Hindari ASI Donor Tanpa Skrining
ASI_donor

Hindari ASI Donor Tanpa Skrining

Dulu, ibu yang sakit HIV tidak boleh menyusui bayinya. Melalui berbagai penelitian, teori ini sekarang berubah. Ibu dengan HIV boleh memberi ASI, atau gunakan hanya susu formula saja; tidak boleh kombinasi ASI dan susu formula. Yang pasti, ibu dengan HIV tidak bisa mendonorkan ASI-nya kepada bayi lain. Selain HIV, ada beberapa penyakit lain yang bisa ditularkan melalui ASI, misalnya HLTV. Karenanya, mencari ASI donor harus sangat cermat.

Dan dari sisi agama (Islam), bayi yang mendapat ASI donor dari ibu lain berarti menjadi “saudara sesusu” dengan anak kandung ibu yang mendonorkan ASI-nya; mereka dianggap sudah menjadi saudara kandung, sehingga tak boleh saling menikah.

Simak lanjutan wawancara dengan dr. Rosalina Dewi Roeslani, Sp.A(K) seputar ASI donor.

 

Penularan HIV dari ibu ke bayi meningkat bila diberi kombinasi ASI dan susu formula, mengapa?

ASI akan mengisi lubang-lubang di usus. Sebaliknya, susu formula membuat luka di usus. Bila ASI mengandung HIV lalu dikombinasi dengan susu formula, virus dalam ASI bisa masuk ke luka usus yang terjadi akibat pemberian susu formula; risiko penularan HIV pun meningkat. Maka, pada ibu dengan HIV/AIDS, sebaiknya bayi diberi ASI saja atau susu formula saja. Atau ASI sampai usia 6 bulan, baru dilanjutkan dengan susu formula. Tapi jangan dibalik, susu formula dulu baru ASI karena usus bayi sudah telanjur luka-luka.

 

Dalam Islam, bayi yang berbagi ASI dari ibu lain bisa menjadi saudara sesusu sehingga tidak boleh menikah …

Ada beberapa pendapat ulama. Ada yang menyatakan, bila si bayi 5x kenyang berturut-turut baru disebut sebagai saudara sesusu. Pendapat lain, si kecil harus menetek langsung. Pendapat lain menyatakan, ASI perah sampai kenyang meski cuma 1x, bisa disebut saudara sesusu. Untuk yang kami lakukan, yakni ASI hanya untuk menumbuhkan fili usus, pendapat mana pun menyatakan bahwa tidak akan menjadi saudara sesusu.

 

Bagaimana cara mendapatkan ASI donor yang aman?

Kalau bisa, jangan menerima ASI yang tanpa skrining dan tanpa pasteurisasi. Apalagi, mengambil ASI dari banyak pendonor. Kalau mau, ikuti Nabi Muhammad SAW: menerima ASI donor hanya dari satu ibu, dan beliau mengenal semua anak-anaknya. Jadi, aman. Ada AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) yang bisa memfasilitasi. Pendonor ASI harus melakukan skinning. Simpan ASI di freeer dengan suhu -20oC dan lakukan pasteurisasi, insya Allah aman.

HTLV

Dari 4 jenis HTLV, HTLV-I dan -II paling banyak ditemukan. Virus ini secara spesifik menginfeksi sel darah putih (leukosit), dan sampai saat ini belum ada obat / vaksinnya. HTLV-I paling berbahaya, bisa menyebabkan adult T-cell leukemia dan kanker limfoma. Adapun tipe -II utamanya menyebabkan kelainan pada saraf. HTLV banyak ditemukan di Amerika Selatan, Afrika, Karibia, dan Jepang selatan. Di Indonesia belum diketahui angkanya.

Penyakit muncul dalam jangka panjang setelah infeksi, bisa 10-20 tahun kemudian. Penyebaran infeksi selain melalui ASI, bisa lewat jarum suntik yang digunakan bergantian atau hubungan seksual. “Karenanya ASI donor harus melalui skrining dan ASI disimpan dengan baik. Jangan sampai, maksud baik memberikan ASI malah membuat generasi mendatang terkena kanker,” ujar dr. Rosi.

ASI dari ibu yang memiliki HTLV, aman untuk bayinya sendiri karena si bayi sudah memiliki antibodi dari ibunya. Tapi, tidak untuk bayi lain yang tidak punya antibodi HTLV. Bahkan, ada negara yang tidak menganjurkan ibu dengan HTLV menyusui bayinya, untuk menekan kemungkinan infeksi seminimal mungkin. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Background photo created by rawpixel.com - www.freepik.com