Transplantasi sel punca darah menjadi satu-satunya harapan untuk menyembuhkan pasien talasemia mayor, membuat mereka tidak harus menjalani transfusi darah seumur hidup.
Talasemia adalah kelainan darah bawaan yang diturunkan secara genetik. Orang dengan talasemia memiliki jumlah hemoglobin (Hb) lebih rendah dibandingkan orang pada umumnya. Padahal, Hb merupakan protein dalam sel darah merah yang bertugas membawa oksigen. Akibat kadar Hb rendah, penyandang talasemia bisa mengalami anemia, dari yang ringan hingga berat.
Talasemia merupakan kondisi kronik yang membutuhkan terapi seumur hidup, anak-anak dengan penyakit ini membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya.
Sampai saat ini, transplantasi ini merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan agar pasien talasemia mayor (berat) terbebas dari transfusi dan jika dilakukan pada usia yang masih muda. Studi di jurnal Bone Marrow Transplant (2022) menyebutkan angka keberhasilan transplantasi sel punca darah dapat mencapai 74,5%.
Transplantasi ini menggunakan stem cell (sel punca) darah. Ia adalah sel induk pembentuk sel-sel darah, seperti sel darah merah, sel darah putih dan keping darah. Sel punca jenis ini didapatkan dari sumsum tulang, darah perifer dan darah tali pusat.
Transplantasi sel punca darah merupakan terapi yang umum dilakukan di negara-negara maju. Di Indonesia, jumlah rumah sakit yang mampu melakukan terapi ini masih belum banyak karena adanya keterbatasan fasilitas dan ketersediaan obat-obatan yang dibutuhkan dalam transplantasi.
“Tidak semua rumah sakit dapat memberikan layanan transplantasi sel punca darah karena terapi ini membutuhkan ruang rawat khusus yang dijaga sterilitasnya untuk menekan kemungkinan terjadinya komplikasi pasca transplantasi,” jelas dr. Edi Tehuteru, dokter spesialis anak di Tzu Chi Hospital Pantai Indah Kapuk, Jakarta.
Selanjutnya, tukas dr. Edi, “Anak-anak yang menjalani transplantasi harus dirawat di dalam kamar steril selama kurang lebih 30 hari setelah sel punca diinfuskan ke dalam tubuhnya sampai sel punca yang ditransplantasikan dapat berfungsi dengan baik dan sistem imunnya siap.”
Kendala lain yang dihadapi dalam proses transplantasi adalah sulitnya mencari donor sel punca karena kebanyakan transplantasi yang dilakukan untuk kelainan darah - seperti talasemia mayor - membutuhkan sel punca dari orang lain.
“Sayangnya, negara kita belum memiliki bank data sel punca publik seperti di negara-negara lain. Hal ini akan memperpanjang waktu yang dibutuhkan dalam menemukan donor yang cocok,” ujar dr. Edi.
"Tabungan" di saat dibutuhkan
Pada kesempatan yang sama, dr. Meriana Virtin, Medical Advisor PT Cordlife Persada menjelaskan, tujuan utama penyimpanan darah tali pusat yaitu sebagai simpanan yang dapat digunakan oleh bayi pemilik darah tali pusat itu sendiri jika dibutuhkan di saat ia bertumbuh dewasa.
Tetapi, darah tali pusat yang disimpan ini juga mungkin bisa bermanfaat bagi keluarga jika ada yang membutuhkan transplantasi sel punca.
“Itu sebabnya kami mendorong orangtua untuk menyimpan darah tali pusat setiap anak mereka karena semakin banyak anak yang sel puncanya disimpan, maka keluarga tersebut akan memiliki keragaman sel punca yang semakin banyak pula. Hal ini akan meningkatkan kemungkinan menemukan sel punca yang cocok untuk digunakan ketika salah satu anggota keluarga membutuhkannya untuk terapi,” terang dr. Meriana.
Sebagai informasi, PT Cordlife Persada merupakan salah satu industri penyimpanan darah tali pusat dan merupakan perusahaan pertama yang mengoperasikan pemrosesan darah tali pusat dan kriopreservasi di Indonesia.
Mereka bekerjasama dengan Tzu Chi Hospital Pantai Indah Kapuk, salah satu rumah sakit di Jakarta yang sudah bisa melakukan transplantasi sel punca darah. (jie)
Baca juga: Inilah Talasemia, Kelainan Darah yang Dimiliki Chacha Takya