Kasus pneumonia misterius terus membanjiri bangsal-bangsal anak di rumah sakit China. Kasus serupa juga dilaporkan di Inggris dan Amerika Serikat. Para Ahli menganggap pneumonia misterius ini bukan disebabkan virus baru.
Pneumonia misterius menjadi perhatian dunia setelah lebih dari 7000 pasien dirawat setiap hari di bangsal anak di rumah sakit di Tiongkok. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan infeksi umum pada musim dingin – dan bukan patogen baru – menyumbang penyebab lonjakan jumlah pasien rawat inap. Lonjakan infeksi diperkirakan masih akan terjadi pada musim dingin ini.
Maria Van Kerkhove, selaku Pejabat Direktur Departemen Kesiapsiagaan dan Pencegahan Epidemi dan Pandemi WHO berkomentar bila peningkatan kasus tersebut diperkirakan berhubungan dengan pencabutan penuh pembatasan Covid-19.
Pada pernyataan pada tanggal 23 November, WHO mengatakan bahwa otoritas kesehatan Tiongkok mengaitkan peningkatan jumlah pasien rawat inap – sejak Oktober 2023 – dengan virus yang sudah diketahui, seperti adenovirus, virus influenza dan RSV (respiratory syncytial virus), yang cenderung menyebabkan gejala ringan seperti batuk pilek.
Namun, peningkatan jumlah anak yang dirawat sejak Mei 2023, khususnya di kota-kota Tiongkok utara seperti Beijing, terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae, bakteri yang menginfeksi paru-paru. Ia adalah penyebab umum penyakit yang disebut ‘pneumonia berjalan (walking pneumonia)’, penyakit yang relatif ringan dan tidak memerlukan istirahat atau rawat inap, namun penyakit ini sangat berdampak pada anak-anak di tahun ini.
Benjamin Cowling, epidemiolog di University of Hong Kong, tidak heran dengan peningkatan kasus ini. “Ini adalah ‘lonjakan musim dingin’ yang biasa terjadi pada infeksi saluran pernapasan akut,” katanya. “Peningkatan kasus ini sedikit terjadi di awal tahun ini, mungkin karena meningkatnya kerentanan masyarakat terhadap infeksi saluran pernapasan akibat Covid-19 selama tiga tahun.”
Pola yang mirip
Jurnal online Nature menjelaskan peningkatan penyakit pernapasan musim dingin setelah pelonggaran kebijakan pandemi – seperti penggunaan masker dan pembatasan perjalanan – telah menjadi pola yang lazim di negara-negara lain. Di bulan November 2022, jumlah orang rawat inap karena flu di Amerika Serikat merupakan yang tertinggi sejak 2010.
Lockdown nasional dan langkah-langkah lain untuk menghambat penyebaran Covid-19 mencegah sirkulasi patogen musiman, sehingga memberi sedikit kesempatan bagi masyarakat untuk membangun kekebalan terhadap mikroorganisme ini, sebuah fenomena yang dikenal sebagai ‘hutang kekebalan (immunity dept)’, kata Francois Balloux, ahli biologi komputasi di University College London.
“Karena China mengalami lockdown yang jauh lebih lama dan berat dibandingkan negara lain mana pun di dunia, maka gelombang ‘lockdown exit’ tersebut diperkirakan akan menjadi besar di China,” imbuh Balloux.
Namun, kasus pneumonia misterius di China berbeda dari yang tampak pada negara lain. Beberapa negara terjadi peningkatan infeksi flu dan RSV, sedangkan di China infeksi M.pneumoniae lebih mendominasi. “Ini mengejutkan karena infeksi bakteri sering kali bersifat oportunistik dan terjadi setelah infeksi virus,” Cowling menambahkan.
Walau pneumonia yang disebabkan bakteri biasanya diobati dengan antibiotik - disebut makrolida -, ketergantungan berlebihan pada obat-obatan ini telah menyebabkan berkembangnya resistensi patogen.
Studi menunjukkan bahwa tingkat resistensi M.pneumoniae terhadap makrolida di Beijing adalah antara 70-90%. Riset dipublikasikan di jurnal Antimicrobial Agents and Chemotherapy.
Resistensi bakteri ini dicurigai berkontribusi terhadap peningkatan kasus rawat inap akibat pneumonia misterius tahun ini, “Karena dapat menghambat pengobatan dan memperlambat pemulihan dari infeksi bakteri pneumonia,” kata Cowling.
Mungkinkah awal pandemi baru?
Data menunjukkan laporan peningkatan kasus mirip influenza dan pneumonia yang tidak dijelaskan secara spesifik di Tiongkok, dibandingkan dengan waktu yang sama tahun lalu.
Sebaliknya, perbandingan yang sama untuk dunia menunjukkan adanya penurunan pada tahun ini dibandingkan tahun lalu, yang menunjukkan bahwa China memang mengalami lebih banyak penyakit pernapasan daripada yang diperkirakan.
Raina MacIntyre, Profesor Biosekuriti Global dan Kepala Program Biosekuriti, Kirby Institute, UNSW Sydney, menjelaskan jika penyebab lonjakan ini tidak diketahui akan menimbulkan kekhawatiran lebih besar. Namun beberapa diantaranya telah teridentifikasi, sehingga memberi keyakinan bahwa kita tidak sedang menghadapi virus baru.
“Virus yang paling kita khawatirkan dan berpotensi menjadi pandemi adalah virus flu burung (H5N1), yang dapat bermutasi menjadi mudah menular pada manusia. China pernah menjadi episentrum flu burung di masa lalu, namun penyebaran H5N1 telah bergeser ke Amerika, Eropa dan Afrika,” terang MacIntyre, melansir The Conversation.
Namun, tahun ini, China telah melaporkan banyak kasus pada manusia yang disebabkan oleh berbagai jenis virus flu burung, termasuk H3N8, H5N1, H5N6 dan H9N2. Dengan kasus yang luas dan terus-menerus pada burung dan mamalia, besar potensinya terjadi mutasi dan pencampuran materi genetik influenza burung dan manusia, yang dapat menyebabkan pandemi virus influenza baru. (jie)