epilepsi tidak berhubungan dengan kecerdasan seseorang

Epilepsi Tidak Berhubungan dengan Kecerdasan Seseorang

Pelukis Vincent van Gogh, si ilmuan Sir Isaac Newton dan Alfred Nobel, sang penakluk Julius Caesar dan Alexander the Great atau penulis terkenal Agatha Christie ini adalah sederet nama-nama kondang di dunia. Terdapat kesamaan di antara mereka, yakni semuanya penyandang epilepsi. Ini adalah fakta di mana epilepsi tidak berhubungan dengan kecerdasan seseorang.

Epilepsi memang dapat menimbulkan gangguan ingatan. Semakin sering serangan (kejang) terjadi, semakin banyak sel otak yang mati. Ini mempengaruhi ingatan. Tapi, orang dengan epilepsi (ODE) bukan berarti bodoh.

Epilepsi disebabkan oleh lonjakan aliran listrik di otak yang berakibat rusaknya sel-sel saraf otak. Otak memiliki jutaan sel saraf yang mengontrol bagaimana kita berpikir, bergerak dan merasa, dengan mengirimkan sinyal listrik satu sama lainnya. Jika sinyal ini tiba-tiba terganggu dapat menyebabkan bangkitan epilepsi.

Epilepsi bisa disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahiran (kekurangan oksigen saat dilahirkan), adanya riwayat gangguan perkembangan otak, luka di kepala, radang selaput otak, stroke atau tumor otak.

Tapi bisa juga sebabnya tidak diketahui. Dalam jurnal Epilepsy Foundation disebutkan 7 dari 10 penderita epilepsi tak teridentifikasi penyebabnya . Dapat menyerang siapa pun, baik ras, jenis kelamin maupun usia.

Di Indonesia, dari 237,6 juta penduduk diperkirakan 1,1 - 8,8 juta adalah orang dengan epilepsi (ODE). Sementara the International League Against Epilepsy (ILAE) menyatakan, di seluruh dunia diperkirakan ada sekitar 60 juta ODE. 

Dr. Irawaty Hawari, SpS., dari Yayasan Epilepsi Indonesia menyatakan, epilepsi tidak berhubungan dengan IQ, bahkan sebagian besar ODE mempunyai IQ di atas rata-rata. “Orangtua ODE sebaiknya jangan terlalu membatasi kegiatan, pergaulan dan kreativitas mereka. Agar ODE tidak merasa rendah diri,” tegasnya.

Penting untuk tidak putus obat

Dari sisi medis, yang perlu dilakukan adalah teratur (tidak putus) minum obat anti-epilepsi (OAE) untuk mencegah serangan. “ODE tidak bisa ganti obat sembarangan. Jika sudah cocok dengan satu jenis obat, pakai itu terus. Jika ganti obat justru bisa memicu serangan,” papar dr. Irawaty.

Jika satu dosis terlewat/lupa, segeralah minum obat begitu teringat kembali. Jangan ganti obat anti-epilepsi tanpa berkonsultasi dengan dokter. Perbedaan pemrosesan obat berpengaruh pada metabolisme kerja obat dalam tubuh.

Sebisa mungkin menggunakan satu jenis obat. Semakin sedikit jenis OAE yang diminum semakin bagus hasilnya. Umumnya, 70% serangan dapat teratasi dengan 1 jenis OAE, sisanya (30%) membutuhkan terapi kombinasi, seperti divalproex sodium, fenobarbital, gabapentin atau okskabasepin.

Pada ibu hamil atau yang hendak melakukan program KB (Keluarga Berencana) tetap harus minum OAE. Konsultasikan dulu dengan dokter, karena ada OAE tertentu yang mengurangi efektivitas alat kontrasepsi.

“Kadang pada ibu hamil dosis butuh dinaikkan untuk mencegah serangan di waktu hamil. Serangan di waktu hamil bisa berbahaya bagi ibu dan janinnya. Setelah melahirkan, dosis boleh diturunkan,” ujar dr. Irawaty.  (jie)

Baca juga : Gangguan Psikologis Bisa Muncul pada Penderita Epilepsi, Perlu Dikenali Sejak Dini