Aneurisma otak bila tidak segera diatasi berisiko pecah dan menyebabkan stroke perdarahan. Terapi aneurisma yang sudah terbukti efektif adalah dengan teknik klip (penjepitan) dan koil (kawat).
Data menyebutkan 1-4 dari 100 orang, atau 8-10 per 100.000 penduduk per tahun, diperkirakan memiliki aneurisma otak. Kejadian pecah aneurisma bersifat kumulatif tahunan, di mana semakin tua usia seseorang, maka akan semakin tinggi risikonya.
“Misalnya, bila seseorang berusia 40 tahun didiagnosa memiliki aneurisma otak, maka kemungkinan aneurisma itu pecah sepanjang hidupnya, dengan asumsi umur normal 70 tahun, adalah 40%,” terang Dr. dr. Mardjono Tjahjadi, SpBS, PhD, dari RS Pondok Indah, Jakarta.
Baca juga : Kenali Aneurisma dan Gejala Sakit Kepala Hebat Yang Menandainya
Ia menegaskan aneurisma dengan ukuran > 3 mm sebaiknya segera disumbat. Karena adanya risiko kecacatan dan kematian yang tinggi bila aneurisma pecah.
“Penanganan aneurisma sebelum pecah hanya butuh 3-4 hari. Tetapi bila sudah pecah, aneurismanya tetap harus dioperasi, minimal 14 hari di ICU. Setelah itu akan dirawat di ruangan sekian lama, bila belum sembuh juga membutuhkan perawatan home care selama beberapa bulan. Sehingga cost-nya menjadi besar sekali,” urai dokter yang akrab disapa Joi itu.
Penanganan aneurisma
Terapi aneurisma yang biasa dilakukan untuk mencegah pecahnya pembuluh darah otak meliputi bedah atau kateterisasi.
Teknik bedah penjepitan (klip) dilakukan untuk penutup aneurisma. Dokter bedah saraf akan membuka tengkorak untuk bisa mengakses aneurisma dan pembuluh darah yang mensuplai ‘makanan’ pada aneurisma.
Kemudia ia akan menempatkan klip / penjepit dari logam khusus (titanium alloy) di ‘leher’ aneurisma untuk menghentikan aliran darah ke sana.
“Teknik ini sudah dilakukan puluhan tahun, semakin ke sini bedahnya semakin minimal invasive. Dokter hanya membuka kepala 3-5 mm, kemudian anuerismanya dijepit. Selesai,” urai dokter yang mengambil pendidikan doktoral aneurisma otak di University of Helsinski, Finlandia ini.
Tingkat keberhasilan metode klip adalah 99%, aneurisma tidak tumbuh kembali.
Metode kedua adalah koil endovaskular (kateterisasi). Dengan memasukkan selang kateter dari pangkal paha naik sampai ke pembuluh darah otak, dengan panduan komputer.
Dokter akan memasukkan kawat platinum lunak melalui kateter untuk masuk mengisi kantong aneurisma. Kawat yang melilit di dalam aneurisma mengganggu aliran darah dan menciptakan gumpalan-gumpalan darah yang akan menutup aneurisma dari pembuluh darah.
Kekurangan teknik koil adalah dalam 5 tahun pada 30% pasien terjadi kekambuhan aneurisma. Ini disebabkan karena kawat / koil di dalam kantong aneurisme tidak bisa mengisi secara penuh; ada rongga-rongga yang berukuran sangat kecil.
“Beberapa penelitian menunjukan tingkat kepuasan dokter pada packing density (tingkat kepadatan koil) hanya 30-40%. Sehingga dengan kepadatan yang hanya 30-40%, terus ditambah adanya tekanan aliran darah yang mendorong kawat, lama-kelamaan terjadi kompaksi kawat sehingga kantong aneurisma akan terisi lagi,” terang dr. Joi. “Membutuhkan terapi koil ulang atau pemasangan ring (stent).”
Pilihan pemakaian teknik klip atau koil sangat tergantung lokasi dan besarnya aneurisma. (jie)