hubungan kesehatan pencernaan dan otak

Hubungan Istimewa Gut-Brain Axis: Usus, Otak, dan Mikrobiota Usus

Selama berabad-abad, terjadi mispersepsi mengenai kondisi kejiwaan atau mental. “Dianggap bahwa mental adalah sesuatu yang abstrak dan rohaniah. Padahal, mental sangat terkait dengan organ. Mental kita yang tampak sebagai behaviour, disusun oleh sistem organ,” papar Dr. dr. Ronny Tri Wirasto, Sp.KJ dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.

Ada berbagai sistem organ yang berperan dalam kesehatan mental. Termasuk di antaranya saluran pencernaan atau gastrointestinal. “Ada interaksi antara behaviour dengan saluran cerna. Ini dimulai sejak dalam kandungan,” terangnya, dalam webinar Kedokteran Keluarga bertajuk Gut-Brain Axis, Hubungan Kesehatan Mental dengan Probiotik, Sabtu (29/1/2022).

Gut-Brain Axis adalah hubungan antara saluran cerna dengan otak. Hubungan ini bersifat bidirectional atau dua arah. Apa yang terjadi di usus memengaruhi otak, dan sebaliknya. Mikrobiota usus turut berpengaruh dalam hubungan Gut-Brain Axis. “Mikrobiota usus memberikan sinyal ke otak melalui mediator inflamatori, metabolit, dan neuroaktif,” imbuh Dr. dr. Ronny.

Hubungan antara kondisi usus dengan kesehatan mental, serta pengaruh mikrobiota usus, memang makin menarik perhatian ahli. Salah satu penelitian yang cukup menarik, dilakukan oleh University of Melbourne, Australia. “Penelitian ini menganalisis, apakah memang ada kaitan antara usus dengan kesehatan mental, dan bagaimana komposisi dan fungsi mikrobiota usus dalam kecemasan, depresi, serta IBS (Irritable Bowel Syndrome). Penelitian masih berlangsung, kita tunggu hasilnya,” ujar dr. Fitriana Murriya Ekawati, MPHC, Sp.KKLP, Ph.D dari UGM.

Studi lain meneliti efek modifikasi diet terhadap kesehatan mental. Dalam studi tersebut, responden usia dewasa dengan gangguan depresi mayor, secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok sebagai kontrol tidak mendapat modifikasi diet, sedangkan kelompok lain mendapat modifikasi diet Mediterania. “Ternyata, mereka yang mendapat diet Mediterania mengalami perbaikan dalam depresi,” ujar dr. Fitriana.

Tatalaksana Gangguan Mental di Layanan Primer

Sebagai spesialis kedokteran keluarga dan layanan primer, dr. Fitriana mengingatkan bahwa layanan primer adalah kontak pertama pasien dengan pelayanan kesehatan. “Kita perlu lebih peka terhadap keluhan pasien. Jangan hanya fokus pada klinisnya, tapi juga perlu menggali, apakah pasien memiliki keluhan mental yang tidak terungkapkan,” tuturnya.

Menurut WHO, ada beberapa gangguan mental yang jamak dijumpai di layanan primer. Antara lain depresi, ansietas (kecemasan), gangguan tidur, kelelahan kronis, dan keluhan somatis yang tidak bisa dijelaskan. Menurut dr. Fitriana, penting untuk melakukan skrining sederhana untuk kesehatan mental.

Pemeriksaan utama adalah anamnesis. “Tanyakan apakah pasien punya kekhawatiran atau kecemasan. Terutama pasien penyakit kronis. Kita sering kali lupa bahwa pengobatan jangka panjang bisa menimbulkan depresi pada pasien,” ujar dr. Fitriana.

Waktu konsultasi di ruang praktik memang sangat terbatas. Untuk menyiasati hal ini, dr. Fitriana membagi beberapa tips, “Misalnya, kita minta mereka untuk datang lagi di sore hari ketika sudah sepi, sebelum Puskesmas tutup. Dengan cara ini, kita bisa menggali lebih dalam.”

Pengaruh Mikrobiota Usus dan Peranan Probiotik

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM Prof. Dr. Ir. Endang S. Rahayu menjelaskan, sudah banyak penelitian yang membuktikan mengenai keterkaitan antara disbiosis (ketidakseimbangan mikorbiota usus) dengan berbagai kondisi atau penyakit. “Pada pasien autis misalnya, terjadi perubahan komposisi mikrobiota usus,” jelasnya.

Prof. Trisye, begitu ia biasa disapa, melanjutkan, karena terkait dengan mikrobiota usus, “Maka salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memasukkan mikroorganisme hidup, untuk bersimbiosis dengan mikrobiota usus.” Di sinilah peranan probiotik.

Sebagai informasi, banyak syarat yang harus dipenuhi hingga suatu mikroorganisme bisa disebut sebagai probiotik. Antara lain tahan terhadap asam lambung dan cairan empedu hingga bisa mencapai usus dalam keadaan hidup, tidak memiliki efek translokasi, dan tidak menimbulkan resistensi antibiotik pada mikroorganisme patogen.

Kini ada istilah psikobiotik, yaitu probiotik yang digunakan untuk kesehatan mental. “Salah satu peranan probiotik dalam membantu mengatasi gangguan mental yaitu kemampuannya memproduksi triptofan, GABA (Gamma-Aminobutyric Acid), SCFA (short chain fatty acid), dan peptida,” papar Prof. Trisye.

Ia menjelaskan bahwa triptofan dan GABA berperan sebagai neurotransmitter di otak. “Kadar triptofan sangat penting. Pada kondisi disbiosis, kadar triptofan turun, dan bisa terjadi gangguan otak,” jelasnya. Di dalam tubuh, triptofan dimetabolisme menjadi serotonin. Serotonin adalah neurotransmitter yang berperan meregulasi mood, ansietas, dan kebahagiaan.

Penelitian oleh Otaka M, dkk (2021) meneliti apakah konsumsi harian L. casei Shirota strain bisa mengurangi depresi, pada pasien depresi mayor. Sebanyak 18 pasien mendapat intervensi berupa probiotik dengan kandungan L. casei Shirota strain, selama 12 minggu. “Setelah intervensi, ditemukan bahwa famili Bifidobacterium meningkat, dan depresi menurun,” ucap Prof. Trisye.

Penelitian lain dilakukan oleh M Takada, dkk (2017), untuk meneliti apakah konsumsi L. casei Shirota strain bisa memperbaiki kualitas tidur di bawah kondisi stres psikologis. Penelitian dilakukan terhadap mahasiswa kedokteran tahun keempat, yang stres lantaran menghadapi ujian nasional.

Mereka secara acak dibagi menjadi 2 kelompok. Satu kelompok mendapat intervensi berupa susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain pada 8 minggu sebelum ujian, hingga 3 minggu setelah ujian. Kelompok lain mendapat plasebo berupa susu non fermentasi. “Hasilnya, ditemukan bahwa intervensi probiotik bisa membantu menjaga kualitas tidur selama periode stres yang meningkat,” jelas Prof. Trisye.

Perlu digarisbawahi, probiotik bukanlah obat. “Peranannya hanyalah sebagai tambahan, untuk membantu mengurangi keluhan gangguan mental,” tegas Prof. Trisye.

Bagaimanapun, pengobatan dan konsultasi dengan ahli tetap menjadi terapi utama. “Banyak sekali faktor yang berpengaruh dalam kondisi mental. Gut-Brain Axis hanya salah satu di antaranya. Tidak cukup hanya mengandalkan probiotik atau perubahan diet semata untuk mengatasi gangguan mental. Terapi yang komprehensif tetap diperlukan,” pungkas Dr. dr. Ronny. (nid)

________________________________________

Ilustrasi: Woman photo created by wayhomestudio - www.freepik.com