Dino (29 tahun) dinyatakan “negative” setelah menjalani isoman di rumah selama sekitar dua minggu. Hanya saja, karyawan swasta dan ayah satu anak ini merasa masih ada yang mengganjal. Dadanya terasa nyeri; hal ini belum pernah terjadi sebelum dia terinfeksi COVID-19. Terlebih bila tubuhnya berganti posisi. Misalnya, tidur miring ke kiri kemudian beralih miring ke kanan. Atau, dari posisi tiduran kemudian duduk dan berdiri.
Dino, menurut dokter, sepertinya mengalami apa yang disebut myocarditis atau peradangan otot jantung. Kondisi ini dapat terjadi, setelah seseorang dinyatakan “negative”, atau tak lama setelah menerima suntikan vaksin. “Reaksi myocarditis biasanya ditemukan pada pria dewasa muda atau di bawah usia 30 tahun. Terjadi kurang dari 10 hari setelah seseorang menerima suntikan vaksin dosis kedua,” papar Alma Iacob dari Imperial College London.
Sebuah studi menyimpulkan, dibanding setelah disuntik vaksin, peluang terjadinya radang otot jantung 6x lebih besar setelah terinfeksi virus corona. Sejumlah kasus myocarditis ditemukan setelah penggunaan vaksin Pfizer /BioNTech dan Moderna. Hal ini menyebabkan kecemasan, terutama di Amerika Serikat dan Israel, di mana vaksinasi telah diberikan kepada mereka yang berusia >12 tahun.
Studi di Amerika Serikat menganalisa, seberapa sering myocarditis terjadi setelah seseorang terkonfirmasi positif COVID-19. Catatan dari klinik dan rumah sakit, yang mencakup 20% populasi warga AS, selama 12 bulan pertama pandemic ditemukan pria usia 12-17 tahun adalah yang paling rentan mengalami myocarditis. Terutama dalam tiga bulan pertama, setelah terinfeksi Covid-19. Jumlah kasus tercatat 450 per satu juta kasus terinfeksi.
Temuan lain, ada 67 kasus per satu juta pria usia yang sama; myocarditis terjadi setelah suntikan dosis kedua vaksin. Data pembanding ini diberikan US Advisory Committee on Immunization Practices. Kalau jumlah peradangan jantung setelah suntikan dosis pertama ditambahkan, angkanya menjadi 77 kasus per satu juta. Dengan kata lain, “Bicara kasus peradangan otot jantung, yang lebih aman adalah disuntik vaksin,” kata Mendel Singer dari Case Western Reserve University in Ohio, yang terlibat dalam studi.
Penyebab Myocarditis
Penyebab myocarditis belum diketahui pasti. Dugaan kuat, penyebabnya karena infeksi virus; COVID-19 salah satunya. Bisa karena Hepatitis B & C, Rubella, VIV dan lain-lain. Bisa karena bakteri Staphylococcus (penyebab impetigo, MRSA), Streptococcus, dan lain-lain. Atau karena jamur, parasit, penyalahgunaan obat termasuk NAPZA, radiasi, zat kimia dan penyakit auto imun seperti lupus.
Gejala Myocarditis
Gejala myocarditis di antaranya: nyeri dada, sesak napas saat beraktivitas maupun istirahat, jantung berdebar, detak jantung tidak beraturan, merasa lemas dan pembengkakan di tungkai.
Myocarditis ringan bisa tidak bergejala. Myocarditis berat dapat menyebabkan kerusakan jantung permanen, bahkan kematian. Myocarditis berat, apalagi bila tidak mendapat perawatan yang semestinya, dapat menyebabkan penggumpalan darah. Dapat terjadi komplikasi serius, seperti stroke dan serangan jantung.
Sejauh ini, gejala ekstrem sangat jarang terjadi. Belum pernah tercatat ada kasus kematian karena myocarditis setelah vaksinasi COVID-19 di AS. Kabar baik lainnya, menurut Iacob, kasus seperti yang dialami Dino biasanya dapat ditangani dengan obat antiradang seperti ibuprofen. Myocarditis ringan akibat COVID-19 relatif mudah sembuh, dengan atau tanpa perawatan. (sur)
__________________________________________