pasien penyakit kronis rentan alami stres

Pasien Penyakit Kronis Rentan Stres, Bagaimana Mengatasinya?

Merawat pasien dengan penyakit kronis, tidak cukup hanya memperhatikan asupan nutrisi dan konsumsi obat untuk mengendalikan penyakitnya. Kondisi mental/psikis pasien disarankan perlu dipantau. Tidak jarang hal ini luput dari perhatian kita. Padahal, pasien penyakit kronis lebih rentan mengalami stres bahkan depresi yang dapat memperburuk penyakit.

Pada dasarnya, semua penyakit kronis berhubungan dengan faktor stres. Stres bisa turut memicu munculnya berbagai penyakit kronis. Dan sebaliknya, penyakit kronis yang dialami seseorang kerap menimbulkan stres.

Tidak hanya itu, pengobatan penyakit kronis pun sangat bisa memicu stres. “Pasien penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi, umumnya harus minum obat seumur hidup, dan obatnya pun sering kali tidak cuma satu. Ini bisa menimbulkan gangguan psikis,” tutur Dr. dr. Indra Wijaya, Sp.PD-KEMD, M.Kes, FINASIM, FACP. Hal ini diutarakannya dalam webinar kesehatan untuk Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang diselenggarakan oleh OTC Digest dan PT Imedco Djaja, Sabtu (7/1/2023) lalu.

Pasien Penyakit Kronis Rentan Stres, Apa Dampaknya?

Stres yang dialami mereka dengan penyakit kronis, tidak boleh dibiarkan. “Dengan stres, kondisi fisik akan semakin menurun. Bayangkan sudah ada penyakit kronis, ditambah lagi stres; akan makin drop,” ujar Dr. dr. Indra Wijaya, Sp.PD-KEMD, M.Kes, FINASIM, FACP.

Link Sertifikat Webinar 7 Januari 2023 (Mohon segera diunduh)

Keluarga ataupun orang terdekat pasien perlu mengenali gejala stres. Gejala yang cukup mudah dikenali misalnya mudah marah dan emosi meledak-ledak. Namun jangan lengah dengan gejala ‘terselubung’ yang kadang menyerupai penyakit lain, seperti sakit kepala, nyeri dada, sakit perut, gangguan penglihatan, gangguan tidur, hingga diare/sembelit. Juga bila pasien menunjukkan perubahan perilaku seperti menarik diri dan gangguan makan (tidak mau makan atau makan berlebihan).

Jangan pernah mengabaikan gejala-gejala tersebut. “Stres yang tidak dikontrol bisa berkembang menjadi depresi, ansietas (kecemasan), bahkan gangguan psikis lain seperti bipolar dan skizofrenia,” ungkap Dr. dr. Indra Wijaya, Sp.PD-KEMD, M.Kes, FINASIM, FACP. Maka dari itu tak hanya pasien penyakit kronis rentan stres, tapi juga berbagai gangguan psikis lainnya.

Stres berkepanjangan apalagi bila sampai jatuh ke kondisi depresi dan lain-lain, tentu akan menurunkan kedisiplinan untuk minum obat. “Kalau sudah depresi, pasien kehilangan semangat hidup dan menarik diri. Jangankan minum obat, makan saja biasanya tidak mau,” imbuhnya.

Mengatasi Stres pada Pasien Penyakit Kronis

“Keluarga atau orang terdekat harus menjadi support system yang baik bagi pasien,” tegas Dr. dr. Indra Wijaya, Sp.PD-KEMD, M.Kes, FINASIM, FACP.

Keluarga dan orang terdekat berperan penting dalam mengembalikan semangat pasien. Support group di mana pasien bisa bercerita dengan merasa aman dan tanpa dihakimi kepada orang-orang dengan masalah serupa, bisa sangat membantu. Selain itu, teknik relaksasi seperti latihan pernapasan dan yoga, juga cukup efektif.

Tentu diperlukan juga terapi medis, seperti terapi perilaku dan kognitif (cognitive behavioral therapy). Dengan terapi, pasien akan diajarkan cara mengelola emosi dan stres.

Bagaimana dengan obat? Tentunya, pemberian obat antidepresan harus dengan resep dokter/psikiater. “Dokter bisa memberi obat seperti benzodiazepine, tapi berdasarkan guideline ini hanya boleh digunakan untuk jangka pendek,” ujar Dr. dr. Indra. Penggunaan benzodiazepine dalam jangka panjang umumnya tidak disarankan karena efek samping yang membahayakan, juga bisa menimbulkan ketergantungan.

Ada bahan herbal yang telah lama digunakan dalam Ayurveda dan Traditional Chinese Medicine (TCM) sebagai adaptogen, yaitu ashwagandha atau disebut juga ginseng India. Adaptogen adalah zat alami yang dipercaya mampu membantu tubuh beradaptasi dengan stres.

Ada 7 manfaat ashwagandha yang telah dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Salah satunya, manfaatnya untuk gangguan psikis. “Menurut penelitian, ekstrak akar ashwagandha dapat menurunkan stres,” terang Dr. dr. Indra Wijaya, Sp.PD-KEMD, M.Kes, FINASIM, FACP. Penelitian lain menemukan, ashwagandha dapat memperbaiki pola tidur dan mengurangi ansietas.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa ekstrak ashwagandha menurunkan kadar kortisol (hormon stres) hingga 23%. Ekstrak ashwagandha juga ditemukan mampu memodulasi reseptor GABA yang berperan dalam terjadinya stres, depresi, ansietas, dan insomnia; serta meningkatkan aktivitas serotonin, yang penting untuk mengatur mood.

Ashwagandha yang digunakan dalam ketujuh manfaat yang telah dibuktikan melalui penelitian yaitu spesies Withania somnifera radix. “Withania somnifera radix inilah yang terkandung dalam suplemen herbal Adapt,” ujar apt. Hernita, S.Si, MM, Marketing Manager PT Imedco Djaja.

Adapt mengandung 300 mg ekstrak Withania somnifera radix dalam tiap kapletnya, dan bisa dikonsumsi 1-2 kaplet/hari. “Dengan ekstrak ashwagandha, Adapt dapat memperbaiki stres, meningkatkan kualitas tidur, meningkatkan stamina, serta menyeimbangkan imunitas,” lanjut Hernita.

Berbeda dengan benzodiazepine yang harus dengan resep dokter dan hanya untuk penggunaan jangka pendek, Adapt bisa dibeli bebas. “Juga aman untuk digunakan dalam jangka panjang,” Dr. dr. Indra menambahkan.

Pasien penyakit kronis rentan stres. Kenali gejala dan tanda-tanda stres pasien. Ungkapkan kecurigaan stres kepada dokter ketika menemani pasien kontrol, sehingga stres bisa segera diatasi dengan tepat. (nid)

_______________________________________________________

Ilustrasi: Image by <a href="https://www.freepik.com/free-photo/close-up-upset-woman-therapy_13360985...">Freepik</a>