Produsen vaksin Moderna asal Amerika Serikat pada Senin (16/11/2020) lalu mengumumkan bila vaksin COVID-19 yang mereka buat punya efektivitas hingga 94,5%. Sebagaimana Pfizer – yang lebih dulu mengumumkan keampuhan vaksinnya – perusahaan ini berencana mengajukan izin penggunaan darurat ke otoritas kesehatan AS (dalam hal ini Food and Drug Administration / FDA).
Vaksin Moderna dan Pfizer jauh melebihi persyaratan FDA yang mewajibkan vaksin virus corona setidaknya 50% efektif untuk mendapat persetujuan.
Moderna dan Pfizer termasuk dua pengembang vaksin yang pertama mengumumkan data awal dari studi skala besarnya. Sepuluh pengembang vaksin lain diketahui masih dalam uji klinis fase 3, yang melibatkan subyek dari beberapa negara termasuk Australia, Inggris, Brasil, China, India, Rusia, bahkan Indonesia. Lebih dari 50 kandidat vaksin lainnya sedang dalam tahap pengujian awal.
Moderna juga melaporkan bahwa vaksinnya memiliki umur simpan lebih lama di dalam lemari es dan pada suhu kamar, daripada yang dilaporkan sebelumnya. Ini berarti membuatnya lebih mudah untuk disimpan dan digunakan.
Dilansir dari New York Times, dr. Anthony S. Fauci, direktur The National Institute of Allergy and Infectious Disease – lembaga yang bekerja sama dengan Moderna mengembangkan vaksin COVID-19 – mengatakan, “Saya akan puas dengan vaksin yang 75% efektif. Secara aspirasi, kita ingin melihat 90 atau 95%, tetapi saya tidak menduganya. 94,5% adalah sangat mengesankan.”
Dalam studi ini peneliti membandingkan antara subyek yang mendapatkan suntikan vaksin dan kelompok kontrol (mendapatkan suntikan plasebo). Tercatat 95 orang terinfeksi virus corona; dari jumlah tersebut lima orang yang divaksinasi, dan 90 orang yang menerima plasebo (berisi air garam).
Secara statistik, perbedaan antra kedua kelompok sangat signifikan. Dan dari 95 kasus, 11 orang dengan infeksi parah semuanya dari kelompok plasebo. Termasuk di dalamnya adalah 15 orang berusia >65 tahun dan 20 orang dari ras Asia, Hispanik, kulit hitam atau multiras.
Vaksin Moderna dilaporkan memiliki profil keamanan dan efektivitas yang sama untuk semua subkelompok tersebut.
Stéphane Bancel, Chief Executive Moderna mengatakan bahwa hasil tersebut telah memberikan “validasi klinis pertama bahwa vaksin kami dapat mencegah COVID-19, termasuk infeksi parah.”
Yang perlu diperhatikan adalah Moderna mengumumkan data awal riset tersebut dalam rilis berita, bukan jurnal ilmiah yang ditinjau oleh sesama peneliti. Mereka juga tidak mengungkapkan data terperinci yang memungkinkan para ahli dari luar untuk mengevaluasi klaim mereka.
Oleh karena itu hasilnya dianggap tidak konklusif. Angka efektivitas dapat berubah seiring dengan berlanjutnya penelitian.
Dalam jumpa pers dr. Fauci, menekankan bahwa berita ini tidak berarti kita bisa lengah. Sebaliknya, ia menghimbau masyarakat untuk ‘melipatgandakan’ pemakaian masker, menjaga jarak fisik, mencuci tangan dan menghindari keramaian. Dan tetap berada di ‘jalur’ itu sampai vaksin tersedia.
Vaksin siap di akhir tahun
Sejauh ini, data awal dari dua riset vaksin (Moderna dan Pfizer) tidak menunjukkan efek samping yang serius. Partisipan melaporkan nyeri di area suntikan, nyeri otot/tubuh, kelelahan dan demam sekitar dua hari setelah injeksi.
Moderna mengatakan bahwa 20 juta dosis vaksin akan siap di akhir 2020. Vaksin ini memerlukan dua suntikan, sehingga 20 juta dosis hanya cukup untuk 10 juta orang.
Sebelumnya Moderna pada 22 Oktober 2020 lalu telah mengumumkan bahwa mereka telah menyelesaikan pendaftaran studi yang melibatkan 30.000 peserta, dan 25.650 partisipan telah menerima dua suntikan.
Moderna memperlambat pendaftaran pada September 2020 untuk memastikan keberagaman peserta, dan telah melibatkan 37% partisipan dari komunitas kulit berwarna, dan 42% dari populasi berisiko tinggi (berusia >65 tahun atau memiliki penyakit penyerta).
Separuh partisipan diberikan vaksin eksperimental dan sisanya mendapat plasebo (suntikan air garam). Baik partisipan atau dokter tidak mengetahui apa yang akan mereka terima. Vaksin moderna membutuhkan jeda empat minggu per suntikan.
Dr. Tal Zaks, Chief Medical Officer Moderna mengatakan, Moderna merasa memiliki kewajiban etis untuk memberikan vaksin kepada kelompok plasebo secepanya, bila FDA menyetujui. (jie)
Baca juga : Kemanjuran 90% Vaksin COVID-19 dari Pfizer Mengejutkan, tapi Kita Harus Menunggu Data Lengkap