuci tangan yang efektif dilakukan setidaknya 20 detik, menggunakan sabun di air mengalir, atau hand sanitizer.
2. Memakai masker ganda
Sejak menyebarnya varian Delta di dunia, WHO menyarankan pemakaian masker ganda (masker medis sekali pakai dan masker kain) bila beraktivitas di luar rumah.
3. Etika batuk dan bersin
Penting untuk menerapakan etika batuk, yakni dengan menutup menggunakan kain atau punggung lengan, untuk menghambat penyebaran droplet.
4. Pastikan dalam keadaan bersih saat bertemu orangtua/lansia
Lansia merupakan salah satu kelompok rentan untuk terpapar COVID-19 dengan gejala berat. Walau vaksinasi lansia terus dilakukan, sebagian lansia tidak bisa divaksin karena keterbatasan fisik dan penyakitnya.
Sehingga anggota keluarga lain wajib menjaga agar mereka tidak terpapar corona. Caranya adalah dengan memastikan diri kita bersih dan sehat bila hendak bertemu orangtua/lansia. Terlebih bila kita baru saja menempuh perjalanan jauh atau beraktivitas di luar rumah dalam waktu lama.
5. Menerapkan pola hidup sehat
Diet sehat dan olahraga teratur membantu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Dalam Journal of Sport and Health Sicence (2019) dijelaskan bila olahraga dapat meningkatkan respons imun, menurunkan risiko penyakit dan mengurangi peradangan.
6. Perkuat imun tubuh dengan suplemen
Sejak awal pandemi masyarakat menjadi lebih sadar untuk mengonsumsi suplemen peningkat daya tahan tubuh.
Selain mulitvitamin dan mineral, banyak suplemen herbal peningkat imunitas. Salah satunya Rhea Health Tone yang mengandung bahan-bahan seperti bunga kacapiring, minyak mur, kemenyan India, adas dan wortel liar. Herbal-herbal tersebut terbukti ilmiah memiliki fungsi anti inflamasi, anti bakteri serta antioksidan.
Uji klinis yang dilaksanakan di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Jakarta dan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung menunjukkan pemberian suplemen Rhea Health Tone Oil dapat mempersingkat masa rawat inap pasien COVID-19 dengan gejala ringan hingga sedang dengan masa rawat inap maksimum yang lebih singkat (17 vs 39) hari.
Suplemen ini juga menunjukkan perbaikan parameter IL-6 dan IFN gamma yang signifikan secara statistik, sehingga untuk penyintas COVID-19 dapat menghindari terjadinya badai sitokin.
Pandemi memaksa kita melakukan kebiasaan sehat yang dulu terabaikan. Tetap lakukan kebiasaan-kebiasaan sehat tersebut agar kita terhindar dari paparan virus corona. (jie)