Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bila mutasi virus corona terbaru dari India sudah masuk ke Indonesia. Hal ini diketahui setelah 10 warga terkonfirmasi positif terkena mutasi virus tersebut.
Sebagaimana diketahui India sedang dalam krisis COVID-19. Lonjakan kasus harian sangat mengkhawatirkan, tercatat lebih dari 300 ribu kasus baru dalam sehari. Tenaga kesehatan dan rumah sakit kolaps, banyak pasien COVID-19 harus berbagi tabung oksigen bahkan tidak tertolong.
Selain ditengarai akibat pelaksanaan festival keagamaan yang melibatkan jutaan orang berkumpul tanpa menerapkan protokol kesehatan, juga akibat adanya mutasi baru virus corona.
Varian baru B.1.617 ini ditengarai memicu tsunami infeksi corona di India. Mutasi baru virus corona ini memiliki dua mutasi ganda dalam protein paku mereka.
Menkes, dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan, Senin (26/4/2021) mengatakan, “Bahwa virus itu sudah masuk juga di Indonesia. Ada 10 orang yang sudah terkena virus tersebut.”
Enam orang yang terinfeksi mutasi virus corona B.1.617 ini didapat dari kasus impor, atau dari luar negeri. Sedangkan empat lainnya tertular melalui transmisi lokal.
“Enam diantaranya adalah impor, jadi masuk dari luar negeri. Empat diantaranya adalah transmisi lokal. Yang ini yang perlu dijaga. Dengan rincian dua kasus di Sumatera, satu kasus di Jawa Barat dan satu di Kalimantan Selatan,” terang Menkes Budi Gunadi.
Dijelaskan pula pemerintah telah menangguhkan sementara pemberian visa kunjungan dan visa tinggal terbatas. Pemerintah juga menolak warga negara asing masuk ke Indonesia bila memiliki riwayat perjalanan 14 hari terakhir ke India.
“Untuk WNI masih boleh masuk tapi protokol kesehatannya kita perketat, sehingga mereka harus stay 14 Hari. Untuk WNI yang 14 Hari terakhir pernah mengunjungi India, mereka tetap diizinkan masuk tapi mereka harus dikarantina 14 Hari,” jelas Menkes.
Budi Gunadi menegaskan, setiap WNA yang datang ke Indonesia, terutama yang pernah mengunjungi India, harus melakukan tes whole genome sequencing untuk mengetahui ada tidaknya mutasi virus corona apabila mereka terdeteksi positif.
Imun optimal menjadi modal utama
Berkaca dari kasus India, pencegahan infeksi COVID-19 tidak cukup mengandalkan vaksin. Tetapi tetap melakukan protokol kesehatan dan menjaga imun optimal.
Tetapi tidak banyak yang tahu bila sangat disarankan meningkatkan kadar vitamin D dalam darah agar imun optimal.
Dr. dr. Indra Wijaya, M.Kes, SpPD-KEMD, FINASIM, dari RS Premier Bintaro, menjelaskan vitamin D selain untuk penguat tulang, juga penting dalam pengaturan imunitas dan kesehatan sel menyeluruh.
“Rata-rata kadar vitamin D dalam darah orang Indonesia <20 ng/mL. Ini tergolong defisiensi,” katanya. “Ada pasien saya yang rutin berjemur setengah jam setiap hari, tetapi vitamin D-nya malah turun. Metabolisme tiap orang yang berbeda-beda mempengaruhi penyerapan vitamin D.”
American College of Endocrinology mengklasifikasikan defisiensi vitamin D bila nilainya <20 ng/mL, insufisiensi (belum cukup) antara 20-30 ng/mL, nilai normal adalah 30 – 100 ng/mL (dengan jumlah optimal >50 ng/mL), dan potensi toksik bila vitamin D >100 ng/mL.
Kadar vitamin D dalam darah merupakan marker penting untuk menilai risiko daya tahan tubuh terhadap COVID-19, karena berperan sebagai immunomodulator.
Jurnal PLoS One menulis dari 191.779 orang Amerika, mereka dengan defisiensi vitamin D berisiko 54% lebih tinggi terkena COVID-19, dibanding yang vitamin D-nya cukup.
Orang dengan vitamin D >30 ng/mL memiliki tingkat keparahan dan kematian yang lebih kecil, daripada pasien dengan vitamin D <30 ng/mL. Bahkan, hampir tidak ada kematian pada pasien dengan vitamin D >40 ng/mL.
Riset tahun 2020 di Jerman pada 9548 orang, berusia 50-75 tahun, menunjukkan kematian akibat penyakit pernapasan meningkat hingga 3 X lipat pada pasien yang insufisiensi dan defisiensi vitamin D. Sebaliknya, suplementasi vitamin D terbukti menurunkan risiko perburukan paru hingga 61%.
Dr. Indra menjelaskan, dosis Vitamin D yang dianjurkan, disesuaikan dengan kadar vitamin D di dalam darah, bagi penderita defisiensi dan kelompok tinggi risiko penularan COVID-19, misalnya tenaga kesehatan, disarankan konsumsi 5.000 IU/hari.
“Selama pandemi sangat dianjurkan berjemur (sinar matahari pagi/sore) tetapi juga didukung konsumsi suplemen vitamin D,” pungkas dr. Indra. (jie)