Gula punya reputasi yang membingungkan. Sebagian orang bilang sirup jagung harus dihindari, diganti dengan sirup maple, atau gula alami. Perdebatan lain meributkan bahwa gula tambahan apa pun jenisnya memiliki efek yang sama di dalam tubuh. Masih ada minuman atau snack dengan embel-embel bebas gula. Jadi mana yang lebih sehat?
Berikut ini beberapa mitos tentang gula yang ada di masyarakat.
Semua gula harus dihindari
Sebelumnya perlu dipahami ada dua jenis gula : gula tambahan dan gula alami. Gula alami adalah pemanis yang sudah ada dalam bahan pangan, seperti fruktosa dalam buah atau laktosa pada susu dan produk turunannya. Sementara gula tambahan merupakan bahan (pemanis) yang ditambahkan dalam makanan / minuman selama proses pembuatannya.
Mengonsumsi terlalu banyak gula tambahan akan meningkatkan risiko penyakit, seperti diabetes, kerusakan gigi, obesitas, dll. Berbeda dengan gula alami, lebih sulit untuk terlalu banyak mengonsumsi gula alami. Kadungan serat, dan air dalam buah membuat Anda cepat kenyang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan RI merekomendasikan konsumsi gula tambahan, yakni maksimal 10% dari total kalori harian. Ini setara dengan 50 gram (4 sendok makan) per hari untuk orang dewasa, dan 25 gram (2 sendok makan) per hari untuk anak-anak.
Gula “bersih” lebih baik
Beberapa gula tambahan dianggap lebih ‘bersih’ dan ‘aman’ seperti gula kelapa (gula merah), sirup maple atau madu. Faktanya, dilansir dari cookinglight.com, gula tetaplah gula, dicerna tubuh dengan cara yang sama.
Gula merah dan sirup maple memiliki indeks glikemik rendah (< 55), artinya akan menaikkan glukosa darah lebih lambat. Sementara madu dengan nilai indeks glikemik 58, tergolong indeks glikemik sedang (56-69). Sebagai perbandingan, nilai indeks glikemik gula pasir adalah 63.
Walau pemanis-pemanis alternatif ini tergolong lebih aman, bukan berarti Anda bisa bebas mengonsumsinya. Cara aman lainnya adalah dengan menambahkan pemanis alami, yakni buah-buahan dalam makanan/masakan Anda.
Pemanis buatan lebih baik
Di pasaran banyak beredar produk-produk pemanis buatan, seperti aspartame, sakarin atau sucralose. Bahkan saat ini ada pemanis buatan “alami”; terbuat dari esktrak daun stevia.
Biasanya pemanis buatan menawarkan nilai jual: bebas kalori, tidak meningkatkan glukosa darah dan beberapa ratus kali lebih manis dari gula biasa. Apakah artinya, kita bebas mengonsumsinya?
Faktanya, American Diabetes Association menyarankan konsumsi pemanis buatan dalam batas wajar, karena banyak produk pemanis buatan justru tinggi lemak, mengandung bahan penstabil yang berisiko menyebabkan gangguan pencernaan. Beberapa penelitian mengatakan jika konsumsi pemanis buatan berlebih juga berhubungan dengan kenaikan berat badan.
Menghindari gula tambahan artinya jangan makan makanan manis
Walaupun Anda menghindari gula tambahan, bukan berarti tidak lagi boleh ‘menyentuh’ cookie atau kue lagi.
Perlu diketahui gula tambahan ada di 68% makanan dan minuman kemasan yang dijual di pasaran, termasuk yang dengan embel-embel ‘minuman sehat’, seperti susu dengan rasa buah, selai kacang, dll.
Gula juga tersebunyi dalam produk-produk yang gurih, seperti kecap, saus atau daging asap. Atau ditulis dalam kemasan dengan nama lain seperti konsentrat jus, sucanat, atau kata-kata asing berakhiran ose.
Sangat disarankan untuk membaca label kemasan, untuk memastikan kandungan nutrisi di dalamnya atau produk tersebut rendah gula. (jie)