Bangun Pagi Bisa Sebabkan Depresi Bagi Sebagian Orang
bangun pagi bisa sebabkan depresi

Bangun Pagi Bisa Sebabkan Depresi Bagi Sebagian Orang, Ketahui Sebabnya

Ada perbedaan besar antara mereka yang terbiasa bangun pagi kemudian beraktivitas dengan orang yang lebih suka bekerja/produktif di malam hari. Ilmuwan menyebutnya sebagai preferensi diurnal. Ternyata ini terkait dengan gen bawaan di tubuh kita.

Studi terbaru menunjukkan bahwa bagi orang secara alami lebih suka bangun pagi, berisiko lebih rendah mengalami depresi, dan kesejahteraan umumnya lebih tinggi, dibandingkan orang yang senang beraktivitas malam hari.

Ini disebabkan orang yang tubuhnya secara alami lebih aktif di malam hari – disebut juga night owl - cenderung mengalami ketidakselarasan dengan jam tubuh karena harus bangun pagi, misalnya untuk melakukan perjalanan.

Temuan ini didasarkan pada penelitian sebelumnya tentang kecenderungan genetik kita terhadap preferensi diurnal. Menunjukkan bahwa orang yang terbiasa bangun pagi mendapatkan manfaat kesehatan lebih banyak karena hidup selaras dengan jam tubuh mereka.

"Kami menemukan bahwa orang-orang yang tidak selaras dengan jam tubuh alami mereka lebih mungkin untuk menderita depresi, kecemasan dan memiliki kesejahteraan yang lebih rendah," kata ahli biokimia Jessica O'Loughlin, dari University of Exeter, Inggris.

Riset tersebut menganalisa data statistik dari 451.025 catatan medis di database UK Biobank dan kuesioner tentang kebiasaan tidur/kerja.

Sayangnya penelitian itu tidak cukup mengkonfirmasi hubungan sebab akibat antara pola tidur yang tidak menentu dan depresi dan kecemasan.

Pada studi terbaru ini, para peneliti mengukur tingkat 'social jetlag’, atau perbedaan kebiasaan tidur antara hari kerja dan akhir pekan. Ditemukan bahwa perbedaan ini lebih buruk pada mereka yang kesulitan menyesuaikan dengan pola kerja standar (mulai jam 9 pagi sampai 5 sore).

"Kami juga menemukan bukti kuat bahwa orang yang terbiasa bangun pagi lebih terlindung dari depresi dan meningkatkan status kesejahteraannya," kata O'Loughlin.

"Ini bisa dijelaskan oleh fakta bahwa tuntutan masyarakat (beraktivitas di siang hari) membuat orang produktif di malam hari cenderung menentang jam tubuh alami mereka, dengan harus bangun pagi untuk bekerja."

Sebenarnya hubungan antara pola tidur dan depresi bukanlah hal baru. Sudah diketahui betapa pentingnya tidur teratur untuk membantu menjaga kesehatan fisik dan mental kita.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Molecular Psychiatry ini menekankan betapa pentingnya menyelaraskan tidur kita dengan jam alami tubuh kita. Tetapi bagi sebagian orang, termasuk pekerja shift, itu akan lebih sulit dilakukan.

Peneliti juga memperhatikan adanya perubahan pola jam kerja akibat pandemi COVID-19, dan menyarankan bahwa jam kerja yang lebih fleksibel dapat membantu mengurangi efek negatif bagi kesehatan mental.

“Pandemi COVID-19 telah memperkenalkan fleksibilitas baru dalam pola kerja bagi banyak orang,” kata ahli genetika Jessica Tyrrell, juga dari University of Exeter.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa menyelaraskan jadwal kerja dengan jam tubuh alami dapat meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan bagi mereka yang lebih senang bekerja di malam hari." (jie)