fungsi ginjal menurun dapat sebabkan gagal ginjal dan cuci darah

Fungsi Ginjal Menurun Dapat Menyebabkan Gagal Ginjal dan Cuci Darah

Fungsi ginjal yang terus menurun bisa menyebabkan gagal ginjal. Usia ginjal dan kualitas hidup penderita meningkat dengan cuci darah. Ada 5 fase sampai terjadi gagal ginjal dan bila tiap fase diketahui sejak awal, gagal ginjal bisa dicegah.

Manusia dapat hidup normal dengan hanya satu ginjal. Bila fungsi ginjal tinggal 15% atau kurang, berbagai ”sampah” yang diproduksi oleh tubuh, tidak dapat dibersihkan dengan baik. Terjadi penumpukan sampah dan bahan-bahan lain, sehingga bersifat racun dan berbahaya. Fungsi ginjal yang tinggal 15%, tidak mampu menghasilkan hormon pembentuk sel darah merah.

Bila fungsi ginjal kedua-duanya tinggal 15% atau kurang, dan terapi obat tidak berhasil, biasanya dokter menganjurkan Terapi Pengganti Ginjal (TPG); salah satunya hemodialisis dan peritoneal dialysis (PD). Pada GGA (Gagal Ginjal Akut) dilakukan hemodialisis (HD) sampai fungsi ginjal membaik. Pada GGK (Gagal Ginjal Kronis) berat, dilakukan HD 2-3x/minggu, seumur hidup atau sampai dilakukan cangkok ginjal. “Cuci darah dapat menyelamatkan nyawa dan memperbaiki kualitas hidup pasien, namun pasien tidak bisa kembali normal,” ujar dr. Dharmeizar, SpPD-KGEH.

Ada dua jenis cuci darah. Pertama, cuci darah konvensional melalui pembuluh darah (hemodialisis). Kedua, cuci darah menggunakan alat (periotoneal dialisis). Alat ini  menyambungkan plastik berisi cairan khusus pencuci darah melalui selang, ditanam ke rongga perut. Selama cuci darah, penderita tetap bisa beraktivitas karena cairan khusus pencuci bisa dikantongi. Hanya yang betul-betul mampu menjaga kesterilan tubuh dan alat yang bisa melakukan terapi ini.

5 fase fungsi ginjal menurun

Penurunan fungsi ginjal sampai gagal ginjal melalui 5 fase, sebelum dokter memvonis untuk cuci darah. Fase pertama, fungsi ginjal masih di atas 90% namun ada faktor risiko. Misalnya, ada riwayat keluarga penderita gagal ginjal, diabetes, hipertensi, rematik dan batu ginjal. Fase kedua, fungsi ginjal 60%-90%. Gejala ringan seperti kebocoran protein pada urin, bisa dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Pada fase itu, penting untuk mencari dan menanggulangi faktor-faktor yang dapat mempercepat  gagal ginjal. Fase ketiga, fungsi ginjal  30%-60%. Kadar hemoglobin (Hb) darah mulai menurun.

Fase keempat, fungsi ginjal tinggal 15%-30%, penderita sering merasa lemas. Penderita sudah harus siap-siap menghadapi kemungkinan cuci darah. Fase kelima, fungsi ginjal tinggal 15% atau kurang. Penderita sudah harus cuci darah untuk mempertahankan kualitas hidup. Menurut dr. Dharmeizar, “Bila tiap fase diketahui sejak awal, gagal ginjal bisa dicegah.”

Cuci darah atau hemodialisis (HD) adalah membersihkan darah menggunakan ginjal buatan (mesin). HD berfungsi memisahkan darah dari sampah metabolisme dan racun tubuh. Darah dikeluarkan dari tubuh melalui pipa-pipa plastik menuju mesin ginjal buatan (mesin HD/dialiser). Setelah bersih darah dimasukkan kembali ke tubuh.

Perlu Akses Vaskuler  Hemodialisis (AVH) yang baik, agar dapat diperoleh aliran darah  cukup besar. AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di leher atau paha dan bersifat temporer. Yang permanen biasanya di lengan bawah. Idealnya perlu kecepatan darah 200-300 ml/menit, kontinyu selama 4-5 jam. Makin banyak darah yang dipompa, bertambah banyak racun berupa ureum yang dikeluarkan.

Selama proses hemodialisis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku ketika berada di luar tubuh.

Berbeda dengan hemodialisis, pada peritoneal dialisis sebagai membran semipermeabel adalah peritoneum (selaput perut), dan sebagai cairan dialisat adalah cairan yang mempunyai komposisi zat terlarut yang mirip plasma darah.

Mekanisme kerjanya, cairan dialisat dialirkan ke rongga perut, dibiarkan selama 30 menit. Terjadi proses pencucian, sampah metabolisme dan racun tubuh berpindah ke cairan dialisat, kemudian cairan dialisat dikeluarkan. Dilakukan berulang-ulang sampai sampah metabolisme dan racun tubuh berkurang.

Pembengkakan akibat tusukan kateter, bisa karena pembuluh darah mengeras yang berakibat mampetnya aliran darah. Pembengkakan bisa berupa benjolan lunak akibat pelebaran pembuluh darah, biasanya berdenyut dan bila ditekan seperti balon. Bila benjolan berbentuk mirip kelereng dengan kulit tipis kemudian pecah atau meletus, darah muncrat mengalir sangat deras. Segera tekan dengan jari atau telapak tangan, dilandasi atau ditutup kain bersih. “Dan segera ke rumah sakit atau UGD terdekat,” ujarnya.

Pembengkakan bisa karena infeksi. Tanda-tandanya adalah memerah, nyeri, bila diraba terasa panas, dengan atau tanpa benjolan. Terapinya, tempat menusuk jarum saat hemodialisis harus dipindah.


Ilustrasi: VSRao from Pixabay