osteoporosis sering dialami oleh lansia

Sama-Sama Mengenai Tulang, Apa Beda Osteoporosis dan Osteoarthritis?

Lansia atau mereka yang berusia 60 tahun ke atas identik dengan masalah tulang, mulai dari nyeri sendi, tulang keropos, hingga rawan patah tulang. Banyak masyarakat menganggap semua masalah tulang pada lansia sama, padahal keluhan tersebut bisa disebabkan oleh osteoporosis atau osteoarthritis.

Jumlah lansia di Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, seiring meningkatnya usia harapan hidup. Data BPS (Badan Pusat Statistik) 2010 menyatakan 7,6% (18,1 juta) dari total populasi Indonesia adalah lansia. Jumlahnya tercatat naik pada 2020, yakni 26,82 juta jiwa (9,92%). Ini berarti Indonesia menuju ke pupulasi lanjut usia (ageing population), di mana jumlah lansia >10% dari total populasi.

Lansia memiliki risiko berbagai gangguan kesehatan mulai dari imunitas rendah, penyakit jantung dan stroke, termasuk masalah tulang dan sendi seperti osteoporosis dan osteoarthritis.

Dr. Otman Siregar SpOT(K), dokter spesialis Orthopedi & Traumatologi Konsultan Spine, menjelaskan ada perbedaan mendasar antara osteoporosis dan osteoarthritis.

“Osteoporosis adalah pengeroposan tulang. Terjadi akibat tulang yang berongga dan keropos sehingga mudah patah. Mengenai tulang, 3 terbanyak adalah tulang belakang, pangkal paha dan pergelangan tangan,” katanya, dalam webinar kefarmasian, Senin (7/6/2021).

Osteoporosis disebut juga “silent disease” karena kerap tidak menimbulkan gejala sampai terjadi patah tulang, yang ditandai dengan nyeri punggung berkepanjangan, penurunan tinggi badan / bungkuk. Umumnya dialami orang tua, wanita lebih banyak, khususnya mereka yang kurus.  

Sementara osteoarthritis, “Dikenal sebagai pengapuran. Terjadi akibat kerusakan/penipisan tulang rawan (bantalan) sendi. Sendi menjadi aus, terbentuk tonjolan di tulang. Terutama mengenai sendi yang menopang berat badan,” terang dr. Otman.

Tidak seperti osteoporosis yang tanpa gejala, osteoarthristis (radang sendi) mempunyai gejala khas yakni nyeri terutama bila sendi digerakkan dan sendi berbunyi. Umumnya dialami orang tua, mayoritas pada wanita, atau mereka yang berbadan gemuk.

Laki-laki juga berisiko

Penting untuk mewaspadai kedua penyakit tulang dan sendi ini. Diperkirakan setiap 3 detik terjadi 1 kejadian patah tulang akibat osteoporosis.

Dr. Otman menjelaskan, satu dari tiga wanita, dan satu dari lima pria berusia >50 tahun akan mengalami patah tulang akibat osteoporosis. Studi Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) menunjukkan bahwa 90% wanita dan 42% pria mengalami osteopenia (pengeroposan tulang ringan).

Pada osteoarthritis (OA), sekitar 10% laki-laki dan 20% wanita berusia > 60 tahun menderita OA. Secara umum setiap orang punya risiko sebesar 46% untuk menderita OA selama hidupnya.

Diagnosa

Diagnosa osteoporosis menggunakan pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD), terutama pada orang dengan faktor risiko osteoporosis, seperti wanita > 65 tahun, laki-laki > 70 tahun, wanita dengan menopause dini, orang dewasa yang mengalami patah tulang pada usia > 50 tahun, atau penderita rheumatoid arthritis (radang sendi akibat penyakit autoimun).

Pada osteoarthritis, dokter akan mendiagnosa dengan cara mengumpulkan informasi mengenai gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diperlukan pemeriksaan penunjang, misalnya foto rontgen atau pemeriksaan cairan sendi.

Kenapa patah tulang harus dicegah?

Dr. Otman menegaskan sangat penting bagi lansia untuk menjaga kesehatan tulang dan sendi. Data menyatakan satu tahun setelah patah tulang, 20% pasien meninggal, 30% cacat permanen, 40% tidak dapat berjalan tanpa bantuan dan 80% tidak dapat mengerjakan aktivitas harian.

“Patah tulang pinggul menyebabkan tidak dapat bergerak. Ini berisiko tinggi mengakibatkan infeksi dan penyumbatan pembuluh darah. Meningkatkan risiko kematian,” tegasnya.

Nutrisi untuk lansia

Secara umum lansia kerap mengalami kurang gizi. Untuk mempertahankan kesehatan tulang dan sendi diperlukan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup. Tetapi juga memerlukan protein, magnesium, fosfor, zinc, vitamin K dan mangan untuk mendukung kesehatan tulang.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Nutriens (2013) menyatakan, jika kalsium membutuhkan vitamin D untuk bisa diserap optimal, vitamin D juga perlu magnesium untuk bisa bekerja maksimal.

Isoflavone, senyawa aktif dalam kedelai yang berfungsi sebagai antioksidan, berdasarkan riset Taku et al (2010) atau Wei et al (2012), terbukti bermanfaat membantu meningkatkan kepadatan tulang. Isoflavone signifikan meningkatkan BMD sebesar 54% dan menurunkan penghancuran tulang (dalam proses regenerasi tulang) hingga 23%.

Dalam kesempatan yang sama dr. Carlinda Nekawaty, Medical Manager PT Combiphar menjelaskan, lansia juga memerlukan nutrisi untuk meningkatkan imunitasnya dengan mengonsumsi beta-glucan (serat larut air), protein, asam lemak omega-6, zat besi, vitamin A, B kompleks, C dan E.

Zinc, vitamin C dan A selain penting untuk tulang, juga baik bagi imunitas. Vitamin B memiliki fungsi beragam, mulai dari mendukung metabolisme tubuh, meningkatkan kesehatan sistem saraf dan imunitas, hingga menjaga tubuh dari kondisi penyakit kardiovaskular.

Yang tak kalah penting, imbuh dr. Carlinda adalah aktivitas fisik. Ini akan menstimulasi tulang membentuk sel tulang baru (meningkatkan kepadatan tulang) dan imun lansia.

“Sangat penting bagi lansia untuk tetap aktif. Olahraga ringan, berjemur di pagi hari, dan aktif kegiatan seperti berkebun atau membuat kerajinan,” terang dr. Carlinda.

Ia menambahkan, jaga pola tidur dengan durasi 7-8 jam sehari. Serta, kurangi minum banyak di malam hari. Terbangun malam hari untuk buang air kecil dapat mengganggu tidur, dan meningkatkan risiko terjatuh bagi lansia. (jie)

_______________________________________________

Ilustrasi: Hand photo created by jcomp - www.freepik.com