Lansia kerap diidentikan dengan kerentaan dan tidak produktif, padahal lansia tetap bisa aktif. Aktivitas fisik yang dilakukan lansia ternyata efektif mencegah osteoporosis.
Dalam waktu hampir lima dekade (1971-2019), populasi lansia (>60 tahun) di Indonesia meningkat hingga dua kali lipat. Tahun 2020 Laporan Statistik Penduduk Lanjut Usia menyatakan, terdapat 26,82 juta lansia di Indonesia atau 9,92% dari total populasi.
Dr. Riskiyana Sukandhi Putra, MKes, Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kemenkes RI mengatakan, “Usia Harapan Hidup (UHH) diperkirakan akan terus meningkat dan menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia akan bertambah. Jika angkanya sudah mencapai 10%, Indonesia akan berubah menjadi negara dengan struktur penduduk tua (ageing population).”
Lansia seyogyanya tidak dilihat sebagai populasi masyarakat yang tidak produktif. Lansia tetap bisa produktif jika ia aktif, misalnya mengasuh cucu (bayangkan biaya yang harus dibayar jika harus menyewa jasa babysitter) atau melakukan aktivitas rumah tangga ringan.
Namun begitu, Ketua Umum Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) dr. Bagus Putu Putra Suryana, SpPD-KR, menjelaskan lansia memiliki risiko berbagai ancaman penyakit tidak menular seperti jantung dan stroke, termasuk osteoporosis.
“Lansia adalah salah satu kelompok risiko osteoporosis karena seiring bertambahnya usia kita kehilangan lebih banyak kepadatan tulang. Jika kehilangan kepadatan tulang terjadi secara terus menerus akan menyebabkan osteoporosis sehingga berisiko mengalami patah tulang,” kata dr. Bagus, dalam peringatan Hari Lanjut Usia Nasional secara virtual, Jumat (28/5/2021).
Riset John Hopkins Medicine 2021 menyatakan patah tulang – 50% kasus akibat osteoporosis- menyebakan rasa nyeri, disabilitas, deformitas hingga meningkatkan risiko kematian akibat komplikasi medis. Setiap detik terjadi satu kasus patah tulang akibat osteoporosis di seluruh dunia.
Itu sebabnya sangat penting menjaga kesehatan tulang sejak dini agar lansia tetap bisa aktif dan tidak tergantung pada orang lain.
Dr. Bagus menambahkan, beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah osteoporosisi antara lain:
- Cukupi kebutuhan kalsium 1.000 miligram per hari untuk wanita < 50 tahun dan pria berusia <70 tahun. Serta 1.200 miligram kalsium per hari untuk wanita >50 tahun dan pria berusia >70 tahun.
- Paparan sinar matahari (vitamin D) yang cukup untuk membantu penyerapan dan pemasukan kalsium ke dalam tulang.
- Lakukan olahraga pembebanan secara teratur, bisa dimulai dengan berjalan 15-20 menit setiap harinya.
- Mengurangi kafein, alkohol, dan berhenti merokok karena akan mengganggu penyerapan kalsium.
- Cukupi kebutuhan nutrisi lainnya seperti kalium, protein, dan mineral agar penyerapan kalsium dan pembentukan tulang baru berlangsung optimal dalam tubuh.
Aktivitas sesuai kondisi tubuh
Dalam kesempatan sama dr. Siti Pariani, MS, MSc, PhD, Ketua dan Pendiri Komunitas Lansia Sejahtera Surabaya menjelaskan lansia di Indonesia memiliki sejumlah tantangan karena karakteristik mereka sudah berbeda dibandingkan dengan saat masih muda.
“Aktivitas fisik untuk lansia bisa disesuaikan dengan kondisi tubuh masing-masing dengan intensitas sedang seperti jalan kaki jarak dekat, membersihkan rumah, bersepeda santai, naik tangga, hingga berkebun,” ujarnya.
Aktivitas fisik bisa dilakukan di luar maupun di dalam ruangan. International Osteoporosis Foundation (2021) menyatakan latihan fisik dapat mengurangi risiko terjatuh pada lansia (memperbaiki keseimbangan dan kekuatan otot/tulang).
“Selain itu, lansia juga perlu melakukan olah pikir seperti membaca buku/belajar hal baru, olah rasa seperti membantu orang lain dan menjadi orang yang sabar, olah raga dengan melakukan aktivitas fisik, serta olah spiritual dengan mendekatkan diri dan mengharapkan ridho dari Tuhan Yang Masa Esa,” imbuh dr. Siti.
Mengatasi kepikunan
Penurunan daya ingat dan fungsi kognitif lain adalah salah satu gangguan yang terjadi akibat proses penuaan; masyarakat menyebutnya dengan pikun.
Pikun bisa menunjukkan gejala seperti mulai lupa terhadap waktu, susah mengingat nama orang/tempat/benda, dan lupa akan keadaan yang dialami.
Kesulitan menemukan dan menggunakan kata yang tepat, serta sering mengulang kata/pertanyaan juga adalah tanda-tanda pikun.
Dr. Riskiyana menyebutkan, kondisi pikun bisa dicegah sebelum ada gejala. Caranya dengan:
- Mengasah otak dengan kegiatan positif.
- Mengembangkan hobi dan kegiatan yang bermanfaat.
- Beraktivitas fisik.
- Makan sesuai gizi seimbang. (jie)