Mengenal virus cacar monyet | OTC Digest

Mengenal virus cacar monyet

Infeksi virus cacar monyet (monkeypox virus) mulai meresahkan masyarakat, setelah diketahui penyakit langka ini menginfeksi seorang warga negara Nigeria di Singapura.

Diketahui seorang warga negara Nigeria di Singapura yang kembali ke negara asalnya terinfeksi virus cacar monyet, setelah mengonsumsi makanan di pesta pernikahan.

Meski sangat terbatas, cacar monyet juga dapat ditularkan dari manusia ke manusia. Penularan terjadi lewat kontak dekat dengan cairan saluran pernapasan yang terinfeksi, luka pada kulit penderita, atau objek yang telah terkontaminasi cairan tubuh penderita.

Mengutip situs resmi WHO, virus cacar monyet (MPXV) adalah orthopoxvirus yang bisa menyebarkan penyakit dengan gejala serupa pada manusia, tetapi lebih ringan dari cacar (smallpox) pada manusia. Walau memiliki gejala lebih ringan, namun bisa berakibat fatal.

Cacar monyet yang menjangkit manusia merupakan penyakit endemik di desa-desa Afrika Tengah dan Barat. Kasus cacar monyet sering ditemukan di dekat hutan hujan tropis, di mana kerap terjadi kontak dengan hewan (monyet dan tikus) yang terinfeksi.

Sampai saat ini belum ada obat atau vaksin khusus yang tersedia, walau vaksin cacar yang sudah ada efektif untuk mencegah cacar monyet.

Outbreak

Cacar monyet pertama kali diidentifikasi menyerang manusia pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo (sekarang dikenal sebagai Zaire), pada seorang bocah laki-laki berumur 9 tahun, di sebuah daerah di mana penyakit cacar telah dinyatakan hilang sejak 1968.

Setelah itu sebagian besar kasus dilaporkan terjadi di area pedesaan, hutan hujan di Congo Basin dan Afrika Barat.

Secara sporadis kasus-kasus infeksi virus cacar monyet ke manusia dilaporkan terjadi di 10 negara Afrika, seperti Republik Demokratik Kongo, Republik Afrika Tengah, Nigeria, Pantai Gading dan Sudan Selatan.

Pada tahun 2003, infeksi cacar monyet terkonfirmasi di Amerika Serikat, menandai kejadian pertama yang terjadi di luar benua Afrika. Sebagian besar pasien dilaporkan melakukan kontak dengan anjing peliharaan yang terinfeksi oleh tikus Afrika yang diimpor ke Amerika Serikat.

Pada 2017 lalu, Nigeria mengalami wabah terbesar cacar monyet, sekitar 40 tahun sejak terakhir kalinya negara tersebut mengonfirmasi kasus cacar monyet.

Transmisi virus

Infeksi umumnya terjadi akibat kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau lesi kulit dan mukosa hewan yang terinfeksi.  Di Afrika, infeksi ke manusia yang terdokumentasikan adalah melalui penanganan kera yang terinfeksi, tikus dan tupai Gambia.

Konsumsi daging hewan yang terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang merupakan faktor risiko yang memungkinkan.

Infeksi sekunder (dari manusia ke manusia), mungkin terjadi akibat kontak dalam jarak dekat dengan cairan (sekresi) saluran pernapasan dari orang yang terinfeksi, lesi kulit atau benda yang terkontaminasi oleh cairan penderita atau bahan lesi.

Penularan terjadi terutama melalui tetesan partikel pernapasan yang biasanya membutuhkan kontak tatap muka yang berkepanjangan. Ini menempatkan anggota keluarga dari orang yang terinfeksi berisko besar tertular.

Penularan juga bisa terjadi dengan inokulasi atau melalui plasenta kepada bayi di dalam kandungan (cacar monyet kongenital). Namun, tidak ada bukti hingga saat ini, bahwa penularan dari orang ke orang saja dapat mempertahankan infeksi cacar monyet pada populasi manusia.

Gejala

Masa inkubasi (dari virus masuk sampai menunjukkan gejala) virus cacar monyet biasanya antara 6-16 hari, tetapi bisa juga terjadi antara 5-21 hari.

 Infeksi tersebut dapat dibagi menjadi dua periode :

  1. Periode infasi (0-5 hari) yang ditunjukkan dengan demam, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjar getah bening, nyeri punggung, nyeri otot (mialgia) dan asthenia yang intens (kekurangan energi).
  2. Periode pengelupasan kulit (dalam 1-3 hari setelah munculnya demam) di mana dibarengi munculnya ruam di wajah, kemudian menyebar ke telapak tangan dan kaki. Perubahan bentuk ruam tejadi dalam 10 hari, dari lesi datar menjadi lepuhan kecil berisi cairan, lepuhan membesar dan diikuti kerak. Biasanya dalam waktu 3 minggu lesi di kulit akan hilang.

Cacar monyet biasanya akan sembuh sendiri. Kasus yang parah lebih sering terjadi pada anak-anak, atau mereka dengan sistem imun rendah.

Pencegahan penularan

Untuk meminimalkan kemungkinan paparan virus cacar monyet, WHO menyarankan :

  1. Upaya pencegahan di daerah endemik dilakukan dengan menghindari kontak dengan tikus atau primata, serta membatasi / menghindari paparan langsung pada darah dan daging; dimasak hingga matang sebelum dikonsumsi. Serta gunakan sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya jika menangani hewan yang sakit atau jaringan tubuh yang terinfeksi.
  2. Mengurangi risiko penularan dari manusia ke manusia dengan menghindari kontak jarak dekat dengan penderita cacar monyet atau bahan/benda yang terinfeksi. Sarung tangan dan peralatan pelindung harus dipakai saat merawat penderita. Cuci tangan secara teratur setelah merawat atau mengunjungi pasien cacar monyet. (jie)