cegah anemia defisiensi besi pada bayi
cegah anemia defisiensi besi pada bayi

Cegah Anemia Defisiensi Besi pada Bayi: Bumil juga Jangan Anemia

Anemia defisiensi besi (ADB) pada bayi masih tinggi. ADB akan mengganggu tumbuh kembang si kecil, risiko infeksi lebih tinggi, hingga rentan mengalami stunting. Pencegahan dilakukan sejak janin di dalam kandungan. 

Studi tahun 2005 menggambarkan tingginya kasus defisiensi zat besi (Fe) pada bayi di Indonesia. Riset dilakukan pada 55 bayi usia 4-12 bulan di Jakarta Timur. Hasilnya 38,2% bayi mengalami anemia, dan 71,4% bayi anemia tersebut menderita ADB. 

Di satu sisi Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menyatakan prevalensi anemia pada ibu hamil (bumil) adalah 27,3%. Padahal bumil yang anemia juga akan melahirkan bayi yang anemia pula. 

Dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, SpA, MARS, dari RS Bunda Jakarta, menjelaskan ibu hamil yang anemia berisiko mengalami lahir prematur, terkena infeksi lebih tinggi. 

“Zat besi itu juga untuk kekebalan. Infeksi (pada bumil) akan membuat janin mengalami gangguan pertumbuhan. Infeksi itu juga bisa ke janinnya sendiri,” ujarnya. 

Kebutuhan zat besi ibu hamil berbeda-beda di tiap trimester: 18 mg per hari untuk trimester pertama, trimester kedua dan ketiga masing-masing 27 mg per hari. Peningkatan ini terjadi karena volume darah ibu meningkat dan diperlukan untuk pembentukan sel darah merah dan hemoglobin janin. 

“Transfer zat besi ke janin itu paling tinggi di tiga bulan terakhir. Harus dipastikan di tiga bulan terakhir kehamilan tidak boleh ada anemia pada ibu. Kalau ada, akan dilakukan intervensi agresif pada ibu, kadang hingga infus zat besi (selain suplemen Fe),” terang dokter yang akrab disapa Tiwi ini. 

Intevensi pada bumil dan ibu menyusui dilakukan dengan harapan agar jangan sampai melakukan tindakan pada bayi. 

“Jadi bersama-sama dokter obgyn kita lakukan intervensi di awal. Mudah-mudahan (mengejar) otak yang lagi tumbuh, kekebalan yang sedang dibentuk tanpa harus banget suplementasi (ke bayi). Suplementasi itu tidak mudah banget,” dr. Tiwi menambahkan. Banyak bayi yang muntah, atau mengalami sembelit saat mendapatkan suplemen Fe. 

Kemudian memasuki periode menyusui. ASI mengandung sedikit zat besi, sekitar 0,2 - 0,4 mg per liter, namun sangat mudah diserap bayi (bioavailabilitas tinggi) sehingga bisa memenuhi kebutuhan bayi usia 4-6 bulan. 

Setelah usia 6 bulan, cadangan zat besi bayi menurun dan ASI tidak lagi cukup, sehingga perlu diberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yang kaya zat besi. 

“Untungnya kebutuhan Fe anak usia 1 tahun ke atas turun, dari 11 mg saat usia 6-12 bulan, menjadi 7-8 mg, itu bisa didapatkan dari makanan keluarga. Jadi MPASI harus baik (tinggi zat besi dan bervariasi),” tegas dr. Tiwi.  

“Jadi kalau kita bisa lakukan intervensi di ibu, kemudian MPASI yang baik di 6 - 12 bulan, mudah-mudahan di 1 tahun anak itu sudah terbentuk (pertumbuhan otak optimal). Karena pintar itu tidak hanya dari nutrisi, tetapi juga dari stimulasi. Makanan bervariasi itu termasuk stimulasi. Itu stimulasi rasa.”  

Bagaimana dengan bumil yang bekerja? 

Nutrisi selama masa kehamilan sangat penting untuk perkembangan otak janin. Otak bisa berkembang baik jika nutrinya baik. 

“Kalau ia mengerti bahwa ia sedang membawa 1 kehidupan, dan harus bertanggung jawab terhadap kehidupan itu, mestinya kalaupun ia sibuk/bekerja, nomor 1 ia harus pastikan konsumsi nutrisi yang baik, karena ia sedang memberikan nutrisi untuk janinnya,” tutup dr. Tiwi. (jie)

Baca juga: Cegah Anemia Defisiensi Besi: Mulai Dari Sarapan