Jangan pandang enteng aritmia atau gangguan irama jantung. Berisiko menyebabkan stroke bahkan kematian mendadak. Kelelahan adalah gejala umum aritmia yang kerap dianggap remeh.
Jantung mampu bekerja terus-menerus karena generator listrik – disebut nodus sinoatrial (SA) – memproduksi impuls listrik, dan membuat jantung berdenyut. Gangguan pada pembentukkan dan atau penjalaran impuls listrik menimbulkan penyakit aritmia.
Pada kasus aritmia, listrik tak hanya berasal dari nodus SA tapi juga dari bagian-bagian lain di dalam jantung. Atau, walau berasal dari nodus SA iramanya tidak teratur, frekuensi detakkan kurang dari 60 kali/menit, yang disebut sinus bradikardi. Atau, lebih dari 100 kali/menit (sinus takikadi).
Normalnya jantung berdetak antara 60-100 kali/menit. Pada atlet/olahragawan detak jantung mungkin lebih rendah dari orang normal, antara 50-60 kali/menit, namun ini tergolong normal pada olahragawan.
Salah satu bentuk aritmia yang paling sering terjadi adalah fibrilasi atrium (FA), dimana gangguan irama jantung terjadi di serambi. Angka kejadian FA adalah 1-2% dalam suatu populasi. Framingham Heart Study yang melibatkan 5209 partisipan dalam 20 tahun mendapati, FA lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.
Gejala
Rantang gejala aritmia cukup luas, mulai dari berdebar dengan denyut ngebut atau detak yang menumpuk, keliyengan, napas pendek, dada sesak, sering kencing, sampai pingsang dan stroke.
“Penderita tidak harus mengalami semua gejala tersebut,” papar dr. Dicky Armein Hanafy, SpJP (K), FIHA, Ketua Indonesian Heart Rhythm Society (InaHRS), di Jakarta (24/1/2018). “Namun sebagian besar penderita mengeluhkan rasa kelelahan yang berkepanjangan.”
Irama yang tak beraturan / lebih lambat menyebabkan jantung lebih sedikit memompa darah ke seluruh tubuh, menyebabkan rasa kelelahan.
Penderita bisa merasakan kelelahan selama berhari-hari, dan membuatnya tidak bersemangat untuk beraktivitas. Memang tidak semua kelelahan berkepanjangan adalah tanda aritmia, namun patut dicurigai sebagai aritmia jika terjadi berulang-ulang. “Atau disertai adanya gejala lain, seperti berdebar,” tutur Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), dari RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta.
Deteksi menjadi penting karena mencegah risiko terparah, stroke atau kematian. 90% kasus jantung berhenti mendadak disebabkan oleh aritmia; yang terlebih dulu dipicu oleh penyakit jantung koroner.
Di satu sisi peru dipahami bahwa fibrilasi atrium akan mengkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah, stroke atau gagal jantung. “40% penderita fibrilasi atrium mengalami stroke,” terang dr. Hanafi. Sayangnya stroke yang disebabkan FA mengakibatkan kerusakkan otak yang lebih berat (5 kali lebih berat) dibanding stroke akibat sebab lain.
Dr. Hanafi menegaskan, jika seseorang merasakan kelelahan yang berkepanjangan, dan terjadi berulang-ulang, atau merasakan detak jantung yang tidak seperti biasanya segera periksakan ke dokter. (jie)