Rumah sakit tak ubahnya ‘supermarket kuman’ sehingga setiap orang berisiko terkena infeksi nosokomial (infeksi di rumah sakit). Pihak RS biasanya melakukan pengendalian kuman, untuk mencegah penularan dari orang sakit ke orang lain.
Itu sebabnya, dilarang membawa anak saat membesuk penderita ke RS, karena daya tahan tubuh anak masih rentan. Hindari pula bersalaman atau mencium pipi penderita, agar tidak tertular penyakit. Lebih jauh tentang infeksi nosokomial, OTC Digest mewawancara dr. Anis Karuniawati, Ph.D, Sp.MK(K), dari Departemen Mikrobiologi Universitas Indonesia, Jakarta.
Benarkah kita bisa tertular penyakit di RS?
Sejak tahun 1843, para ilmuwan sudah merasakan bahwa sebagian penyakit yang terjadi di RS ditularkan oleh tenaga kesehatan atau lingkungan. Oliver Wendell Holmes menyatakan, demam purpura pada penderita yang dirawat, ditularkan oleh perawat.
Pemikiran ini diperkuat oleh pernyataan Ignaz Phillip Semmelweis bahwa mahasiswa yang baru praktik di kamar jenazah, mungkin memindahkan sesuatu kepada penderita hingga mereka sakit. Menurutnya, harus digunakan zat kimia sebagai disinfektan; saat itu digunakan klorin.
Teori-teori ini tadinya tidak dianggap, namun akhirnya diterima; ini disebut infeksi nosokomial atau infeksi “rumah sakit”. WHO mendefinisikannya sebagai infeksi yang berhubungan dengan perawatan kesehatan. Bukan hanya berhubungan dengan RS secara fisik, tapi juga orang yang bekerja di sana maupun yang datang ke RS. Semua orang bisa menjadi media penyebaran penyakit, bisa penderita, perawat, dokter, cleaning service, atau pengunjung.
Apa saja penyebabnya?
Macam-macam. Faktor dari penderita misalnya usia rentan infeksi (bayi dan lansia), atau penderita dengan status imun rendah misalnya mendapat kemoterapi. Penggunaan alat seperti endoskopi, kateter, infus atau ventilator, bisa menjadi sumber penyebaran.
Termasuk penggunaan antibiotik yang tidak rasional, yang membuat bakteri resisten. Di RS, umumnya bakteri sudah kebal terhadap antibiotik, sehingga yang ditularkan bukan bakteri ‘biasa’, tapi yang sudah kebal terhadap berbagai antibiotik misalnya MRSA (multidrugs resistant Staphylococcus aureus).
Bagaimana penyebarannya?
Utamanya tiga hal. Pertama, self infection. Penderita memiliki bakteri jahat, tapi tidak mengganggu. Dalam keadaan tertentu, kuman tersebut bisa berpindah ke bagian tubuh lain dan menjadi berbahaya.
Bisa saja seseorang memiliki MRSA di kulit, tenggorokan, atau hidung. Saat dia mengalami luka pasca-operasi lalu memegang hidung, kuman bisa pindah ke luka sehingga sulit sembuh. Mikroba tertentu normal kalau berada di tempat yang seharusnya. Begitu pindah ke tempat lain, tidak normal lagi dan berkesempatan berkembang serta merusak jaringan di sekitarnya.
Kedua, bisa terjadi cross infection; dari penderita ke penderita. Ini bisa dipindahkan langsung dari satu penderita ke penderita lain, atau dipindahkan melalui perawat/tenaga medis lain. Yang ketiga lingkungan. Kuman bisa ditransmisikan melalui udara, peralatan yang digunakan, air, dan lain-lain. Pengunjung, perawat atau penderita bisa memindahkan bakteri di tubuhnya ke berbagai peralatan/benda di RS, dan bisa menjadi sumber infeksi. (nid)
Baca juga : Bagian 2