Pandemi Belum Usai, Yuk Teruskan Cuci Tangan Pakai Sabun
pandemi_belum_usai_cuci_tangan

Pandemi Belum Usai, Yuk Teruskan Kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun

Pandemi COVID-19 membawa kebiasaan baru yang baik: kesadaran untuk cuci tangan pakai sabun (CTPS). Namun sayang, ternyata kebiasaan ini mulai menurun. “Kita memiliki data dari Johns Hopkins, yang menunjukan perubahan perilaku di Indonesia. Selama periode Juni 2020 hingga Maret 2021, aktivitas rutin mencuci tangan sudah menurun sebanyak 5%,” ungkap Maulani Affandi, Head of Skin Cleansing and Baby Unilever Indonesia. Padahal pandemi belum usai, dan belum diketahui kapan akan selesai.

 

Pandemi Belum Usai

Kasus COVID-19 memang sudah jauh menurun, dan kita mulai hidup di era normal baru. Namun demikian, bukan berarti kita kita abai dan merasa bebas dari berbagai ancaman kesehatan. “Perilaku hidup bersih sehat (PHBS) dan CTPS harus jadi norma baru yang terus kita terapkan,” tegas Dra. Sri Wahyuningsih M.Pd, Direktur Pembinaan Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Terlebih, aktivitas pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas sudah mulai dilaksanakan, sejak beberapa bulan lalu. “PHBS dan CPS adalah salah satu modal utama untuk memulai pendidikan tatap muka,” imbuh Dra. Sri, dalam webinar peringatan Hari Cuci Tangan Sedunia 2021 bersama Lifebuoy yang mengusung inisiatif global ‘C’ untuk Cuci Tangan, Jumat (14/10/2021).

Sebagai orang tua, tentu kita ingin melindungi anak dari paparan virus ketika mereka mengikuti PTM. Meski anak lebih jarang mengalami kegawatan akibat COVID-19, bukan berarti mereka sepenuhnya aman.

Keluhan long COVID-19 seperti sakit kepala, kelelahan, gangguan tidur, gangguan sensori, gangguan konsentrasi, dan penurunan kapasitas paru, juga bisa dialami oleh anak-anak dan remaja penyintas COVID-19. “Kondisi-kondisi tadi bisa berpengaruh pada kemampuan kognitif dan konsentrasi pada anak,” ujar dr. Kanya Ayu Paramastri, Sp.A. Selain itu, long COVID-19 juga bisa mengganggu proses regerasi sel-sel saraf otak. untuk anak usia batita, hal ini tentu sangat membahayakan perkembangan otaknya.

Ditegaskan oleh dr. Kanya, upaya pencegahan adalah solusi yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. “Termasuk penerapan hidup bersih sehat, juga rutin mencuci tangan dengan baik dan benar, selain menggunakan masker tentunya,” imbuhnya.

Mengapa mencuci tangan harus pakai sabun? “Sabun mengandung senyawa serupa lemak yang bernama amphiphiles. Saat bersentuhan dengan virus, ‘lemak’ ini akan mengikat lemak pada dinding virus. Dinding virus pun hancur karena lapisan lemaknya tertarik oleh sabun,” papar dr. Kanya.

 

Jangan Bosan Mengedukasi Anak

Pada dasarnya, anak meniru perilaku orang di sekitarnya, khususnya orang tua, sebagai keluarga inti yang paling dekat dengan anak. “Orangtua perlu untuk memberi pemahaman dan contoh langsung terkait penerapan PHBS dan cara CTPS yang baik dan benar,” ucap psikolog anak dan keluarga Saskhya Aulia.

Tak hanya memberi contoh, ada baiknya orangtua juga memberi penjelasan pada aktivitas yang dilakukan, sehingga anak paham pentingnya melakukan hal tersebut. “Misalnya, penting bagi orang tua untuk menjelaskan mengapa setiap gerakan perlu dilakukan dengan benar,” lanjutnya. Juga, mengapa harus pakai sabun dan air mengalir.

Konten yang menarik seperti film, tokoh favorit anak, atau permainan gim, juga bisa dimanfaatkan, sehingga edukasi jadi lebih menarik untuk anak. Seperti yang dilakukan oleh Lifebuoy, yang berkolaborasi dengan Sesame Street untuk menghadirkan game digital yang menyenangkan. Gim digital ini bisa diakses sejak 15 Oktober 2021 di website Lifebuoy global.

Pandemi belum usai, yuk tetap cuci tangan pakai sabun dan air mengalir. Jangan lupakan prokes lainnya: memakai masker, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari kerumunan. (nid)

___________________________________________

Ilustrasi: People photo created by freepik - www.freepik.com