Pertama kali terjadi, seorang nelayan bernama Nazaruddin Razali mengajukan permohonan agar dirinya disuntik mati (euthanasia). Hakim Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Aceh, pada sidang hari kamis 27 Januari 2022, menolak permohonan yang tidak biasa itu.
“Tidak ada dasar hukum yang mengatur tentang permohonan suntik mati. Menolak permohonan suntik mati yang diajukan Nazaruddin Razali," kata hakim tunggal Budi Sunanda di Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Alasan lain menolak permohonan nelayan dari Pusong, Banda Sakti, Lhokseumawe itu adalah suntik mati tidak dibenarkan di Indonesia dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), karena menghilangkan nyawa seseorang.
Nazarudin Razali mengajukan permohonan suntik mati bukan karena menderita sakit parah berkepanjangan. Ia kecewa karena Pemerintah Kota Lhokseumawe, melarang jaring apung tradisional di waduk Pusong terhitung sejak November 2021. Sedangkan, Nazarudin dan para nelayan seputar waduk, selama ini memelihara ikan dengan keramba jaring apung sebagai mata pencarian.
Permohonan suntik mati Nazaruddin, tampaknya sebagai protes atas kebijakan pemkot yang dinilai tidak adil dan merugikan para nelayan. Itu sebabnya, dalam permohonannya, Nazaruddin meminta agar suntik mati dilakukan di Rumah Sakit Kesrem Lhokseumawe, disaksikan Walikota Lhokseumawe, Camat Banda Sakti dan Danramil Banda Sakti.
Kuasa Hukum Safaruddin mengatakan pikir-pikir, atas putusan hakim yang menolak permohonan kliennya.
Sekilas tentang suntik mati (euthanasia)
Banyak negara menilai, suntik mati bertentangan dengan norma agama, kode etik dan hukum positif. Ada negara yang membolehkan, suntik mati dengan syarat yang ketat. Euthanasia berasal dari bahasa Yunani; “eu” berarti baik, “thanatos” berarti kematian. Euthanasia berarti “kematian yang baik /mudah”.
Sejumlah pakar berpendapat, euthanasia merupakan hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri, karena derita akibat penyakitnya sudah tak tertanggungkan lagi. Pakar lain berpendapat, euthanasia sama saja dengan pembunuhan atau bunuh diri, dan tidak sesuai dengan kode etik moral.
Beberapa tipe euthanasia
Sejumlah negara yang membolehkan suntik mati dan bunuh diri terbantu, adalah: Belanda, negara bagian Washington DC dan Oregon (Amerika Serikat), Belgia dan Swiss. Di banyak negara, termasuk Indonesia, suntik mati terhadap pasien dengan penyakit parah – apalagi karena alasan lain, seperti yang dimohonkan nelayan Aceh – tidak dibenarkan.
Sekedar informasi, di bawah ini dipaparkan tentang euthanasia. National Health Service UK menyebutkan, ada beberapa tipe euthanasia, berdasar cara kerja dan consent (persetujuan pasien).
1. Euthanasia aktif
Tenaga medis (dokter) secara langsung melakukan tindakan yang menyebabkan kematian pasien, misalnya dengan menyuntikkan obat penenang dalam dosis tinggi. Tindakan ini disebut juga eutanasia agresif (aggressive euthanasia).
2. Euthanasia pasif
Tenaga medis tidak secara langsung mengakhiri hidup pasien. Dokter hanya membiarkan pasien tidak mendapat perawatan yang semestinya. Misalnya dengan mencabut peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, atau tidak melakukan upaya memperpanjang hidup, seperti resusitasi jantung.
3. Euthanasia volunteer
Suntik mati atas permintaan pasien. Pasien secara sadar tahu kondisi penyakitnya dan menyadari, manfaat dan risiko terkait pilihan pengobatan.
Permintaan untuk mengakhiri kehidupan, dilakukan atas keinginan pasien sendiri tanpa paksaan dari pihak manapun.
4. Euthanasia non-volunter
Saat pasien berada dalam kondisi tidak sadar atau tidak mampu membuat pilihan hidup atau mati. Misal, bayi baru lahir, orang dengan intelegensi rendah, pasien yang mngalami koma (pingsan) berkepanjangan atau cedera otak parah.
Keputusan euthanasia dilakukan orang lain yang berkompeten atas diri pasien, seperti keluarga dekat atau orang yang sebelumnya ditunjukkan pasien. Bisa juga dilakukan berdasar pernyataan pasien sebelumnya.
5. Euthanasia involunter
Euthanasia paksaan. Pasien masih ingin bertahan hidup meski dalam kondisi sangat menderita, tetapi pihak keluarga meminta dokter mengakhiri hidupnya. Karena bertentangan dengan keinginan pasien, euthanasia jenis ini umumnya dianggap sebagai pembunuhan.
Euthanasia dari berbagai sisi
Indonesia melarang suntik mati atau bunuh diri yang dibantu, dengan alasan apapun. Hal ini didasarkan pada Kode Etik Kedokteran Indonesia, Undang-undang Hukum Pidana (KUHPO) dan norma agama.
1. Euthanasia menurut Kode Etik Kedokteran
Bunyi pasal 7d Kode Etik Kedokteran Indonesia, “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.”
Berdasar pasal ini, dokter dan tenaga medis lain tidak boleh mengakhiri hidup pasien dengan sengaja. Tindakan yang dianjurkan pada pasien dalam kondisi terminal, adalah pertawatan paliatif; berusaha sebisa mungkin meringankan rasa sakit yang diderita pasien.
2. Euthanasia menurut KUHP
Sejauh ini belum ada undang-undang atau peraturan pemerintah, yang secara khusus mengatur tentang eutanasia. Tapi, secara tersirat ada aturan tentang penghilangan nyawa atas permintaan sendiri (euthanasia volunteer) pada pasal 344 KUHPi:
“Barang siapa merampas nyawa orang lain, atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
3. Euthanasia menurut agama
Eutanasia tidak dibenarkan menurut norma agama mana pun. Siapa pun tidak dibenarkan merenggut kehidupan orang lain yang menderita, apapun bentuknya. Bila praktik ini dilegalkan, dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingannya sendiri. (sur)