Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa total kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia mencapai 68. Dari angka itu, ada satu kasus adalah transmisi lokal yang pertama kali terdeteksi di Jakarta.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan, mayoritas kasus varian Omicron berasal dari pelaku perjalanan luar negeri dari Turki dan Arab Saudi.
"Dari Turki itu kebanyakan wisatawan, tapi kalau dari negara Arab Saudi dan beberapa negara lainnya kebanyakan PMI," kata Nadia dalam diskusi secara virtual di kanal YouTube BNPB, Kamis (30/12/2021).
Yang perlu diperhatikan adalah mayoritas kasus di Indonesia adalah mereka yang sudah divaksinasi lengkap. Tercatat lima orang belum vaksinasi dan satu baru mendapatkan dosis pertama.
"Hanya enam orang yang belum divaksin, lima orang itu belum sama sekali divaksin dan satu orang sudah mendapatkan vaksinasi dosis satu," kata dr. Nadia seraya menambahkan bila 52 orang kasus Omicron tidak mengalami gejala dan pasien lainnya mengalami gejala ringan.
Tes antigen mungkin memberi hasil negatif palsu
Sementara itu para ahli di Amerika Serikat - yang saat ini sedang mengalami lonjakan kasus COVID-19 – menengarai masih banyak kasus infeksi yang kurang bisa terdeteksi.
FDA (Food and Drug Administration; semacam BPOM-nya pemerintahan AS) menyatakan bila tes antigen lebih mungkin memberikan hasil negatif palsu untuk varian Omicron, dibanding varian-varian sebelumnya.
“Data awal menyatakan bila tes antigen masih mampu mendeteksi Omicron, tetapi sensitivitasnya berkurang,” ujar FDA dalam keterangan persnya yang dilansir dari AFP.
Pengujian sebelumnya memfokuskan pada sampel virus yang tidak diaktifkan panas, dibandingkan menggunakan virus hidup, dan penurunan efektivitas belum terlihat sampai sekarang, tambah penyataan itu.
FDA mengatakan tetap akan menggunakan tes antigen. Tetapi bila seseorang dinyatakan negatif menggunakan tes antigen, tetapi curiga terpapar COVID-19, mereka direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan “gold standard” dengan PCR.
Update WHO terbaru
Sejak varian Omicron diumumkan sebagai variant of concern (VOC), sudah banyak penelitian yang dilakukan di berbagai negara mengenai varian ini. WHO mengeluarkan update singkat mengenai rangkuman penelitian tentang varian Omicron yang sudah dilakukan sejauh ini.
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari beberapa negara, WHO menyatakan bila varian Omicron lebih menular dibandingkan Delta atau varian lain. Seseorang 2,9 kali lebih berisiko tertular Omicron daripada varian Delta. Di mana setiap 2-3 hari kasus Omicron bertambah dua kali lipat.
Juga ada peningkatan 5,4 kali kemungkinan terjadinya reinfeksi akibat varian Omicron, dibanding Delta. Reinfeksi bisa terjadi pada mereka yang belum atau sudah divaksin.
Ini sesuai dengan data dari Afrika Selatan dan Inggris, di mana efektivitas vaksinasi dicurigai berkurang untuk mencegah penularan, bergejala hingga rawat inap. Belum diketahui risiko alat bantu napas, sakit berat dan meninggal dunia akibat varian Omicron, serta efek vaksinasi dan komorbid terhadap derajat keparahan.
Namun bagitu, WHO juga menegaskan ada “angin segar” di mana varian ini memiliki risiko rawat inap yang lebih rendah, dibanding Delta berdasarkan data di Afrika Selatan, Inggris dan Denmark.
Booster vaksin dosis ketiga juga diketahui mampu meningkatkan efektivitas vaksin COVID-19 untuk mencegah varian Omicron.
Hal lain yang disimpulkan adalah pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) tetap efektif mendeteksi Omicron. Sementara tes antigen, walau diklaim tetap efektif, ada dugaan penurunan efektivitasnya terhadap varian baru ini. (jie)