benarkah subvarian xbb lebih berat dari omicron
benarkah subvarian xbb lebih berat

Gejala COVID-19 Subvarian XBB lebih Berat dari Omicron? Ini Kata Ahli

Sejak masuknya subvarian Omricon XBB, tercatat terjadi kenaikan kasus harian di Indonesia. Bahkan Indonesia termasuk Top 10 global kasus harian COVID-19 terbanyak. 

Menurut data Worldometer, per Rabu (2/3/2022) lalu tercatat sebanyak 4.873 kasus baru COVID-19, dengan kasus aktif sebanyak 30.053 kasus. DKI Jakarta menyumbang jumlah kasus terbanyak dengan total 1.781. Disusul oleh Jawa Barat dengan total 700 kasus, kemudian Jawa Timur dengan total 580 kasus.

Tentang subvarian XBB, Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Erlina Burhan, SpP(K), menjelaskan sejauh ini gejala omicron XBB yang terpantau masih mirip dengan varian corona lain. 

“Hingga saat ini gejala (Omicron) XBB dan XBC mirip dengan Omicron secara umum. Ada demam, batuk, lemas, sesak, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, pilek, mual, muntah dan diare,” katanya kepada media, Kamis (3/11/2022). 

Omicron subvarian XBB terdeteksi pada Agustus 2022 lalu. Ini adalah hasil dari pertukaran materi genetik antara BA.2.10.1 dan BA.2.75. Ia memiliki 14 mutasi ekstra pada gen paku (spike gen). 

Penelitian Yunlong Richard Cao, dari Peking University, China – diterbitkan di jurnal online Nature – menjelaskan mutasi RBD (receptor binding domain; bagian dari protein paku virus) membantu virus menghindari antibodi penetral yang dipicu oleh vaksinasi dan infeksi Omicron sebelumnya, termasuk BA.2 dan BA.5. 

Dalam laporan GISAID – inisiatif sains global yang menyediakan akses terbuka ke data genom virus influenza dan corona – disebutkan adanya indikasi bila antibodi yang sudah ada tidak bekerja optimal terhadap subvarian ini. Subvarian XBB menunjukkan reaksi perlawanan yang kuat.

Meskipun XBB tampaknya dapat menyebar lebih cepat daripada BA.5, sejauh ini tidak ada bukti bahwa hal itu menyebabkan penyakit yang lebih parah. 

Membandingkan dengan Singapura – dengan lonjakan kasus harian XBB lebih tinggi dari Indonesia – otoritas kesehatan setempat mengatakan bahwa dalam dua minggu terakhir kasus XBB diperkirakan memiliki risiko rawat inap 30% lebih rendah dibanding varian Omicron BA.5. 

Lebih jauh dr. Erlina menyebut bila subvarian Omicron XBB ini merupakan kombinasi varian Delta. Artinya, ada kemungkinan gejala Omicron XBB mirip Varian Delta. Pasien mungkin juga mengalami gejala anosmia (hilangnya kemampuan seseorang untuk mencium bau). 

“Hingga saat ini, belum ada laporan ilmiah resmi yang menyatakan XBB dan XBC menyebabkan gejala yang lebih berat,” dr. Erlina menambahkan. 

Riset lain di India – dilakukan oleh Rajesh Karyakarte dari BJ Government Medical College, di Pune – menunjukkan pada 28 orang dengan infeksi XBB tidak ada satupun yang mengalami gejala berat. (jie)