Rinto (24 tahun) yang tinggal di Kelurahan Naikoten, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), ditemukan meninggal di kamar kos yang ditempati bersama istrinya, hari Minggu 15 Agustus 2021.
“Suami saya tidak mau dibawa ke rumah sakit, meskipun kondisinya semakin parah,” ujar isterinya Ermina Rouk kepada para wartawan. “Dia takut kalau ke rumah sakit, nanti divonis sakit COVID-19.” Kata Ermina, suaminya batuk-batuk sampai mengeluarkan darah. Ia menganjurkan Rinto berobat ke rumah sakit, namun yang bersangkutan menolak. Ermina sedih karena batuk-batuk yang diderita suaminya sudah berjalan sekitar 3 bulan, dan batuknya semakin parah.
“Tadi pagi (minggu, 15 Agustus 2021), waktu saya membangunkan untuk makan, dia sudah meninggal," ujar Ermina sedih. Ia segera melaporkan hal itu ke pemilik rumah kos dan polisi. Kata Gerson Louro, pemilik kos, Rinto dulu pernah berobat ke Puskesmas setempat, tetapi tidak tuntas. "Dia takut divonis kena COVID-19,” kata Gerson. Tak urung, ia kaget ketika diberi tahu Rinto meninggal.
Polisi dari Polsek Oebobo yang datang segera memasang garis polisi. Tak lama datang petugas dari Rumah Sakit SK Lerik Kupang, dan langsung melakukan rapid antigen terhadap jenazah Rinto. Yang ditakutkan semasa hidup ternyata tidak terbukti. Hasil tesnya: negatif.
Di Bogor, Jawa Barat, lain lagi. Masih ada yang beranggapan, COVID-19 bukan penyakit berbahaya dan cepat menular, melainkan hasil konspirasi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. “Masih ada 2 persen warga yang percaya teori konspirasi COVID-19,” ujar Walikota Bogor Bima Arya di Balai Kota Bogor, Minggu 15 Agustus 2021.
Pendapat bahwa ada “teori konspirasi”, diketahui dari hari hasil Survey terhadap Masyarakat Kota Bogor atas Pandemi COVID-19 tahun 2021. Survei dimaksud melibatkan sebanyak 20.819 koresponden di 68 kelurahan Kota Bogor. Kepada para responden ditanyakan mengenai pengertian, dampak negatif, serta cara penanganan pandemic COVID-19. Diketahui, sebanyak 67 persen warga Kota Bogor dinilai sudah memahami pengertian COVID-19.
Sebanyak 17 persen menyebut bahwa penyakit itu sebagai penyakit yang belum ada obatnya. Sebanyak 14 persen lainnya menyatakan bahwa COVID-19 sebagai penyakit demam yang memiliki banyak gejala.
“Teori konspirasi COVID-19”, memang, masih ada saja yang percaya. Sikap ini biasanya disertai dengan tidak mau disuntik vaksin, mempengaruhi orang lain untuk tidak ikut vaksinasi, dan bersikap sinis terhadap mereka yang percaya bahwa vaksinasi dapat melindungi diri, keluarga dan masyarakat dari terinveksi COVID-19.
Meski 2 persen warga masih percaya teori konspirasi, Walikota Bogor Bima Arya gembira karena persepsi dan pemahaman masyarakat tentang COVID-19, secara umum jauh lebih baik dibanding hasil survei tahun lalu.
Pemkot Bogor akan mendalami, siapa saja warga yang masih percaya teori konspirasi. Akan dilakukan strategi khusus, untuk membangun komunikasi dengan mereka. "Jumlah 2 persen itu nggak boleh dilepas. Kita harus tentukan strategi, karena semua warga Bogor harus diselamatkan. Mungkin, mereka itu yang terdampak ekonomi, sehingga mudah terprovokasi," kata Walkot Bima.
Kembali ke kasus Rinto. Andai almarhum mau berobat, mungkin jiwanya masih dapat tertolong. Selain diketahui bahwa ia tidak terinfeksi COVID-19, penyakit yang diderita bisa diobati. (sur)
_________________________________________________________
Ilustrasi: Computer photo created by DCStudio - www.freepik.com