Kita membutuhkan protein dalam jumlah cukup untuk menjaga tubuh berfungsi optimal. Mereka dalam kondisi tertentu, misalnya dalam masa penyembuhan atau pembentukan otot mungkin membutuhkan lebih banyak protein. Sebagian orang berpikir untuk mengonsumsi makanan berlabel ‘tinggi protein’, sayangnya tidak semuanya selalu lebih sehat.
Penelitian yang baru-baru ini diterbitkan di jurnal Nutrients meneliti nilai gizi dari makanan olahan tinggi protein. Riset tersebut menemukan jika makanan tersebut mungkin kurang sehat. Lebih dari separuh produk tinggi protein tersebut juga tinggi garam dan lemak, seperempatnya tinggi gula.
Studi ini memeriksa 4.325 makanan olahan yang beredar di supermarket di Spanyol. Data dikumpulkan dari Juni 2022 hingga Maret 2024. Peneliti membaginya menjadi 12 jenis, seperti makanan batangan, sereal sarapan, crackers, makanan pengganti susu, dan plant-base meat analogues (makanan yang menyerupai daging namun berasal dari protein/bahan nabati).
Peneliti menemukan bila 13% produk (561 item) memiliki klaim tinggi protein. Jenis makanan yang paling banyak dengan klaim ini adalah analog daging nabati. Sekitar 60% produk yang mengklaim tinggi protein adalah karena fortifikasi (penambahan) protein (lebih banyak pada produk nabati dibanding hewani).
Makanan ‘tinggi protein’ bisa kurang sehat karena mengandung bahan tambahan
Ketika peneliti melihat komposisi nutrisinya, mereka terutama menemukan perubahan kandungan karbohidrat, gula, lemak total dan lemak jenuh.
Misalnya, pada makanan batangan tinggi protein yang mengklaim rendah karbohidat dan gula, ternyata tinggi lemak jenuh. Pengganti susu tinggi protein memiliki karbohidrat dan gula yang lebih rendah, namun lebih banyak lemak total. Sementara yogurt dan produk susu fermentasi memiliki lebih sedikit karbohidrat dan gula.
Selanjutnya, peneliti mengamati kualitas gizinya untuk mengklasifikasi makanan sebagai makanan sehat atau kurang sehat. Ditemukan bila 90,8% produk makanan tersebut tergolong kurang sehat. Sekitar seperlima mengandung pemanis, seperempat tinggi gula dan lemak jenuh, dan lebih dari separuhnya tinggi lemak atau garam.
Penelitian ini mengingatkan bila tidak selalu makanan tinggi protein semuanya benar-benar sehat. Chelsea Johnson, MS, RD, LD, ahli gizi dari Memorial Hermann Memorial City Medical Center di AS berkomentar, masyarakat awam perlu mengevaluasi makanan secara hati-hati, bukan hanya mengandalkan klaim dalam kemasan.
Bagaimana memilih sumber protein yang lebih baik?
Studi tersebut menjelaskan bila sumber protein tertentu belum tentu pilihan yang paling bergizi. Namun, hal tersebut tidak meniadakan pentingnya protein dalam makanan.
Mengutip Medical News Today, Karen Z. Berg, MS, RD, CDN, dietisien yang tidak terlibat dalam studi ini mengatakan bila protein tetaplah sangat penting dalam diet sehari-hari, ia membantu membangun dan memperbaiki otot.
Ia menyarankan, “Sebaiknya Anda lebih banyak mengonsumsi makanan utuh. Alih-alih granola batangan protein tinggi yang manis, cobalah campuran kacang-kacangan tanpa tambahan gula atau garam. Daripada pengganti daging yang difortifikasi protein, pilihlah tahu atau telur jika Anda vegetarian, atau pilih daging ayam atau beef tanpa lemak jika Anda karnivora.” (jie)